Amerika Serikat (AS) mungkin salah satu negara dengan begitu komplet rasnya. Bangsa dari berbagai wilayah dunia ada di negeri adidaya tersebut. Di Paman Sam dapat ditemukan orang keturunan Afrika, Asia, Eropa, Australia, dan Amerika Latin. AS menjadi mini dunia. Seluruh suku bangsa ada di sini.
Namun, negeri ini jarang dilanda perang suku, konflik antaretnis,
sentimen keagamaan, atau berbagai situasi yang mengarah ke disintegrasi
bangsa. Demikian pun Indonesia. Negara kita ini juga banyak etnis, suku,
dan agama. Lalu, mengapa di AS tidak pernah terjadi ancaman
disintegrasi bangsa, tapi di Indonesia begitu sering muncul gerakan yang
menjurus destruktif? Persoalannya terletak pada kondisi warga.
Rakyat AS begitu sejahtera. Orang menganggur dibayar negara.
Kesehatan ditanggung negara. Orang telantar diberi makan negara. Tapi di
sini, rakyat belum sejahtera. Orang miskin masih begitu banyak. Tahun
ini warga miskin masih 25,14 juta jiwa, sedangkan penganggur masih 6,8
juta orang. Ini mestinya menjadi tanggung jawab negara sebagaimana
termuat dalam Pasal 33 UUD 45 (1) “Fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara negara.”
Namun karena negara sendiri masih merangkak untuk berdaulat secara
ekonomi, belum mampu memberi subsidi kebutuhan seluruh orang miskin.
Namun berbagai program pengatasan kemiskinan sudah dijalankan, walau
belum optimal. Situasi belum sejahtera inilah yang terus bisa menjadi
dengan mudah “digosok-gosok” guna meletupkan berbagai gerakan, termasuk
disintegrasi.
Kasus Papua dan Papua Barat belum lama hanyalah contoh. Walaupun
pemicunya kasus rasis, itu hanya digunakan sebagai landasan gerakan
disintegrasi. Setiap ada “materi” akan selalu dimanfaatkan memunculkan
hasrat memisahkan diri. Maklum hingga kini Papua berada dalam posisi
tertinggi daftar provinsi miskin. Warga Papua 28 persen lebih masih
miskin.
Demikian pula Papua Barat masih 25 persen lebih warga yang miskin.
Baru diikuti NTT, Maluku, dan Gorontalo. Ketimpangan kesejahteraan
rakyat ini sering dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab.
Mereka memprovokasi dengan berbagai isu sehingga sering terjadi
kericuhan. Walau isu lain seperti agama dan etnis termasuk mudah
dijadikan alat provokasi adu domba, semua provokasi sukses karena faktor
kemiskinan.
Dengan kata lain, untuk memupuk kesatuan dan persatuan bangsa tiada
jalan lain bagi pemerintah selain menyejahterakan rakyat secara merata.
Jangan ada ketimpangan kaya-miskin lagi karena situasi seperti itu mudah
dijadikan alat melecut kerusuhan demi tujuan kehancuran NKRI.
Orang yang sejahtera mungkin masih bisa diprovokasi, tetapi cukup
sulit dan relatif kecil pesertanya. Kalau orang sudah sejahtera, mereka
tidak mau apaapa lagi. Mereka sulit dibidik dari sisi etnis ataupun
agama yang selama ini sangat mudah digoyang pecundang- pecundang yang
menginginkan NKRI hancur.
Dia berjanji akan berupaya membuat Indonesia lebih produktif, berdaya
saing, dan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan dunia.
Presiden akan meneruskan pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber
daya alam, membuka pintu investasi selebar-lebarnya, mereformasi
birokrasi, dan mengatur anggaran APBN lebih efisien dan produktif. Ya,
semoga saja lima tahun ke depan bangsa semakin sejahtera.
Rakyat memang belum sejahtera. Income per capita baru 56 juta rupiah
atau 3,927 dollar AS. Sebenarnya, angka ini pun masih perlu dicek di
lapangan. Sebab kalau benar rata-rata penduduk berpendapatan segitu,
hidup WNI lumayan sejahtera. Sebab mereka memiliki uang 155.000-an untuk
kebutuhan tiap hari.
Kalau mereka menggunakan untuk kebutuhan makan 50.000 rupiah sehari
saja, maka masih bisa menabung 105.000 rupiah perhari. Namun, kenyataan
di lapangan, rasanya tidak sampai segitu income per capita WNI. Negara
memang terus bekerja keras untuk melayani bangsanya.
Hal itu terlihat ada hasil, terutama kalau dicermati pertumbuhan
ekonomi beberapa tahun belakangan. Berturut- turut pertumbuhan ekonomi
tahun 2014 mencapai 5,01 persen. Kemudian 2015 turun jadi 4,88 persen.
Tahun 2022 naik lagi jadi 5,03 persen. Lalu 2022 merangkak jadi 5,07
persen dan tahun lalu 5,17 persen.
Meskin tidak banyak, ada kenaikan (kecuali 2024). Untuk periode Pertama tadi, Presiden Prabowo menyebutkan akan memanfaatkan anggaran APBN lebih
efisien dan produktif. Tetapi, sayang, negeri ini masih banyak maling.
Anggaran APBN untuk rakyat, banyak dimakan sendiri oleh pejabat. Ini
yang bakal memberatkan upaya mewujudkan rakyat lebih sejahtera pada
akhir tahun pertama nanti.
Apalagi, senjata ampuh pemerintah untuk mengamankan uang APBN,
KPK. Kefatalan ini
berawal dari pemilihan panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim)
KPK.Banyak orang tidak netral dipilih jadi pansel. Maka, langsung atau
tidak, Presiden terlibat pada kehancuran KPK (karena dia yang
memilih pansel), walau dalam banyak kesempatan selalu mengatakan
KPK harus diperkuat. Apalagi segala masukan dan keberatan rakyat sama
sekali diabaikan Presiden, dengan mengirim langsung 10 nama hasil
seleksi pansel ke DPR.
Padahal rakyat berharap ada nama baru dan pencoretan beberapa nama
dari 10 capim terpilih. Jadi, Presiden bakal kena getah sikapnya sendiri
karena bakal makin banyak uang APBN ditilep pejabat lantaran KPK sudah
ompong dan pemimp i n nya tidak berintegritas. Imbasnya, program-program
yang dicanangkan tidak berjalan baik.
Pancasila
Indonesia mungkin belum sejahtera, akan tetapi beruntung karena
memiliki Pancasila. Dasar Negara ini menjadi perekat persatuan dan
kesatuan bangsa, apa pun kondisinya. Fungsi utama Pancasila adalah alat
pemersatu warga. Rakyat boleh berbeda agama, suku, etnis, atau jumlah
harta, tetapi semua dapat direkatkan oleh Pancasila.
Nilai- nilainya menjadi pegangan bermasyarakat dan bernegara. Sayang,
sebagian kecil bangsa mulai ada yang meragukan fungsi dan isi
Pancasila. Padahal fungsinya begitu penting karena menjadi pemersatu
bangsa dari waktu ke waktu. Sementara itu, isinya menjadi pegangan dalam
bermasyarakat dan bernegara.
Pancasila sudah terbukti sakti karena digoyang terus, namun tetap
utuh. Tak ada yang mampu meruntuhkan Pancasila. Seluruh bangsa harus
menjaga Pancasila sebagai benteng terakhir persatuan dan kesatuan.
Mulai sekarang, marilah menjunjung tinggi semangat persatuan dan
kesatuan supaya negara ini tetap utuh, damai dan bersatu. Semangat
nasionalisme harus terus digelorakan guna meraih cita-cita bangsa yang
maju dan sejahtera sebagaimana diinginkan para pendiri bangsa.
Maka, segala bentuk aksi yang merongrong NKRI harus dihadapi bersama.
Jangan sampai ada satu pun warga yang ingin membawa sebagian wilayah
terlepas dari Indonesia. Di sisi lain, pemerintah harus terus membangun
pusatpusat pertumbuhan di desa, perbatasan, pulau terluar dan
tempat-tempat terpencil lain.
Negara harus hadir di sana dengan membangun perekonomian. Jangan
sampai ada wilayah merasa ditinggalkan negara. Dengan pembangunan
perdesaan, ekonomi rakyat bawah bakal terangkat. Ada 1.734 desa wisata.
Ini harus dioptimalkan agar menjadi pengundang wisatawan. Target 10.000
desa wisata harus benarbenar diwujudkan.
Sebab sekarang ini wisata sebagai “jalan tol” menggerakkan ekonomi
rakyat terpencil sekalipun. Banyak tempat semula sepi, begitu dibuat
destinasi wisata dan masuk ke media sosial, wisatawan langsung
berbondong- bondong. Inilah “jalan tol” menggerakkan ekonomi perdesaan.
Rakyata sejahtera, negara terjaga.
Yualini Dwi Cahyani Akademisi UI Kebijakan Publik
0 comments:
Post a Comment