JAKARTA KONTAK BANTEN Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan organisasi mahasiswa, termasuk Aliansi BEM SI Kerakyatan, mendesak DPR RI membentuk tim investigasi independen untuk menelisik dugaan kekerasan terhadap massa aksi yang berlangsung sejak 25–31 Agustus 2025, sekaligus menyuarakan kritik terhadap tunjangan fantastis anggota Dewan.
Desakan ini disampaikan dalam pertemuan dengan pimpinan DPR RI di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Rabu (3/9/2025). Pertemuan dihadiri tiga Wakil Ketua DPR RI, yakni Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Cucun Ahmad Syamsurijal (PKB), dan Saan Mustopa (Nasdem).
“Ini kami diberi tahu bahwa teman-teman, adik-adik sekalian datang untuk menyampaikan aspirasi,” ucap Dasco membuka pertemuan. “Mudah-mudahan nanti dalam dialog, diskusi ini banyak hal yang bisa kita pecahkan secara bersama-sama dan sebagainya,” ujar Saan Mustopa menambahkan.
Mahasiswa hadir mengenakan almamater masing-masing, dan satu mikrofon disiapkan di tengah ruangan untuk penyampaian aspirasi bergiliran, memberi kesempatan semua peserta didengar. Perwakilan mahasiswa yang hadir antara lain berasal dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Trisakti, Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU), Universitas Veteran Jakarta, dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Masing-masing perwakilan mahasiswa itu menyampaikan beragam tuntutan yang telah dihimpun. Termasuk mengingatkan bahwa saat ini ada 17+8 tuntutan rakyat yang sudah banyak disuarakan melalui media sosial.
Ketua BEM Universitas Indonesia, Agus Setiawan, menyoroti tuntutan pembentukan tim investigasi independen untuk mengusut tuntas dugaan kekerasan terhadap demonstran dan kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob.
“Kami ingin ada pembentukan Tim Investigasi yang independen untuk mengusut tuntas berbagai kekerasan yang terjadi sepanjang bulan Agustus ini,” ujar Agus.
Tim investigasi juga dinilai perlu menelisik dugaan makar dalam aksi demonstrasi sebelumnya, termasuk pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang dinilai merugikan gerakan mahasiswa. Menurut Agus, selama ini aksi mahasiswa sering dikaitkan isu makar, sehingga kebebasan menyampaikan pendapat menjadi terhambat.
“Pun juga dengan dugaan makar yang keluar dari mulut Bapak Presiden. Kami ingin tim investigasi ini mengusut tuntas semuanya sehingga apa yang disampaikan Bapak Presiden dapat dibuktikan. Karena kami dari gerakan merasa dirugikan dengan statement tersebut,” imbuhnya.
Selain itu, mahasiswa menyoroti tunjangan anggota DPR RI yang dinilai fantastis, yang memperlebar jarak antara parlemen dengan masyarakat yang tengah berjuang menghadapi tekanan harga kebutuhan pokok. Tidak menunjukkan empati terhadap kesulitan ekonomi rakyat.
“Ada wakil rakyat yang justru tunjangannya dinaikkan, simbolisasi joget-joget. Bapak-bapak/Ibu seakan-akan melupakan kami yang seharusnya diwakilkan setiap pertemuan rapatnya,” kata perwakilan mahasiswa.
Selain itu, berbagai organisasi mahasiswa itu juga kompak menyampaikan salah satu tuntutan yang sama, yakni mendesak DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Isu besar seperti investigasi kekerasan, dugaan makar, kematian Affan Kurniawan, dan tunjangan anggota DPR dibahas secara rinci, mencerminkan upaya mahasiswa untuk memastikan suara mereka didengar.
Secara terpisah, tiga anggota DPR RI, Andre Rosiade (Gerindra), Daniel Johan (PKB), dan Kawendra Lukistian (Gerindra), menerima perwakilan massa aksi dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Ruang Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, juga pada Rabu (3/9/2025).
0 comments:
Post a Comment