LEBAK KONTAK BANTEN Wakil Bupati Lebak Amir Hamzah mengungkapkan bahwa 37 persen luas wilayah Kabupaten Lebak merupakan wilayah yang dikuasai perusahaan negara hingga wilayah konservasi. Sehingga menurutnya, masyarakat di Bumi Multatuli sulit terlepas dari kemiskinan.
Selain itu, Amir juga menyebut bahwa Kecamatan Rangkasbitung merupakan satu-satunya ibu kota di Provinsi Banten yang memiliki kawasan perkebunan. “Lebak memang sangat luas, tapi sekitar 37 persenya merupakan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Perusahaan Umum Kehutanan Negara, hingga taman nasional,” ungkap Amir, belum lama ini.
Menurut Amir, kondisi tersebut menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap sulitnya masyarakat Kabupaten Lebak terlepas dari kemiskinan. Amir menjelaskan, jerat kemiskinan masyarakat Lebak dengan keberadaan perusahaan negara tersebut dicontohkan melalui kepemilikan lahan.
Dalam hal ini, warga yang tinggal atau yang mengelola lahan dua perusahaan tersebut tidak boleh mengklaim status kepemilikan. Belum lagi, fenomena itu memunculkan persoalan administratif ketika pemerintah hendak memberikan bantuan, berupa pembangunan rumah layak bagi warga yang tinggal di atas tanah PTPN maupun Perhutani.
Amir menyebut sebanyak 5.698 keluarga dikategorikan miskin ekstrem atau masuk dalam kelompok Desil terendah. Sementara jumlah penduduk miskin Lebak sebanyak 111 ribu jiwa. “Banyak warga miskin kita yang tidak mampu punya tanah. Mereka mau bikin sertipikat juga tidak bisa, karena tanah ini milik perusahaan negara tersebut. Belum lagi, banyak fasilitas kita yang juga berdiri di atas lahan Perhutani, ada SD hingga kantor desa,” paparnya.
Amir juga menyebut bahwa keberadaan kawasan PTPN dan Perhutani di wilayah Kecamatan Rangkasbitung melanggar aturan RTRW Kabupaten Lebak. Kata dia, wilayah Rangkasbitung tidak boleh digunakan sebagai kawasan perkebunan seperti yang menjadi core bisnis dari dua perusahaan tersebut.
Amir juga turut menyinggung upah harian pekerja di sawit di PTPN yang sangat rendah jika dibandingkan dengan Malaysia. Di Lebak khususnya, pekerja harian sawit hanya diupah sekitar Rp 20 sampai dengan 40 ribu perhari. Sementara perkebunan sawit di Malaysia, pekerja bisa mendapatkan upah hingga Rp 5 sampai 8 juta.
“Padahal sama-sama sawit. Ini masalah kita. Dari zaman Belanda mereka keenakan. Jika dibiarkan terus PTPN dan Perhutani tidak mengubah gaya manajemennya, baik gubernunya ganti siapapun, kemiskinan di Lebak dan Pandeglang akan tetap sulit dihilangkan,” ucapnya.
Untuk itu, Amir meminta agar PTPN mengubah core bisnisnya. Menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Lebak, seperti industri pariwisata atau jasa. Dalam waktu dekat, Amir menyebut pihaknya akan melakukan pembahasan dengan PTPN dan Perhutani secara langsung.
“Kita berjuang untuk mereka yang enggak bisa buat sertipikat karena tanahnya punya Perhutani. Tapi alhamdulillah kemarin biaya penataan batas dibiayai APBN tinggal kita biaya sertipikasinya. Jadi nanti arga yang ada di Perhutani bisa terkurangi kemiskinannya,” imbuhnya.
0 comments:
Post a Comment