Friday, 3 January 2025

Apa dampak kenaikan pajak (PPN) 12% pertambahan nilai?

 

Keterangan gambar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12).

Pemerintah mengumumkan akan menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% mulai tahun 2025. Pemerintah akan memberlakukan pajak baru ini untuk barang dan jasa yang mereka anggap mewah dan premium.

"Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12% per 1 Januari," kata Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12).

Sejumlah barang yang akan terkena PPN 12%, salah satunya adalah bahan pangan premium.

"Kami akan berlakukan pengenaan PPN-nya, seperti daging sapi, tapi yang premium wagyu, kobe, yang harganya bisa di atas Rp2,5 juta bahkan Rp3 juta per kilo-nya," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada ajang yang sama.

Merujuk data yang dipaparkan pemerintah, bahan pangan lain yang akan terkena PPN 12% adalah beras premium, buah-buahan premium, salmon premium, tuna premium, juga udang dan kepiting premium.

Sektor lain yang juga akan terkena PPN 12% adalah jasa pendidikan premium, jasa pelayanan medis premium, serta konsumen listrik dengan besaran 3500-6600 volt ampere.

Sri Mulyani berkata, pengenaan pajak 12% akan diterapkan untuk konsumsi masyarakat desil 9 dan 10, yang merupakan kelompok paling sejahtera. Desil merupakan kategorisasi kelompok masyarakat dalam basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Kelompok masyarakat desil 10, kata Sri, menikmati pembebasan PPN sebesar Rp 91,9 triliun. Adapun warga di desil 9 selama ini telah mendapatkan pembebasan PPN hingga Rp 41,1 triliun.

"Kelompok yang [kesejahteraannya] paling rendah sebetulnya menikmati pembebasan PPN yang lebih kecil," kata Sri Mulyani.

"Ini artinya pembebasan PPN kita kemudian lebih berpihak kepada kelompok yang lebih mampu," tuturnya.

Pengenaan PPN 12% untuk barang mewah, klaim Sri, dilakukan "untuk agar asas gotong royong dan keadilan tetap terjaga".

Seluruh pelaksanaan kebijakan PPN 12% ini nantinya akan merujuk sejumlah regulasi yang bakal segera disahkan, antara lain peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan.

"Akan ada juga peraturan menteri ESDM terkait dengan kelistrikan dan PP itu terkait dengan BP Jamsostek," kata Airlangga.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah akan tetap menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai tahun 2025 sesuai mandat Undang-Undang No. 7/2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (HPP).

Setelah muncul reaksi keras dari publik terhadap rencana kebijakan itu, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan pemerintah bakal menerapkan kenaikan PPN "secara selektif".

Kebijakan ini, kata Misbakhun, secara spesifik akan menyasar barang-barang mewah, entah hasil impor atau produksi dalam negeri, yang kerap dibeli masyarakat kelas atas.

Tauhid Ahmad, ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), khawatir bakal muncul dampak berantai dari kenaikan PPN untuk barang mewah yang mengganggu pertumbuhan berbagai industri terkait.

Mengapa ada kenaikan PPN bertahap?

UU HPP telah mengatur kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 dan 12% pada 1 Januari 2025.

UU ini terbit pada Oktober 2021 setelah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR pada Maret tahun yang sama tanpa sepengetahuan Kementerian Keuangan, kata Yustinus Prastowo, yang sempat menjadi staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dari April 2020 hingga Oktober 2024.

Menurut Prastowo, seorang "pejabat negara di kabinet dan yang punya partai di DPR" mulanya berniat merevisi kembali UU No. 6/1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) untuk mendorong pelaksanaan program tax amnesty atau pengampunan pajak di tengah pandemi Covid-19.

Dari sana, revisi UU KUP 1983 masuk Prolegnas Prioritas 2021 meski tanpa naskah akademik sesuai prosedur, imbuhnya.

"Bisa Anda bayangkan, [di tengah] situasi covid, masih ada orang, pihak, yang ingin bikin pengampunan pajak jilid dua waktu itu," kata Prastowo saat diskusi Kenaikan pajak  yang diadakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Sabtu (14/12).

"Kemenkeu tidak tahu-menahu kalau mau ada revisi Undang-Undang KUP pada waktu itu. Semua nanya ke kita. Kita belum tahu, bagaimana mau menjawab?"

Dengan arahan Sri Mulyani, kata Prastowo, Kementerian Keuangan lantas sekalian saja memanfaatkan peluang yang ada untuk memasukkan berbagai agenda reformasi perpajakan di revisi UU KUP 1983 tersebut, sehingga lahirlah UU HPP 2021.

UU itu berjudul "harmonisasi peraturan perpajakan" karena ia tak hanya merevisi ketentuan umum perpajakan di UU No. 6/1983, tapi juga mengubah ketentuan soal pajak penghasilan (PPh), PPN, cukai, dan lainnya di sejumlah UU berbeda.

Ia pun memperkenalkan beberapa kebijakan baru seperti pajak karbon serta integrasi NIK dan NPWP.

Program pengampunan pajak yang tadinya ingin diselipkan di UU tersebut dengan tarif relatif rendah—mengikuti tarif tax amnesty 2016-2017—kemudian berhasil diganti dengan apa yang disebut program pengungkapan sukarela dengan tarif lebih tinggi, kata Prastowo.

Melalui UU HPP 2021, Prastowo bilang pemerintah pun bermaksud mencari sumber pemasukan baru setelah anjloknya penerimaan negara dan bengkaknya defisit APBN karena pandemi Covid-19.

Pada 2020, di tahun pertama pandemi, penerimaan pajak Indonesia turun 19,6% dan defisit APBN melebar jadi 6,14% dari PDB. Sebagai perbandingan, defisit APBN 2019 hanya sebesar 1,84% dari PDB.

"Kalau mengenakan pajak penghasilan [tambahan], kan enggak adil juga ya. Orang bisnis rugi, suruh bayar pajak dari mana?" kata Prastowo.

"Lalu kita mikir, dari mana ya dapat tambahan penerimaan? PPN kita desain untuk naik tarifnya."

Mulanya, kata Prastowo, ada ide untuk menerapkan skema PPN multitarif. Maksudnya, ada tarif berbeda untuk barang berbeda.

Misal, pembelian beras atau daging premium dikenakan tarif PPN tertentu, sementara untuk beras dan daging biasa tarifnya 0%. Dengan begitu, pemerintah bisa memajaki orang kaya tanpa perlu membebani orang kecil.

Sebagai catatan, selama ini pemerintah mengenakan tarif 0% untuk barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, dan gula konsumsi.

"Teman-teman saya tanya coba, rela enggak yang makan daging wagyu satu porsinya Rp5 juta dengan yang makan satai Madura satu porsinya Rp10.000 sama-sama enggak bayar pajak? Enggak rela kan?" kata Prastowo.

Namun, saat proses pembahasan UU HPP, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia disebut memberi masukan bahwWaktu itu perdebatannya boleh enggak nih pasalnya tetap ditulis, tapi implementasinya bertahap atau nanti dikasih waktu? Karena kalau enggak ditulis, khawatirnya kita butuh tapi enggak punya cantolan," ujar Prastowo.

"Enggak usah waktu itu kesimpulannya."

Keputusannya saat itu: UU HPP 2021 hanya mengatur kenaikan bertahap tarif PPN.

"Eh, kejadian sekarang. Giliran kita ribut-ribut [kenaikan PPN jadi] 12%, mau nyantolin [tarif untuk] barang mewah di mana? Enggak ada pasalnya," kata Prastowo.

Mengapa kenaikan PPN jadi hanya menyasar barang mewah?

Gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat menguat setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah akan tetap menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai tahun 2025 sesuai mandat UU HPP 2021.

Hal itu ia sampaikan saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (13/11).

"Ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta," kata Sri Mulyani saat itu.

"[Kenaikan PPN] sudah dibahas dengan Bapak-Ibu sekalian, sudah ada UU-nya. Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan."soknya, muncul seruan di media sosial X untuk menahan konsumsi dan menjalankan frugal living atau gaya hidup hemat sebagai protes terhadap kenaikan PPN, yang disebut warganet menambah panjang daftar pungutan pemerintah yang membebani masyarakat. Bila konsumsi turun, roda ekonomi pun bisa tersendat.

Kemudian, warganet menggunakan kembali gambar Garuda berlatar biru untuk memprotes rencana kenaikan PPN jadi 12%.

Sebelumnya pada Agustus, ia sempat jadi simbol perlawanan publik terhadap DPR yang dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi soal syarat pencalonan kepala daerah.

a skema semacam itu bisa diterapkan bila sistem administrasi pemerintah telah mumpuni.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Silakan Klik Kerja sama Publikasi

MOTO KAMI


Cermat Cerdas Tepat Dalam Informasi Menjadi Media Inpendent Berita Tanpa Intervensi

Unsur Pimpinan DPR RI 2024 2029

SELAMAT SUKSES PRESIDEN TERPILIH 2024-2029

SELAMAT SUKSES PRESIDEN TERPILIH 2024-2029

DPRD KOTA CILEGON HARI SANTRI 2024

DPRD KOTA CILEGON HARI SANTRI 2024

PT KONTAK MEDIA PERSADA GROUP KLIK

Minat Klik - PT Anugrah Cahaya PlaponPVC

SELAMAT HARI KORUPSI KORUPSI MERUSAK GENERASI

SELAMAT HARI KORUPSI KORUPSI MERUSAK GENERASI

Malu Ketika Korupsi Ciri Sebagai Manusia

Malu Ketika Korupsi Ciri Sebagai Manusia

SELAMAT HUT KORPRI Penegak Keadilan

SELAMAT HUT KORPRI Penegak Keadilan

SELAMAT HARI KORUPSI AKU MALU KORUPSI

SELAMAT HARI KORUPSI AKU MALU KORUPSI

Jadilah Perbedaan Menjadi Kekuatan

Jadilah Perbedaan Menjadi Kekuatan

Hidup Untuk Saling Melindungi Bukan Saling Melukai

Hidup Untuk Saling Melindungi Bukan Saling Melukai

BUMN PEDULI BANGSA

BUMN PEDULI BANGSA

Penawaran Kerja Sama

TV KONTAK BANTEN

KEMENTRIAN SEKRETARIS NEGARA

KEMENTRIAN SEKRETARIS NEGARA

Hari Amal Bhakti ke 78 Bakti Untuk Negeri

Hari Amal Bhakti ke 78 Bakti Untuk Negeri

FORUM UNIVERSITAS TRISAKTI

FORUM UNIVERSITAS TRISAKTI
Media yang kuat butuh rakyat yang terlibat, mengelola kebebasan dengan bertanggung jawab._ Najwa Shihab

SILAKAN PASANG IKLAN KLIK

IBU KOTA NUSANTARA

IBU KOTA NUSANTARA

KONTAK MEDIA GROUP

BACA BERITA BIKIN PAS DI HATI YA DI SINI !!

TALK SHOW MENCARI PEMIMPIN SEJATI

TALK SHOW MENCARI PEMIMPIN SEJATI

INFO CPNS DAN PPPK 2023 KLIK

PESAN MAKANAN ENGAK RIBET

MOTO KAMI


BERBUAT BAIK TERHADAP SESAMA SESUNGGUHNYA UNTUK KEBAIKAN DIRI KITA

HARI KETERBUKAAN INFORMASI 2023

HARI KETERBUKAAN INFORMASI 2023

KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM

KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM

RESOLUSI TAHUN 2024

RESOLUSI TAHUN 2024

INFO DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) RI

KEMENTRIAN BUMN

KEMENTRIAN BUMN

SELAMAT HARI ADIYAKSA KE 62

SELAMAT HARI ADIYAKSA KE 62

Jadikan Kritik Masyarakat Sebagai INTROPEKSI

Jadikan Kritik Masyarakat Sebagai INTROPEKSI

ENERGI KOLOBORASI

ENERGI KOLOBORASI

Bergerak TAK TERBATAS

Bergerak TAK TERBATAS

SELAMAT PRESIDEN TERPILIH

SELAMAT PRESIDEN TERPILIH

KELUARGA BESAR KEJAKSAAN RI

KELUARGA BESAR KEJAKSAAN RI

SENYUM ADALAH IBADAH

SENYUM ADALAH IBADAH

SELAMAT DAN SUKSES

SELAMAT DAN SUKSES

Bergerak Tumbuh Bersama

Bergerak Tumbuh Bersama

SELALU BERBUAT UNTUK BANGSA

AWAS BAHAYA LATEN KORUPSI

AWAS BAHAYA LATEN KORUPSI

Kata Motifasi Koran Kontak Banten

Kata Motifasi Koran Kontak Banten

Mau Kirim Tulisan Artikel Klik aja

MOTO KAMI


Sekecil APAPUN Yang Anda Perbuat Akan Menjadikan Cermin Kami untuk Maju

BARCODE INFO KERJA KLIK

Silakan Pesan Buku Catatan Kehidupan Ali

Berita Populer

PEMERINTAH JAWA TIMUR

PEMERINTAH JAWA TIMUR

PEMERINTAH JAWA TENGAH

PEMERINTAH JAWA TENGAH

INFO KPK

INFO KEJAKSAAN RI

Bergerak Kita Bangkit untuk Indonesia

Bergerak Kita Bangkit untuk Indonesia

BERIKAN SENYUM UNTUK MU INDONESIA

BERIKAN SENYUM UNTUK MU INDONESIA

BANGKIT LEBIH KUAT

BANGKIT LEBIH KUAT

AYO SELAMATKAN BUMI KITA

AYO SELAMATKAN BUMI KITA

PRAJA MUDA JIWA MUDA

PRAJA MUDA JIWA MUDA

Hati Nurani Tidak Ada Dalam Buku Tapi Ada di Hati

Hati Nurani Tidak Ada Dalam Buku Tapi Ada di Hati

PEMERINTAH TANGERANG

PEMERINTAH TANGERANG

SELAMAT HUT BAWASLU REPUBLIK INDONESIA

BERGERAK DAN BERGERAK

Portal Kementrian Kemlu Indonesia

Seputar Parlemen

INFO KPK JAKARTA

INFO ICW NASIONAL KLIK

Salam Damai Untuk Indonesia

Layanan Kota Tangerang Selatan BPHTB

Kementrian

Susunan Redaksi

Kementrian PU

Support