Cilegon, (KONTAK BANTEN) - Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Al-Khairiyah
KH Ali Mujahidin mempunyai ide dan gagasan, sekaligus mengusulkan
penggabungan atau penyatuan Provinsi Banten dengan Provinsi DKI Jakarta
menjadi Provinsi "Banten Jayakarta" (“Provinsi Baja”) menyusul segera
akan pindahnya Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur.
“Dalam hal ini kami telah berdiskusi secara informal dengan Pj.Gubernur
Banten Dr. Al-Muktabar, dan kemungkinan itu sangat besar. Tinggal perlu
dikaji lebih dalam karena bisa jadi perlu ada undang-undang yang diubah
terkait hal itu,” katanya dalam perbincangan dengan wartawan di Cilegon
Banten, Senin (8/5/2023).
Ketum Al-Khairiyah menyatakan keyakinannya bahwa usulan penggabungan
Provinsi Banten dan Provinsi DKI Jakarta itu akan disetujui oleh
Pemerintah yang dipimpin Presiden Jokowi.
“Beliau akan meninggalkan kenangan terindah bagi Provinsi Banten dan DKI
Jakarta yang kemudian menjadi Provinsi Banten Jayakarta atau bisa
disebut dengan singkatan yang gampang dicerna, yaitu Provinsi Baja,”
ujarnya.
Menurut KH Ali Mujahidin, ada beberapa dasar atau alasan perlunya
membentuk Provinsi Baja. Pertama, Undang-undang No.3 Tahun 2022 tentang
Ibu Kota Negara (IKN) telah dibentuk dan tentunya cepat atau lambat
Pemerintah Republik Indonesia akan memindahkan IKN ke wilayah
Kalimantan.
Dalam kaitan ini, UU No.29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi DKI
Jakarta perlu segera diubah mengingat Bab 1, Ketentuan Umum Pasal 1 ayat
6 menyebutkan bahwa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya
disingkat Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang mempunyai
kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya
sebagai Ibukota Negara Kesatuan.
Konsekuensinya, sangat tidak mungkin dalam satu negara ada dua ibu kota
negara. Artinya, jika IKN telah berpindah tempat dan bukan di DKI
Jakarta lagi, maka Jakarta tidak lagi menyandang status sebagai Daerah
Khusus Ibukota (DKI), karena Jakarta nanti bukan lagi Ibukota Negara
Republik Indonesia.
Kedua, potensi perubahan status Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta itu tentu
sangat relevan jika dikembalikan kepada aspek sejarah serta ide,
gagasan, dan khittoh perjuangan “founding father”, dimana dulu DKI
Jakarta berasal dari nama Sunda Kelapa yang diganti oleh Ulama dan
Panglima Perang Fatahillah menjadi “Jayakarta”.
Fatahillah adalah Laksamana Cirebon dan tokoh penyebar Islam yang
terkenal karena memimpin penaklukan Portugis di daerah Sunda Kelapa pada
22 Juni tahun 1527 dan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.
Nama Jayakarta dalam aksara Dewanagari berarti "kota kemenangan", dan
Jayakarta berasal dari dua kata Sangskerta yaitu "Jaya" yang berarti
"kemenangan" dan "Karta" yang berarti "dicapai".
Selanjutya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon menyerahkan
pemerintahan di Jayakarta kepada putranya, yaitu Maulana Hasanuddin yang
menjadi Sultan di Kesultanan Banten, sehingga wilayah Banten dan
Jayakarta berada dalam kekuasaan Kesultanan Banten.
Ketiga, seiring dengan akan pindahnya IKN ke wilayah Kalimantan Timur,
maka ada peluang besar yang dapat menjadi momentum untuk mengusulkan
kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Jokowi agar
mengembalikan Jayakarta menjadi satu dengan Provinsi Banten, dan bisa
saja diberi nama Provinsi Banten Jayakarta (Provinsi Baja).
Keempat, secara geografis Provinsi Banten memiliki luas wilayah 8.651,20
kilo meter persegi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten.
Pada 2019 terdapat perbaruan luasan wilayah administrasi berdasarkan
Permendagri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor
137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan.
Menurut Permendagri tersebut, Provinsi Banten memiliki luas 9.662,92
kilometer persegi sementara DKI Jakarta hanya 664,01 kilometer persegi
(256,38 sq mil) sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 29 Tahun 2007
sehingga dapat menjadi satu hamparan yang lebih luas dan ideal.
Sementara itu panjang jalur pantai antara Teluk Banten dan Teluk
Jakarta, jika digabungkan menjadi satu wilayah akan sangat potensial
mewujudkan peningkatan program kemaritiman Pemerintahan Jokowi dan
nantinya akan lebih mudah dilanjutkan oleh estafet kepemimpinan
berikutnya untuk terus dikembangkan dan dapat mendongkrak perekonomian
nasional.
Belum lagi potensi ekonomi lainnya yang memang selama ini sangat erat
berkaitan antara Banten dan DKI Jakarta, termasuk pasokan listrik Jawa
Bali dari Banten, sementara bahan material hasil pertambangan untuk
pembangunan infrastruktur bandara, jalan, gedung, dan jembatan, sebagian
besar dipasok dari Banten.
Termasuk pasokan bahan baku industri kimia dan bahan baku baja logamnya,
juga berasal dari Banten, sementara para pekerjanya yang berada di
Tanah Abang, Tanjung Priok, Muara Angke dan daerah-daerah lainnya di
Jakarta hampir tidak bisa dibedakan lagi mana orang Banten dan mana
orang Jakarta asli (Betawi). Belum lagi akses jalan tol yang memang
sangat dekat menghubungkan batas wilayah Banten dan DKI Jakarta.
Kelima, tentunya masih banyak pertimbangan dan kajian strategis lainnya
yang akan menjadi kesempatan bagi Pemerintahan Jokowi dalam sekali
mendayung dua tiga pulau dapat terlampaui.
Menurut Ketum PB Al-Khairiyah, Indonesia akan semakin maju dengan Ibu
Kota Negara yang baru, sementara Provinsi Banten dan DKI Jakarta menjadi
satu dengan masing - masing PAD yang sangat besar. Provinsi Banten
Jayakarta (Provinsi Baja) bahkan diharapkan dapat menjadi Provinsi
terkuat, terkaya dan masyarakatnya sejahtera.
Sementara Selat Sunda bisa jadi merupakan proyeksi dan cita cita
kekuatan ekonomi kemaritiman yang memang sangat potensial dan berada
diwilayah "Banten Jayakarta".
Di sisi lain, di Banten, tepatnya di Kota Cilegon sejak jaman Trikora di
era Sukarno telah dibangun industri baja nasional dan menjadi pelopor
bertumbuh-kembangnya industri-industri besar, vital, dan strategis di
Banten dan di wilayah-wilayah provinsi lainnya.
0 comments:
Post a Comment