Formappi: Penghasilan DPR Rp 65,5 Juta Masih Kegedean
JAKARTA KONTAK BANTEN Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) telah memangkas take home pay (THP) anggota Dewan dari sekitar Rp 230 juta menjadi Rp 65,5 juta perbulan setelah didemonstrasi, yang berbuntut amuk massa dan penjarahan.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, besaran take home pay Anggota DPR, meskipun sudah pangkas, masih terlalu besar. Sebelum dipangkas, penghasilan anggota Dewan sebesar Rp 230 juta, dan kini menjadi Rp 65,5 juta perbulan.
"Masih terlalu besar. Jenis tunjangan harus benar-benar dievaluasi manfaatnya," tegas Lucius di Jakarta, Sabtu (6/9/2025).
Pasca di demonstrasi yang telah menghilangkan nyawa dan berbuntut amuk masa dan penjarahan, DPR menghapus berbagai tunjangan. Yaitu, tunjangan perumahan, biaya langganan, daya listrik, jasa telepon, biaya komunikasi intensif, dan biaya tunjangan transportasi.
"Pemangkasan ini masih belum maksimal," katanya.
Lucius berharap, pemangkasan penghasilan Anggota Dewan sekarang ini sebagai respons awal untuk pembenahan menyeluruh untuk jenis dan nominal tunjangan yang diterima wakil rakyat. Dia mengatakan, tunjangan yang perlu dievaluasi kembali adalah tunjangan komunikasi intensif sebesar Rp 20 juta per bulan.
Padahal, eksekusi tunjangan ini tidak jelas. Karena banyak pihak yang merasa DPR selama ini tidak cukup aspiratif," katanya.
Belum lagi, kata Lucius, tunjangan jabatan dan tunjangan kehormatan bernilai fantastis dan masih diterima anggota DPR. Yaitu, sebesar Rp 9,7 juta untuk tunjangan jabatan, dan Rp 7,1 juta untuk tunjangan kehormatan.
Lucius melanjutkan, ada pula tunjangan-tunjangan lain yang maknanya sama. Yaitu, tunjangan peningkatan fungsi dan honorarium kegiatan. Dia mengatakan, tunjangan fungsi Dewan dibikin seolah-olah menjadi hal yang berbeda.
Kan bisa terlihat kalau jenis atau item tunjangan ini menjadi semacam strategi untuk bisa menambah pundi-pundi saja," geregetnya.
Tidak berhenti di situ, Lucius juga mengatakan, DPR masih memiliki tunjangan reses, tunjangan aspirasi, rumah aspirasi, dan lain-lain. Tunjangan reses, lanjut Lucius, memang tidak diberikan setiap bulan.
"Tapi, jumlahnya cukup besar tiap Anggota Dewan, melalui masa reses dan harus kunjungan ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing," ujarnya.
Lucius menekankan, kunjungan seorang anggota ke dapil mencapai 12 kali kunjungan yang dibagi menjadi 3 klaster. Yakni, kunjungan pada masa reses sebanyak 5 kali, kunjungan pada masa sidang dan atau masa reses sebanyak 1 kali setahun selama 5 hari, serta kunjungan di luar masa reses dan di luar masa sidang sebanyak 6 kali setahun.
“Kalau ditotalin jumlahnya menjadi 12 kali. Itu artinya tunjangan reses dan kunker ke dapil sama saja dengan tunjangan-tunjangan bulanan lain itu," jelasnya.
Lucius menyarankan agar DPR melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tunjangan yang diterima. Dia khawatir, DPR hanya mengakali bahwa tunjangan-tunjangan tersebut tidak masuk dalam bagian THP.
Dari kegiatan kunker dengan ragam jenisnya itu, pundi-pundi pendapatan anggota bisa jadi masih cukup banyak. Mestinya pimpinan DPR sekaligus menjelaskan soal varian kunker-kunker ini beserta klasifikasi tunjangannya masing-masing," tegasnya.
Sebelumnya, DPR mengumumkan take home pay anggota Dewan saat ini sebesar Rp 65 juta per bulan, setelah tunjangan perumahan hingga tunjangan lainnya dipangkas. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, keputusan itu dibuat setelah pimpinan parlemen melakukan rapat konsultasi dengan fraksi-fraksi partai politik pada Kamis (4/9/2025) lalu.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis rata-rata gaji bersih anggota DPR sebelum demonstrasi berpotensi menerima Rp 2,8 miliar per tahun, atau Rp 230 juta per bulan.
Ini, kan, tentunya jauh di atas rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia secara umum,” ucap Peneliti Sekretariat Nasional Fitra, Bernard Allvitro saat diskusi daring (24/8/2025).
Kala itu, Bernard menyoroti tunjangan rumah bagi anggota DPR yang ramai dibicarakan. Dengan angka yang mencapai Rp 50 juta per bulan untuk setiap anggota, Fitra menilai, alokasi anggaran ini tidak mencerminkan sense of crisis.
Saat ini, tunjangan rumah yang membuat sejumlah anggota DPR dinonaktifkan, telah dihapus. Partai NasDem telah menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Partai Amanat Nasional (PAN) teleh menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya.
Sementara PDIP hanya meminta maaf atas tingkah kadernya dan tidak menonaktifkan kadernya yang dinilai juga termasuk pemicu demonstrasi yang berbuntut amuk massa dan penjarahan.
0 comments:
Post a Comment