![]() |
MASYHURI Guru Besar Fakultas Pertanian UGM - Sayangnya, kita tidak mendengar sama sekali usaha meningkatkan produksi sejak 1,5–2 tahun lalu ketika El Nino sudah diprediksi akan terjadi. |
JAKARTA (KONTAK BANTEN) - Pernyataan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, yang akan kembali memenuhi defisit beras nasional 2,8 juta ton pada Januari-Februari 2024 melalui impor mulai dipertanyakan. Bahkan, masyarakat pun dinilai berhak untuk curiga dari kebijakan impor yang melonjak drastis itu menjelang pemilu.
Guru Besar Fakultas Pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta, Masyhuri, mengatakan keputusan impor beras hingga 2,8 juta
ton adalah angka yang sangat besar. Selama ini, impor beras sebesar itu,
jarang sekali terjadi.
Dia mengakui alasan pemerintah yakni dampak El Nino dengan masa
paceklik memuncak pada Januari saat ini sebagai alasan yang sangat kuat.
Tetapi harus diingat, El Nino sudah jauh-jauh hari seharusnya sudah
diprediksi dan Januari sebagai puncaknya sudah ketahuan.
"Sayangnya, kita tidak mendengar sama sekali usaha meningkatkan
produksi sejak 1,5-2 tahun lalu ketika El Nino sudah diprediksi akan
terjadi. Yang kita dengar malah dana besar untuk food estate (lumbung pangan) yang ceritanya cerita gagal," papar Masyhuri.
Selama tidak ada penjelasan yang logis kenapa tidak ada usaha
peningkatan produksi pangan dalam 10 tahun terakhir dan di masa pemilu
malah impor begitu besar, maka sangat wajar publik berhak curiga.
"Kita berhak curiga memang ada yang diuntungkan dari aktivitas impor
sekarang ini. Ada yang sedang butuh duit besar. Masyarakat berhak curiga
karena faktanya angka produksi tidak naik di tengah ancaman El Nino dan
angka impor begitu besar," papar Masyhuri.
Senada dengan Masyhuri, Ekonom Center of Economic and Law Studies
(Celios), Nailul Huda, mengatakan dari kacamata ekonomi politik, hampir
setiap penyelenggaraan pemilu ada importasi komoditas. Tahun 2018 ada,
termasuk tahun 2023-2024 ini memang ada importasi komoditas, kali ini
beras.
"Bansos yang digelontorkan bisa digunakan untuk kepentingan
politik. Tengok saja nanti yang bisa memanfaatkan bansos ini siapa
saja," tegas Huda.
Dari sisi pertanian, kebijakan impor itu semakin membuat petani
tidak bisa menikmati keuntungan optimal. Terlebih kemungkinan akan
datang di Februari-Maret yang biasanya sudah ada yang panen musim tanam 1
(MT1).
"Bisa dibilang panen raya juga. Padahal El Nino sudah terjadi
sejak tahun lalu, namun tidak belajar dari kebijakan sebelumnya, Bapanas
(NFA) malah melanggengkan importasi," tandas Huda.
Disetujui Presiden
Seusai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo
(Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi,
mengatakan defisit persediaan beras nasional sekitar 2,8 juta ton
akibat dampak El Nino pada Januari hingga Februari 2024 akan dipenuhi
melalui program impor beras.
"Tapi, kita akan cover dengan yang carry over 2023 dan importasi yang masuk di 2024," kata Arief.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), kata Arief, gap
sekitar 2,8 juta ton beras dihitung berdasarkan angka kebutuhan beras
rata-rata nasional sekitar 2,5 hingga 2,6 juta ton per bulan dengan
kemampuan produksi di awal Januari yang kurang dari satu juta ton akibat
dampak El Nino.
0 comments:
Post a Comment