Friday, 24 October 2025

Kotak Pasir Fiskal dan Transfer Komunitas di Tengah Pemangkasan Anggaran

 

KEPUTUSAN pemerintah untuk memangkas transfer ke daerah (TKD) dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dari Rp 919 triliun (US$56 miliar) menjadi Rp 693 triliun mengejutkan banyak pihak. Meskipun kemudian dikembalikan Rp 43 triliun setelah adanya protes dari para kepala daerah, pengurangan hampir seperempat itu tetap menjadi tantangan besar. Bagi daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang rendah, TKD bukan sekadar dana tambahan, melainkan urat nadi sistem fiskal. Dana ini membiayai gaji pegawai negeri sipil, tunjangan guru, layanan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur dasar. Karena itu, pemangkasan drastis tanpa masa transisi justru melemahkan fondasi otonomi daerah.

Alasan pemerintah adalah efisiensi fiskal dan upaya menekan penumpukan dana menganggur di kas daerah. Meskipun penyaluran TKD 2023 mencapai Rp 644,9 triliun hingga September 2025, saldo menganggur di rekening umum kas daerah masih mencapai Rp 233,1 triliun.

Data tersebut menegaskan bahwa beberapa daerah memang kesulitan dalam penyerapan anggaran. Namun, mengatasi masalah ini dengan cara yang salah—ketika inefisiensi justru menjadi sebab sekaligus akibat -adalah keliru; seperti mengamputasi kaki hanya karena sepatu terasa sempit.

Richard Bird dan Christine Wallich dalam tulisannya “Fiscal decentralization and intergovernmental relations: toward a systematic framework of analysis” (Bank Dunia, 1993), menekankan bahwa desentralisasi fiskal hanya akan efektif bila kapasitas dan sumber daya administrasi daerah cukup kuat. Jika tidak, otonomi justru menjadi beban.

Indonesia saat ini sedang berada dalam masa transisi menuju kemandirian fiskal, dan kebijakan pemangkasan yang tiba-tiba ini menjadi ujian prematur.

Ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer dari pemerintah pusat terlalu besar untuk dihentikan secara tiba-tiba. Data dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menunjukkan bahwa sekitar 70 persen dari 514 kabupaten dan kota masih bergantung pada transfer pusat untuk membayar gaji pegawai, mempertahankan layanan dasar, dan menyelesaikan proyek daerah.

Secara nasional, PAD hanya menyumbang sekitar 29 persen dari total pendapatan daerah, sementara TKD mencapai 64 persen. Di banyak wilayah terpencil, ketergantungan ini bahkan melebihi 80 persen. Artinya, pemangkasan TKD hampir 30 persen otomatis akan melumpuhkan kapasitas fiskal daerah-daerah tersebut.

Meskipun pemotongan TKD mungkin tampak logis di atas kertas, kebijakan ini sulit diterapkan di lapangan. Banyak daerah belum memiliki sumber daya manusia, kerangka regulasi, maupun ekosistem yang memadai untuk melaksanakan solusi “pembiayaan kreatif” seperti yang diusulkan Kementerian Keuangan, misalnya kerja sama publik-swasta.

Tanpa adanya fase transisi yang krusial, kebijakan ini berisiko melumpuhkan fungsi dasar pemerintahan—mulai dari pembayaran gaji pegawai negeri, tunjangan guru, hingga pemeliharaan jalan di desa. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya melihat kebijakan ini bukan sekadar sebagai langkah penghematan, tetapi sebagai peluang untuk melakukan inovasi fiskal.

Dua pendekatan baru menawarkan kombinasi yang layak dipertimbangkan: kotak pasir fiskal (fiscal sandbox) dan transfer berbasis komunitas.


Kotak pasir fiskal akan menetapkan beberapa daerah terpilih sebagai laboratorium kebijakan untuk menguji model-model baru desentralisasi fiskal. Pemerintah pusat akan menerapkan pengurangan dana secara bertahap, memberikan fleksibilitas regulasi, dan menyediakan pendampingan teknis intensif dari Kementerian Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta kalangan akademisi. Ini sejalan dengan model regulatory sandbox di sektor keuangan digital, yang meminimalkan risiko sekaligus memaksimalkan ruang untuk eksperimen.

Model semacam itu memungkinkan pemerintah menilai secara langsung kemampuan daerah beradaptasi -khususnya dalam meningkatkan PAD, menekan inefisiensi belanja, dan memanfaatkan kemitraan publik -swasta- tanpa mengacaukan stabilitas keuangan daerah. Keuntungan utamanya adalah kegagalan dapat dikendalikan dan diukur.

Dengan cara ini, pemerintah bisa menghindari risiko sistemik nasional akibat pelaksanaan uji coba serentak di lebih dari 500 daerah otonom. Daerah-daerah yang paling bergantung pada TKD sebaiknya diprioritaskan dalam uji coba ini, dengan mekanisme evaluasi berbasis data dan partisipasi publik.

Secara historis, TKD disalurkan secara vertikal -dari pemerintah pusat langsung ke tingkat desa. Akibatnya, setiap guncangan terhadap keuangan daerah langsung berdampak pada masyarakat akar rumput. Karena itu, skema baru dapat diuji melalui transfer berbasis komunitas, yaitu dengan mengalokasikan sebagian TKD langsung kepada kelompok masyarakat, koperasi, atau lembaga desa melalui sistem proposal terbuka.

Komunitas-komunitas ini dapat mengajukan proyek-proyek mikro melalui platform digital yang diverifikasi pemerintah -seperti proyek irigasi kecil, sanitasi, atau inisiatif ekonomi lokal. Mekanisme ini dapat memperkuat partisipasi publik dan akuntabilitas, sekaligus menjadi jaring pengaman ketika anggaran resmi daerah mengalami keterlambatan atau kekurangan.

Program lintas kementerian yang sudah ada, seperti Regional Village Rural Cooperatives (KMD), bisa menjadi model awal, dengan potensi alokasi 5-10 persen dari TKD kabupaten untuk inisiatif berbasis komunitas. Pendekatan ini secara mendasar mendefinisikan ulang desentralisasi -menggeser fokus dari transfer pusat-ke-daerah menjadi pemberdayaan negara-ke-warga (state-to-citizen empowerment).

Untuk mewujudkan visi ini, diperlukan langkah konkret. Pertama, pemotongan harus dilakukan secara bertahap -tidak lebih dari 25 persen per tahun dan hanya 10–15 persen per semester.

Kedua, pendampingan intensif sangat penting, dengan membentuk satuan tugas teknis gabungan antar kementerian dan universitas.

Ketiga, perlu ada skema insentif yang memberi penghargaan kepada daerah-daerah yang berhasil meningkatkan PAD atau mempercepat penyerapan anggaran dengan tambahan dana fleksibel.

Keempat, alokasi berbasis komunitas harus memprioritaskan penerima transfer langsung dengan menggunakan data kemiskinan dan metrik partisipasi desa.

Terakhir, transparansi digital wajib diterapkan. Semua realisasi belanja dari skema kotak pasir dan transfer komunitas harus dipublikasikan di dasbor terbuka yang dapat diakses publik.

Sebagaimana diamanatkan oleh gerakan reformasi 1998, desentralisasi menuntut pembagian tanggung jawab dan kapasitas—bukan sekadar distribusi uang. Pemangkasan TKD sebenarnya menawarkan momen penting untuk koreksi, asalkan tidak diberlakukan secara sepihak oleh pemerintah pusat.

Dengan menerapkan model kotak pasir fiskal dan transfer komunitas, pemerintah dapat memanfaatkan krisis ini sebagai laboratorium kebijakan yang produktif. Ini adalah langkah untuk memperbaiki kontrak fiskal antara pusat dan daerah, menjadikan sistem lebih adaptif, partisipatif, dan benar-benar berorientasi pada warga negara.

Jika kebijakan ini dijalankan berdasarkan prinsip belajar, bukan sekadar menerima, desentralisasi fiskal Indonesia pada akhirnya dapat mencapai tingkat kematangan yang lebih tinggi.

Gde Siriana Yusuf
(Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS) dan kandidat doktor Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran)

Catatan: artikel ini telah tayang di The Jakarta Post edisi 20 Oktober 2025 dengan judul "Fiscal Sandbox and Community Transfers Amid Cuts".


Share:

0 comments:

Post a Comment

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI BANTEN

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI BANTEN

Energi Untuk Masa Depan Bangsa

Energi Untuk Masa Depan Bangsa

CREW KORAN KONTAK BANTEN

CREW KORAN KONTAK BANTEN

KEMENTRIAN DALAM NEGERI RI

KEMENTRIAN DALAM NEGERI RI

DPRD KAB TANGERANG HUT TANGERANG

DPRD KAB TANGERANG HUT TANGERANG

BERBUAT BAIKLAH SESUNGUHNYA UNTUK DIRI KITA

BERBUAT BAIKLAH SESUNGUHNYA UNTUK DIRI KITA

Silakan Klik Kerja sama Publikasi

MOTO KAMI


Cermat Cerdas Tepat Dalam Informasi Menjadi Media Inpendent Berita Tanpa Intervensi

Unsur Pimpinan DPR RI 2024 2029

PT KONTAK MEDIA PERSADA GROUP KLIK

Aku Tahu Apa Yang Kau Suka ?

Aku Tahu Apa Yang Kau Suka ?

Hidup Untuk Saling Melindungi Bukan Saling Melukai

Hidup Untuk Saling Melindungi Bukan Saling Melukai

BUMN PEDULI BANGSA

BUMN PEDULI BANGSA

Penawaran Kerja Sama

TV KONTAK BANTEN

KEMENTRIAN SEKRETARIS NEGARA

KEMENTRIAN SEKRETARIS NEGARA

Hari Amal Bhakti ke 78 Bakti Untuk Negeri

Hari Amal Bhakti ke 78 Bakti Untuk Negeri

FORUM UNIVERSITAS TRISAKTI

FORUM UNIVERSITAS TRISAKTI
Media yang kuat butuh rakyat yang terlibat, mengelola kebebasan dengan bertanggung jawab._ Najwa Shihab

SILAKAN PASANG IKLAN KLIK

IBU KOTA NUSANTARA

IBU KOTA NUSANTARA

KONTAK MEDIA GROUP

BACA BERITA BIKIN PAS DI HATI YA DI SINI !!

INFO CPNS DAN PPPK 2025 KLIK

PESAN MAKANAN ENGAK RIBET

MOTO KAMI


BERBUAT BAIK TERHADAP SESAMA SESUNGGUHNYA UNTUK KEBAIKAN DIRI KITA

KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM

KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM

INFO DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) RI

KEMENTRIAN BUMN

KEMENTRIAN BUMN

SELAMAT HARI ADIYAKSA KE 62

SELAMAT HARI ADIYAKSA KE 62

Jadikan Kritik Masyarakat Sebagai INTROPEKSI

Jadikan Kritik Masyarakat Sebagai INTROPEKSI

ENERGI KOLOBORASI

ENERGI KOLOBORASI

Bergerak TAK TERBATAS

Bergerak TAK TERBATAS

KELUARGA BESAR KEJAKSAAN RI

KELUARGA BESAR KEJAKSAAN RI

SENYUM ADALAH IBADAH

SENYUM ADALAH IBADAH

SELAMAT DAN SUKSES

SELAMAT DAN SUKSES

Bergerak Tumbuh Bersama

Bergerak Tumbuh Bersama

SELALU BERBUAT UNTUK BANGSA

AWAS BAHAYA LATEN KORUPSI

AWAS BAHAYA LATEN KORUPSI

Kata Motifasi Koran Kontak Banten

Kata Motifasi Koran Kontak Banten

Mau Kirim Tulisan Artikel Klik aja

MOTO KAMI


Sekecil APAPUN Yang Anda Perbuat Akan Menjadikan Cermin Kami untuk Maju

BARCODE INFO KERJA KLIK

Silakan Pesan Buku Catatan Kehidupan Ali

Berita Populer

INFO KPK

INFO KEJAKSAAN RI

Bergerak Kita Bangkit untuk Indonesia

Bergerak Kita Bangkit untuk Indonesia

BERIKAN SENYUM UNTUK MU INDONESIA

BERIKAN SENYUM UNTUK MU INDONESIA

BANGKIT LEBIH KUAT

BANGKIT LEBIH KUAT

AYO SELAMATKAN BUMI KITA

AYO SELAMATKAN BUMI KITA

PRAJA MUDA JIWA MUDA

PRAJA MUDA JIWA MUDA

Hati Nurani Tidak Ada Dalam Buku Tapi Ada di Hati

Hati Nurani Tidak Ada Dalam Buku Tapi Ada di Hati

BERGERAK DAN BERGERAK

Seputar Parlemen

INFO KPK JAKARTA

INFO ICW NASIONAL KLIK

Salam Damai Untuk Indonesia

Layanan Kota Tangerang Selatan BPHTB

Kementrian

Susunan Redaksi

Kementrian PU

Support