JAKARTA KONTAK BANTEN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 disarankan dievaluasi agar target penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) lebih produktif.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Ledia Hanifa Amaliah mencatat, masih ada 27 RUU yang masih di tahap penyusunan, padahal 2025 tinggal beberapa bulan. Selain itu, ada beberapa RUU yang sudah masuk kategori carry over dari periode sebelumnya, namun belum juga dibahas.
“Bahkan ada RUU yang sudah selesai di Baleg, seperti RUU Koperasi dan Statistik, tapi belum juga diparipurnakan menjadi inisiatif DPR,” ungkap Ledia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Ledia menilai, kondisi tersebut menunjukkan perlu evaluasi bersama untuk melihat persoalan mendasar yang menghambat produktivitas legislasi. Selain itu, sejumlah RUU penting mesti dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2025. “Seperti RUU Perampasan Aset, RUU Kamar Dagang dan Industri, serta RUU tentang Kawasan Industri,” kata anggota Fraksi PKS itu.
Dia juga menyoroti urgensi RUU terkait pekerja berbasis platform digital seperti ojek online. RUU ini sangat relevan dengan perkembangan ketenagakerjaan tapi jangan sampai tumpang tindih dengan RUU Ketenagakerjaan yang tengah disusun Komisi IX. “Sinergi sangat penting agar hasil regulasi tidak kontradiktif,” tambahnya.
Ledia meminta DPR dan Pemerintah melakukan pemetaan ulang terhadap 27 RUU yang masih dalam tahap penyusunan. Jika ada RUU yang sulit diselesaikan tahun ini, sebaiknya dialihkan ke Prolegnas 2026 dengan catatan telah memenuhi syarat, yakni memiliki draf dan naskah akademik.
Selain itu, Fraksi PKS juga menekankan pentingnya membahas RUU Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di awal 2026, karena dinilai sangat strategis dalam memperkuat perekonomian daerah. “Dengan evaluasi ini, kita berharap Prolegnas bisa lebih produktif, tepat sasaran, dan menjawab kebutuhan hukum masyarakat,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Baleg Bob Hasan menjelaskan, evaluasi terhadap Prolegnas bisa dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan Prolegnas. Dalam aturan itu disebut, evaluasi dilakukan secara berkala untuk menilai efektivitas dan relevansi Prolegnas terhadap kebutuhan hukum masyarakat.
Bob menjelaskan, pada tahun 2025 terdapat 42 revisi dan RUU prioritas. Dari jumlah itu, 33 RUU disiapkan oleh DPR, delapan RUU oleh Pemerintah, dan satu RUU oleh DPD. Dari 33 RUU DPR, lima di antaranya sudah masuk tahap pembahasan tingkat satu.
Dari 33 RUU prioritas DPR, pertama, satu RUU telah disahkan menjadi UU. Kedua, lima RUU sedang dibahas di tahap satu. Ketiga, tiga RUU akan masuk tahap satu atau menunggu penugasan satu RUU,” jelas Bob.
Sebanyak 25 RUU saat ini sedang disusun di komisi, Baleg, atau oleh anggota DPR. “Dari jumlah itu, dua RUU sudah selesai dan menunggu paripurna untuk menjadi usul inisiatif DPR. Jadi, total ada 33 RUU prioritas DPR ditambah 12 RUU kumulatif terbuka,” tambahnya.
Terkait RUU Perampasan Aset yang dinilai mendesak oleh masyarakat, Bob menyebut, RUU tersebut diusulkan menjadi inisiatif DPR. Sebelumnya, RUU ini tercatat dalam Prolegnas Jangka Menengah 2024-2029 sebagai usulan Pemerintah. “Jadi perampasan aset tidak ada lagi perdebatan di Pemerintah atau apa, tapi di DPR. Dan itu masuk ke 2025,” jelas Politikus Partai Gerindra itu.
Selain itu, Baleg mengusulkan agar RUU tentang Kamar Dagang Industri dan RUU Kawasan Industri juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. Untuk Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029, Baleg telah menerima sepuluh usulan RUU.
Di antaranya RUU Kawasan Industri, RUU tentang Kamar Dagang Industri, RUU Transportasi Online, RUU Patriot Bond, RUU Polri, RUU Perlindungan Data Pribadi,” terangnya.
Selain itu, ada RUU Satu Data Indonesia, RUU tentang Pekerja Lepas Indonesia, RUU tentang Pekerja Platform Indonesia, dan RUU Badan
0 comments:
Post a Comment