NUR SAFITRI AKADEMISI JAKARTA
Di dalam
hidup ini, kita tak perlu berupaya untuk menjadi seseorang yang
disegani, apalagi ditakuti. Tetapi jadilah seseorang yang berguna bagi
siapa pun di sekeliling diri kita. Kita wujudkan jiwa kepemimpinan dalam
diri kita, agar diri kita bisa menjadi seseorang yang menginspirasi
orang lain.
Mengapa Harus Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat?
Menarik
sekali, banyak tulisan yang membahas pentingnya menjadi pribadi yang
bermanfaat. Mengapa banyak orang yang tertarik tentang bahasan ini,
sebab ini salah satu perintah Rasulullah saw kepada umatnya. Sabda
beliau:
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
(Hadits Riwayat ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58,
dari Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani
dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah)
Menjadi
pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki
oleh seorang Muslim. Seorang Muslim lebih diperintahkan untuk memberikan
manfaat bagi orang lain, bukan hanya mencari manfaat dari orang atau
memanfaatkan orang lain. Ini adalah bagian dari implementasi konsep
Islam yang penuh cinta, yaitu memberi.
Selain itu,
manfaat kita memberikan manfaatkan kepada orang lain, semuanya akan
kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Sebagaimana firman Allah:
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ…
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri …” (QS al-Isrâ/ 17: 7), dan sabda Rasulullah saw:
… وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ
“… dan barangsiapa (yang bersedia) membantu keperluan saudaranya, maka Allah (akan senantiasa) membantu keperluannya.”
(Hadits Riwayat Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 168, hadits
no. 2442 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 18, hadits no. 6743
dari Abdullah bin Umar r.a)
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ
نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ
فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ
سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ
طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ
اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ
نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ.
“Barangsiapa
membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan
membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa
memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah
akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib
seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.
Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong
saudaranya sesama muslim. Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu,
maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya. Tidaklah sekelompok
orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca al-Qur’an,
melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para
malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat
yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang ketinggalan amalnya, maka
nasabnya tidak juga meninggikannya.” (Hadits Riwayat Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 71, hadits no. 7028, dari Abu Hurairah r.a.)
Setelah
mengetahui manfaat “menjadi pribadi yang bermanfaat”, pertanyaannya
adalah: “bagaimana caranya agar kita menjadi pribadi yang bermanfaat?”
Allah berfirman:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS Yûsuf/12: 53)
Suatu
ketika, Hasan al-Bashri menyuruh beberapa muridnya untuk memenuhi
kebutuhan seseorang. Dia berkata, “Temuilah Tsabit al-Bunani dan
pergilah kalian bersamanya.” Lalu, mereka mendatangi Tsabit yang
ternyata sedang (melakukan) i’tikaf di masjid. Dan, Tsabit pun meminta
maaf, karena tidak bisa pergi bersama mereka. Mereka pun kembali lagi
kepada Hasan dan memberitahukan perihal Tsabit.
Hasan
berkata, “Katakanlah kepadanya, ‘Hai Tsabit, apa engkau tidak tahu bahwa
langkah kakimu dalam rangka menolong saudaramu sesama muslim itu lebih
baik bagimu daripada ibadah haji yang kedua kali?’“ Kemudian, mereka
kembali menemui Tsabit dan menyampaikan apa yang dikatakan Hasan
al-Bashri. Maka, Tsabit pun meninggalkan i’tikafnya dan pergi bersama
mereka untuk membantu orang yang membutuhkan.
Banyak cara
bisa dilakukan agar menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Bisa
dengan menolong dalam bentuk tenaga, memberikan bantuan dalam bentuk
materi, memberi pinjaman, memberikan taushiyah keagamaan, meringankan
beban penderitaan, membayarkan utang, memberi makan, hingga menyisihkan
waktu untuk menunggu tetangga yang sakit.
Pemimpin
yang baik juga bermanfaat bagi bawahannya, sebagaimana penguasa yang
adil pun bermanfaat bagi rakyatnya. Bahkan, membuat orang lain menjadi
gembira juga termasuk amalan bermanfaat yang dicintai oleh Allah SWT.
Adalah
(sebuah) ironi, jika banyak orang kaya yang lebih senang naik haji
berulang kali daripada membantu kaum dhuafa’ yang membutuhkan uluran
tangan. Banyak juga orang kaya yang ‘jor-joran’ (berlomba-lomba)
membangun masjid mewah, sedangkan di sekelilingnya masih banyak kaum
fakir-miskin yang membutuhkan bantuan. Padahal, Allah tidak butuh
disembah dengan indahnya masjid ataupun ibadah haji yang berulang-ulang.
Mengapa kita
tidak pernah berfikir untuk beramal saleh dengan cara ‘memberi manfaat’
pada semua orang yang berinteraksi dengan diri kita, atau (bahkan)
beramal saleh dengan cara berbuat baik kepada sesama makhluk Allah, yang
lebih kita prioritaskan dalam situasi dan kondisi tertentu daripada
sekadar membangun kesalehan spiritual yang tak banyak berguna bagi orang
lain?
Kita tak
perlu mengatakan bahwa urusan akhirat itu lebih penting daripada urusan
dunia, atau sebaliknya. Karena keduanya saling melengkapi.
Ingat firman Allah,
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ
الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash/28: 77)
Lima Langkah-langkah Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat
Banyak cara
untuk menjadi orang yang bermanfaat. Tetapi kali ini penulis sajikan
lima langkah (praktis) untuk menjadi orang yang bermanfaat.
Langkah Pertama: Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat Adalah Kemauan
Kuncinya
adalah kemauan. Kemauan kita akan dapat memberikan manfaat kepada orang
lain. (1) Jika kita memunyai harta, kita bisa memberikan manfaat kepada
orang lain dengan harta. (2) Jika kita memunyai ilmu, kita bisa
memberikan manfaat ilmu kepada orang lain. (3) Jika kita memunyai
tenaga, kita bisa memberikan manfaat dari tenaga kita kepada orang lain.
Ini adalah
langkah awal. Anda harus memiliki kemauan untuk memberikan manfaat
kepada orang lain. Bagaimana pun kondisi Anda. Jangan malah mencari-cari
cara untuk mendapatkan manfaat dari orang lain, bahkan memanfaatkan
orang lain.
Jika Anda
mau, bagaimana pun kondisi Anda, Anda bisa memberikan manfaat kepada
orang lain. Bagaimana? Mau atau tidak? Jadi kata kuncinya adalah:
“kemauan”.
Langkah Kedua: Take Action Now (Lakukan Sekarang)
Apa yang
bisa Anda ‘lakukan sekarang’ untuk memberikan manfaat kepada orang lain?
Anda bisa berbagi (melakukan sharing) artikel ini melalui facebook atau
twitter Anda, misalnya. Ini jauh lebih memberikan manfaat kepada
teman-teman Anda daripada Anda sibuk mengupdate status yang tidak
penting, bahkan hanya berisi keluhan dan caci maki.
Lihatlah
sekitar Anda, adakah yang bisa Anda bantu. Adakah yang bisa Anda lakukan
untuk memerbaiki lingkungan, rumah, atau kantor Anda? Akan banyak yang
bisa Anda lakukan untuk memberikan manfaat kepada orang lain.
Langkah
Ketiga: Biasakanlah Untuk Memberikan Manfaat. Dan Jadikan Hal Itu
(Kegiatan Untuk Memberikan Manfaat) Menjadi Gaya Hidup Anda
Jika
memberikan manfaat kepada orang sudah menjadi kebiasaan Anda, maka Anda
sudah mulai menjadi pribadi yang bermanfaat. Pada langkah kedua, Anda
baru disebutkan melakukan kebaikan (belum menjadi akhlaq), namun jika
sudah menjadi kebiasaan dan menjadi gaya hidup Anda, maka Anda sudah
mulai menjadi pribadi yang bermanfaat.
Ini yang
kadang-kadang dilupakan orang. Banyak orang yang hanya membahas sampai
pada taraf ‘melakukan kebaikan’ dengan cara membantu orang orang lain.
Namun hal itu belum menjadi kepribadian, baru sebatas mau melakukan.
Sebuah tindakan, akan menjadi sebuah akhlaq pada saat Anda sudah
melakukannya dengan biasa, tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
Ketika Anda
memberi, belum tentu merupakan kepribadian Anda. Namun jika Anda sudah
biasa memberi dan menjadi gaya hidup Anda, barulah disebut kepribadian
(Anda).
Langkah Keempat: Tingkatkan Manfaat Diri Anda
Harus
ditingkatkan? Tentu saja! Sebab menurut hadits di atas tidak hanya
mengatakan menjadi pribadi yang bermanfaat, tetapi ada kata
‘superlatif’, yaitu paling. Artinya Anda ditantang untuk menjadi juara
dalam kebaikan. Anda harus menjadi yang paling memberikan manfaat kepada
orang lain. Bukan sekadar memberikan manfaat.
Bagaimana
cara meningkatkan manfaat diri Anda? Ya, Anda harus meningkatkan
kuantitas dan kualitas kebaikan Anda. Kuantitas bisa dilihat dari
frekuensi dan besarnya apa yang Anda berikan kepada orang lain.
Sementara kualitas manfaat ditingkatkan dengan cara meningkatkan
kualitas diri Anda, yaitu dengan meningkatkan keterampilan dan kemampuan
Anda, sehingga apa yang Anda berikan semakin bermanfaat.
Langkah Kelima: Raihlah Manfaatnya Untuk Anda Juga
Jangan
sampai ‘Anda’ memberikan manfaat kepada banyak orang, tetapi (lupa)
‘tidak’ memberikan manfaat untuk diri Anda sendiri. Jangan salah faham!
Saya sama sekali tidak mengatakan agar kita berharap dari orang yang
kita berikan manfaat. Bukan itu! Namun, yang saya maksud adalah: kita
harus menghindari dari semua penghapus pahala amal itu, yaitu: “ketidak
ikhlasan atau riyâ’.”
Jadi, agar
kita benar-benar mendapatkan dari manfaat yang kita berikan kepada orang
lain, kita harus ikhlas. Ikhlas adalah kunci diterimanya amal. Dan
hanya amal yang diterima Allah SWT yang akan memberikan manfaat kepada
kita dunia dan akhirat.
Niatkan,
bahwa apa yang kita lakukan hanya karena Allah, bukan karena ingin
disebut pribadi yang bermanfaat (pujian). Penyakit riyâ’ sungguh tidak
terlihat, sangat samar, sehingga kita harus hati-hati.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَذَا الشِّرْكَ ؛ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ
دَبِيبِ النَّمْلِ . فَقَامَ إِلَيْهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ حَزْنٍ ، وَقَيْسُ
بْنُ المُضَارِبِ فَقَالاَ : وَاللَّهِ لَتَخْرُجَنَّ مِمَّا خَطَبَنَا
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ :
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَذَا الشِّرْكَ ؛ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ
دَبِيبِ النَّمْلِ . فَقَالَ لَهُ : مَنْ شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ
وَكَيْفَ نَتَّقِيهِ ، وَهُوَ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ يَا رَسُولَ
اللهِ ؟ قَالَ : قُولُوا : اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ
نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ.
“Pada
suatu hari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam berkhutbah di
hadapan kami, beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, takutlah kalian
terhadap syirik karena dia lebih halus dari langkah semut.” Kemudian
seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana kami harus
menghindarinya, sementara dia lebih halus dari langkah semut?” Maka
beliau menjawab: “Berdoalah dengan membaca, ‘Allâhumma innâ na’ûdzu bika
min an nusyrika bika syaian na’lamuhu wa nastaghfiruka limâ lâ
na’lamuhu (Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari
menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami mengetahuinya dan kami meminta
ampun kepada-Mu terhadap apa yang kami tidak ketahui).” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal dari Abu Musa al-Asy’ari, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz IV, hal. 403, hadits no. 19835)
Tetapi,
jangan khawatir! Sekecil apa pun amal saleh kita, Allah akan membalasnya
dengan pahala yang sepadan dengannya. Sebagaimana firmanNya:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia akan mendapatkan balasannya .” (QS al-Zalzalah/99: 7)
Itulah kelima langkah menjadi pribadi yang bermanfaat, bahkan ‘paling bermanfaat’.
Selanjutnya, yang kita perlukan adalah ‘kemauan dan keberanian untuk memulainya’, sekarang juga.
Ibda’ bi nafsik!
Wallâhu a’lamu bish-shawâb.
0 comments:
Post a Comment