JAKARTA ( Kontak Banten)  Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar 
Pandjaitan, kembali bikin heboh. Dengan alasan menjaga kelestarian Candi
 Borobudur, Luhut berencana menaikkan harga tiket masuk hingga 
berlipat-lipat.					Berdasarkan penuturan Luhut, tiket untuk naik ke Candi Borobudur menjadi
 Rp 759 ribu untuk turis lokal. Sementara untuk turis asing dipatok 100 
dolar AS atau sekitar Rp 1,4 juta.
Kenaikan tiket tersebut 
langsung mendapat banyak kritikan dari berbagi pihak. Salah satunya dari
 pengamat politik, ekonomi, dan budaya, Heru Subagja. Heru mengatakan, setidaknya ada dua isu panas berkaitan dengan kehadiran
 dan keputusan yang diumumkan langsung Luhut. Pertama, harga tiket masuk
 yang tinggi dan kapasitas Luhut sebagai pihak yang mengtariumumkan 
kenaikan tarif masuk.
Kedua adalah pertanyaan penting yang 
menjadi perhatian serius masyarakat, mengapa harus Luhut yang menjadi 
orang nomor satu dalam memutuskan harga tiket masuk Candi Borobudur dan 
mengapa harga jual tiket masuk naik jauh dari harga semula? 
“Langkah
 Luhut ini perlu dipertanyakan. Jangan sampai anggapan masyarakat jadi 
sinis dengan kebijakan dan keputusannya berkaitan industri pariwisata,” 
kata Heru dalam keterangan tertulisnya kepada Kantor Berita RMOLJabar, Senin (6/6). 
Heru
 mengingatkan, tarif mahal akan memicu ketidakadilan dalam menikmati 
wisata. Hanya orang berduit saja yang bisa menikmati eloknya relief 
candi dan hijaunya pegunungan yang ada di sekitar candi.
“Candi 
Borobudur adalah wisata budaya bukan wisata komersial, karenanya secara 
normatif budaya bisa dinikmati semua orang dan Candi Borobudur merupakan
 wahana cagar budaya yang baik dijadikan model pendidikan budaya 
nasional untuk seluruh anak bangsa,” paparnya.
Heru menegaskan, 
sangat tidak elok adanya pembatasan masuk dengan isyarat kenaikan harga 
tiket. Pada dasarnya semua warga masuk Candi Borobudur dengan harga 
murah.
Ia pun mengingatkan, bangunan candi dari batu andesit 
tersebut, merupakan warisan bukan bangunan yang dibuat oleh perusahaan 
atau keluarga kaya. Nenek moyang bangsa ini yang menghadirkan dan 
memberikan maha karyanya untuk kita. Tempat belajar memahami hasil budi 
dan daya leluhur. 
Sehingga Candi Borobudur merupakan aset negara
 dan wajib dinikmati murah atau gratis untuk bangsa dan warga sendiri. 
Harusnya negara menggratiskan, jangan sampai dikomersilkan dan dijadikan
 alat ATM oleh pemegang investor atau oleh negara sendiri.
“Kami 
sebagai warga asli Borobudur di perantauan mendesak pada pihak manajemen
 untuk menghadirkan semua pelaku ekonomi wisata, masyarakat sekitar 
untuk diajak duduk dan mendiskusikan kembali kenaikan tarif tersebut,” 
pintanya. 
Heru lantas mendesak agar dilakukan kaji ulang 
kenaikan tiket tersebut. Pasalnya, dalih konservasi Candi Borobudur 
dengan membatasi maksimal 1.200 pengunjung setiap hari belum terasa 
cukup sebagai alasan menaikkan harga tiket. 
Jangan biarkan 
masyarakat curiga dan berburuk sangka, kebijakan yang dilakukan sepihak 
akan merugikan pihak lain dan memberikan keuntungan maksimal bagi 
pihak-pihak yang sengaja bertindak dan berlaku tidak baik alias curang.
Jangan
 biarkan juga rakyat menuduh pihak oligarki, ada anggapan liar jika 
kenaikan tarif tiket Candi Borobudur adalah skenario pemegang modal. 
Heru dengan tegas tidak terima jika tempat yang dulu menjadi tempat 
belajar bahasa asing menjadi tempat komersialisasi sepihak. 
“Candi
 Borobudur adalah milik kami, warisan nenek moyang, kami berhak secara 
gratis untuk menikmati dan menjadikan nilai tambah buat kami dan 
masyarakat sekitarnya,” tegasnya. 
Sebagai masyarakat, Heru hanya ingin memastikan Candi Borobudur tidak boleh jatuh ke tangan oligarki domestik atau asing.“Akan kami lawan jika itu terjadi. Biarkan atmosfer udara segar itu dan 
tanah dengan tumbuhan hijau itu untuk kami,” demikian Heru Subagja
 






 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 comments:
Post a Comment