BANTEN KONTAK BANTEN – Ratusan aktivis dari berbagai kampus dan organisasi turun ke jalan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-25 Provinsi Banten, Sabtu (4/10/2025).
Berdasarkan pantauan, unjukrasa dipusatkan di depan Gedung DPRD Provinsi Banten. Massa juga menagih janji pemerintah terkait pembangunan yang dinilai belum juga terwujud setelah dua dekade lebih provinsi Banten berdiri.
Merujuk data BPS Provinsi Banten, pada Maret 2025 penduduk miskin tercatat mencapai 5,63 persen atau sekitar 772.780 orang.
Meski turun tipis 0,07 poin dibanding September 2024, kata Bonsu, penurunan itu dinilai tak sebanding dengan meningkatnya biaya hidup.
Ia pun menyoroti garis kemiskinan kini berada di angka Rp684.232 per kapita per bulan, dengan rata-rata 5,22 orang per rumah tangga di Banten masih miskin.
Lebih jauh, ia juga menyoroti pengangguran dan pendidikan masih menjadi luka lama. Dengan situasi kini pada sistem ketenagakerjaan yang ia sebut belum menggembirakan.
Ia pun menilik tingkat pengangguran terbuka (TPT) periode Februari 2025, angka itu mencatat sebanyak 6,64 persen, turun dari 7,02 persen pada tahun sebelumnya.
Namun, kata dia, angka itu masih lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang hanya 4,82 persen. Dari total sekitar 412.710 penganggur, sebagian besar adalah lulusan SMA dan perguruan tinggi.Masalahnya bukan sekadar kurang lapangan kerja, tapi masih kuatnya nepotisme dalam birokrasi dan proyek, yang membuat kesempatan kerja tidak adil,” ucapnya.
Selain itu, ia menilai, sektor pendidikan juga masih banyaknya anak dari keluarga miskin yang gagal melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya dan fasilitas yang tak mumpuni.
Sementara itu, Bonsu menyebut guru honorer yang puluhan tahun mengajar banyak yang belum juga mendapat kepastian status hingga saat ini.
“Ini bukti lemahnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan sumber daya manusia. Padahal pendidikan adalah jalan utama keluar dari kemiskinan,” paparnya.
Kemudian, Mahasiswa juga menyoroti sektor kesehatan yang dianggap belum merata. Fasilitas di wilayah pelosok dinilai jauh tertinggal dibanding perkotaan.
“Warga di daerah terpencil masih harus menempuh jarak jauh hanya untuk layanan dasar,” ucapnya.
Kesenjangan juga tampak di sektor infrastruktur, Bonsu menyebut meski pembangunan besar terjadi di kawasan industri, desa-desa di pedalaman masih bergelut dengan jalan rusak sepanjang lebih dari 1.200 kilometer (Dinas PUPR Banten, 2024), keterbatasan air bersih, dan minimnya transportasi publik“Sebanyak 17,41 persen rumah tangga di Banten belum memiliki akses air minum layak (BPS, 2024). Pembangunan infrastruktur masih lebih berpihak pada kepentingan investasi ketimbang kebutuhan rakyat sehari-hari,” katanya.
Tak luput, mereka juga menilik korupsi pada sektor birokrasi tertutup dan Konflik Agraria, Dalam orasinya, mahasiswa juga menuding korupsi sebagai penyakit kronis di tubuh Pemprov Banten.
“Sejak Banten berdiri, kasus korupsi seolah menjadi tradisi,” tukasnya.Menurut ICW, Banten masuk sepuluh besar daerah dengan kasus korupsi
tertinggi di Indonesia. Mulai dari mantan gubernur, wali kota, hingga
pejabat OPD pernah ditangkap KPK
Padahal, APBD Banten 2025 mencapai Rp15,48 triliun, tetapi rakyat miskin masih harus hidup dengan pengeluaran kurang dari Rp23 ribu per hari.
“Reformasi birokrasi yang dijanjikan belum terwujud. Birokrasi masih lamban, penuh kolusi dan nepotisme, serta tidak transparan,” tambahnya.
Dengan demikian, keterbukaan informasi publik pun dianggap minim, tak sedikit data anggaran, rencana pembangunan, dan proyek daerah sulit diakses oleh masyarakatSementara itu, konflik agraria pun hilir mudik terjadi akibat klaim sepihak atas nama investasi negara atau daerah, hal itu tentu membuat banyak warga kehilangan lahan tanpa penyelesaian yang adil dan merata.
Lebih dalam, mahasiswa juga menyoroti sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) di Banten yang dinilai lebih banyak membawa penderitaan ketimbang manfaat bagi masyarakat bangten.
“Penggusuran, pencemaran lingkungan, dan hilangnya lahan produktif menjadi beban rakyat, sementara keuntungannya jatuh ke korporasi besar,” ungkapanya.
Dengan demikian, dalam pernyataan sikapnya, massa aksi menegaskan sejumlah tuntutan seperti transparansinya dan akuntabilitasnya APBD Banten dengan Seluruh penggunaan anggaran harus dipublikasikan secara terbuka dan diawasi oleh publikDengan reformasi birokrasi, kata mahasiswa, pemerintah provinsi harus membangun birokrasi yang bersih dari kolusi dan nepotisme, serta melayani dengan cepat, murah dan transparan bagi seluruh masyarakat, serta penanggulangan kemiskinan.
Pemerintah diminta segera memperluas akses bantuan sosial yang tepat sasaran dan memberdayakan ekonomi masyarakat kecil di Provinsi Banten.
“Seperempat abad perjalanan Banten seharusnya menjadi momentum untuk menghadirkan keadilan yang benar-benar dirasakan rakyat, bukan sekadar perayaan administratif saja,” tutupnya
0 comments:
Post a Comment