Di zaman penjajahan Belanda patut juga dicatat kiprah Partai Syarikat Islam yang dipimpin HOS Tjokroaminoto. Partai ini anggotanya banyak sekali, malahan seorang ahli sejarah mencatat keanggotaan Partai Syarikat Islam pernah mencapai tiga juta orang, menjadikan partai itu sebagai yang terbesar di zaman penjajahan. Apakah Syarikat Islam partai kader atau partai massa? Melihat kecenderungan partai itu yang lebih mementingkan pengumpulan anggota sebanyak-banyaknya tanpa seleksi yang spesifik, saya lebih condong menyebut Partai Syarikat Islam sebagai partai massa.
Namun ada pula partai yang berusaha untuk menjadikan dirinya baik sebagai partai kader atau pun partai massa. Di zaman kolonial partai semacam ini ditunjukkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI berkembang mula-mula dengan merekrut kader-kadernya yang militan, kemudian dikerahkan untuk meraih massa sebanyak-banyaknya. Massa yang banyak memang dibutuhkan oleh PKI sebagai kekuatan politik yang sewaktu-waktu dibutuhkan, misalnya untuk mencetuskan revolusi atau pemberontakan terhadap penguasa kolonial Belanda pada tahun 1926, tapi gagal total. Sebagian pemimpin Komunis Indonesia seperti Tan Malaka menilai pemberontakan PKI tersebut gagal karena situasinya belum matang, belum lagi kesiapan kader-kadernya yang jauh dari memadai. Sebagaimana diketahui dengan mengerahkan kader-kader dan massanya pula PKI berupaya melancarkan pemberontakan pada tahun 1948 (di Madiun) dan 1965 (di Jakarta) yang juga menemui kegagalan total. Terkuburlah cita-cita partai itu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara komunis.
Setelah kemerdekaan partai yang bercirikan partai massa kembali muncul dan kita lihat PNI (Partai Nasional Indonesia) tampil sebagai partai massa yang terbesar selama dekade 1950-an hingga pertengahan dekade 1960-an. Sementara itu PKI tampil kembali baik sebagai partai kader maupun partai massa dan seperti disinggung di atas, partai ini hancur lebur dan dibubarkan akibat kegagalan upaya kudeta tahun 1965. Sebagai partai kader PKI semasa hidupnya menyeleksi ketat kader-kadernya dan tidak mudah untuk mencapai karir di puncak pimpinan partai, yang dalam hirarki partai komunis dikenal dengan sebutan politbiro partai.
Satu contoh lagi partai massa yang juga partai kader adalah partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Partai ini pernah memiliki keanggotaan terbesar nomor dua setelah PNI. Namun juga merekrut kader-kadernya secara selektif untuk duduk dalam jajaran pimpinan partai dan jabatan-jabatan politis baik di legislatif maupun eksekutif. Hasilnya partai ini menjadi pemenang nomor dua dalam pemilu pertama 1955. Seperti PNI partai Masyumi sama-sama memiliki 52 kursi di DPR. Akhirnya partai ini dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dengan dalih beberapa pemimpinnya terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
Setelah kemerdekaan masih dapat kita catat pula beberapa partai kecil yang bisa disebut sebagai partai kader, seperti Partai Sosialis Indonesia (PSI) pimpinan Sutan Sjahrir dan Partai Murba yang didirikan Tan Malaka.
Kedua partai itu, meskipun memiliki kader-kader yang berkualitas namun tidak bisa berkembang dengan baik, namun pengaruh politiknya cukup besar karena sebagian kader atau pemimpinnya menjadi pemikir-pemikir yang brilian dan teknokrat serta memberikan sumbangan cukup berarti dalam mengisi kemerdekaan dimana kedua partai itu juga ikut berperanan.
Masa reformasi
Dari gambaran singkat diatas kita mulai dapat melakukan penilaian terhadap partai-partai yang tumbuh dalam alam reformasi ini. PDI-P tetap leading sebagai partai massa terbesar. Memenangi pemilu nasional pada tahun 1999 dan 2014.
Dua pemimpinnya menjadi presiden yakni Megawati Soekarnoputri dan sekarang Jokowi. Tidak mudah untuk memberikan sebutan apakah partai-partai di zaman now ini sebagai partai kader atau partai massa. Kita melihat bahwa secara umum semua partai berusaha untuk kedua-duanya, yakni baik sebagai partai kader mau pun partai massa.
Seperti PAN dan PKS berusaha untuk merekrut kader-kadernya dan meningkatkan kualitasnya, sembari juga menjaring anggota sebanyak-banyaknya. Ada partai-partai yang terus tumbuh meskipun tidak signifikan, ada pula partai yang menurun secara perlahan pula.
Pada zaman reformasi ini partai-partai makin cair ideologinya. Padahal pada masa yang lalu ideologi memegang peranan penting untuk mendidik kader-kadernya. Kecenderungan yang menjadi ciri-ciri khas partai-partai dalam kurun reformasi sekarang ini adalah: oportunisme dan pragmatisme, sebagai "ideologi" baru yang kian dominan?
Bagaimana masa depan partai-partai kita kelak, baik partai kader mau pun partai massa? Itu banyak tergantung pada daya juang masing-masing partai yang bersangkutan dan juga dukungan dari rakyat yang makin bebas untuk menjatuhkan pilihan pada partai yang disukainya. Wallahualam! ***
* Penulis pemerhati politik,
0 comments:
Post a Comment