Jakarta (KONTAK BANTEN)– Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan menyandang status Jaksa tidak cukup hanya dengan menguasai berbagai elemen-elemen kognitif yang berkaitan dengan kecerdasan dan kemampuan berpikir semata. Namun jaksa juga harus dapat merefleksikan kemampuan kritis dan mempertajam afektif dalam menimbang baik buruk suatu tindakan, perbuatan dan keputusan yang hendak diambil.
“Saya pun teringat akan adagium romawi Quid Leges Sine Moribus, yang memiliki makna apalah artinya hukum tanpa adanya moralitas,” tutur Jaksa Agung Burhanuddin saat menutup kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 80 Gelombang I Tahun 2023 di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan, Jakarta, Selasa (19/09/2023).
Oleh karena itu Jaksa Agung pun mengingatkan pentingnya seorang Jaksa untuk tetap menjaga nilai moral. “Karena penegakan hukum tidak selalu berbicara dalam konteks gramatikal semata, melainkan ada sudut etis yang harus diperhatikan jaksa.”
Dia pun menekankan masyarakat tidak mengharapkan penegakan hukum yang hanya benar secara normatif, namun juga harus dapat menyentuh perasaan mendasar manusia mengenai apa yang adil dan bermanfaat.
“Itulah pentingnya menyelaraskan antara norma hukum yang begitu kaku dan lugas dengan hati nurani kalian selaku penegak hukum sehingga dapat tercipta suatu penegakan hukum yang humanis,” ujarnya.
Sebelumnya Jaksa Agung berpesan kepada 397 peserta PPPJ yang dilantik sebagai jaksa baru agar jangan hanya berpatokan pada penguasaan teknis tugas dan fungsi jaksa semata dalam upaya meraih cita-cita untuk dapat memegang tongkat komando kepemimpinan di Kejaksaan.
“Namun juga harus membentuk karakter sebagai seorang Jaksa yang bertanggung-jawab,” ujarnya seraya menjabarkan tanggung jawab seorang jaksa sedemikian luasnya yakni pertanggung-jawaban moral (moral responsibility), pertanggung-jawaban keilmuan (science responsibility), pertanggungjawaban hukum (law responsibility) dan pertanggung-jawaban sosial (social responsibility) dalam setiap tugas dan kewenangan yang dilaksanakan.
Selain itu, kata Jaksa Agung, seiring dengan berkembangnya zaman yang sangat dinamis, perubahan dalam penegakan hukum tak dapat terhindarkan, termasuk perubahan dalam modus operandi kejahatan dan tantangan penegakan hukum lainnya.
Dia mencontohkan berbagai persoalan hukum yang pernah dihadapi dan memiliki tingkat kompleksitas tinggi seperti penanganan kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso, berbagai kasus korupsi ‘Big Fish’ yang berhasil ditangani dan penyelesaian perkara Yayasan Supersemar senilai Rp4,4 Triliun di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara,” ungkapnya.
“Beberapa contoh penanganan fenomenal sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya, menjadi pesan bagi anak-anakku sekalian, bahwa menjadi seorang Jaksa merupakan upaya pembelajaran yang tidak berkesudahan (longlife learning journey),” ujar Jaksa Agung.
Oleh karena itu diq berpesan agar jangan pernah lelah dan jemu untuk terus mengasah kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan sense of crisis dalam menangani suatu permasalahan.
0 comments:
Post a Comment