"Untuk kepentingan penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan oleh tim penyidik untuk 20 hari pertama terhadap tersangka HI terhitung mulai tanggal 20 Mei 2022 sampai dengan 8 Juni 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi Karyoto dalam jumpa pers, Jumat (20/5).
"Untuk kepentingan penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan oleh tim penyidik untuk 20 hari pertama terhadap tersangka HI terhitung mulai tanggal 20 Mei 2022 sampai dengan 8 Juni 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi Karyoto dalam jumpa pers, Jumat (20/5).
Dalam perkara ini KPK sebelumnya telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Dirjen Holtikultura pada Kementan periode 2012 Eko Mardiyanto, dan Hasanuddin Ibrahim.
Untuk Sutrisno dan Eko, saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Sutrisno divonis 7 tahun penjara sementara Eko divonis 6 tahun denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kasus ini bermula pada 2011 saat Eko Mardiyanto yang merupakan pejabat pembuat komitmen menggelar rapat pembahasan bersama Hasanuddin selaku Dirjen Holtikultura sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA).
Dalam rapat tersebut, diduga ada perintah Hasanuddin untuk mengarahkan dan mengkondisikan penggunaan pupuk merk Rhizagold dan memenangkan PT HNW sebagai distributornya.
Selama proses pengadaan berjalan, diduga Hasanuddin aktif memantau proses pelaksanaan lelang di antaranya dengan memerintahkan Eko Mardiyanto untuk tidak menandatangani kontrak sampai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN-P TA 2012.
Disamping itu, Hasanuddin juga diduga memerintahkan beberapa staf di Dirjen Holtikultura untuk mengubah nilai anggaran pengadaan dari semula 50 ton dengan nilai Rp 3,5 miliar menjadi 255 ton dengan nilai Rp 18,6 miliar dimana perubahan nilai tersebut tanpa didukung data kebutuhan riil dari lapangan berupa permintaan dari daerah.
Hasanuddin juga turut melibatkan adiknya Ahmad Nasser Ibrahim alias Nasser yang merupakan karyawan
freelance PT HNW untuk aktif menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai formalitas kelengkapan lelang.
Selanjutnya, setelah pagu anggaran pengadaan disetujui senilai Rp 18,6 miliar, proses lelang yang sebelumnya sudah dikondisikan sejak awal oleh Hasanuddin kemudian memenangkan PT HNW sebagai pemenang lelang.
Atas perintah Hasanuddin, Eko Mardiyanto selaku PPK menandatangani berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk syarat pembayaran lunas ke PT HNW dimana faktanya progres pekerjaan belum mencapai 100 persen.
"Atas perbuatan Tersangka tersebut diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 12,9 miliar dari nilai proyek Rp 18,6 miliar," kata Karyoto.Atas perbuatannya, Hasanuddin disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
0 comments:
Post a Comment