SERANG KONTAK BANTEN Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Banten, akan konsen pada persoalan pemerataan sebaran dokter spesialis yang saat ini masih terjadi ketimpangan. Dari total 13.000 dokter yang ada, 80 persennya melakukan praktek di wilayah Tangerang Raya, sementara daerah lainnya masih mengalami kekurangan yang cukup besar.
Ketua IDI Provinsi Banten Muhammad Rifky, seusai pelantikan pengurus IDI Wilayah Banten Masa Bakti 2025–2028 di Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kota Serang, Rabu (22/10/2025) mengatakan, IDI Provinsi Banten tiga tahun kedepan akan fokus dalam memajukan kesehatan di Provinsi Banten.
“Kita akan melakukan pemerataan sebaran dokter di seluruh wilayah, sehingga tidak numpuk di wilayah Tangerang Raya saja,” kata Rifky.
Rifky meyakini, rencana itu bisa dilaksanakan, apalagi di organisasi IDI ini juga di dalamnya terdiri dari 34 perhimpunan dokter spesialis yang masuk ke dalam kepengurusan.
“Para ketua forum dokter spesialis yang masuk ke IDI sudah berkomitmen untuk membantu dalam pengadaan para dokter spesialis di daerah-daerah yang kekurangan,” ujarnya.
Selain itu, Pemprov Banten juga sudah memberikan berbagai fasilitas kepada para dokter spesialis yang praktik di daerah. Sehingga pemerataan sebaran dokter spesialis itu seharusnya sudah tidak lagi menjadi persoalan.
“Tinggal bagaimana action-nya kita lakukan,” pungkasnya.
Diakui Rifky, saat ini jumlah dokter spesialis di Provinsi Banten memang masih kurang. Untuk mengejar itu, IDI bersama Pemprov Banten akan berkolaborasi untuk meningkatkan dokter umum menjadi dokter spesialis salah satunya melalui Fakultas Kedokteran (FK) Untirta Serang.
“Kalau kita bisa mengadakan pendidikan dokter spesialis sendiri, maka hasilnya akan lebih mudah untuk digerakkan untuk memenuhi kebutuhan daerah yang kurang,” jelasnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti mengatakan, ada dua skema yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis di Provinsi Banten, pertama melalui Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di kampus dan yang kedua melalui mekanisme Hospital-Based di beberapa RS yang mempunyai spesialisasi.
“Saat ini sudah ada lima kampus yang sedang mempersiapkan untuk membuka pembelajaran dokter spesialis,” ujarnya.
Diakui Ati, minimnya dokter spesialis itu terjadi di hampir seluruh daerah. Hal itu disebabkan karena beberapa factor, misalnya masa waktu pendidikannya yang cukup lama, seleksinya yang cukup ketat serta biayanya yang cukup mahal.
Untuk menjawab persoalan itu, maka Pemprov Banten memberikan opsi kedua melalui mekanisme pembelajaran Hospital-based di beberapa RS yang sudah dipersiapkan.
“Melalui mekanisme ini, pembelajarannya lebih banyak di RS. Dia belajar sambil praktek, sehingga tidak terlalu membebani karena selain bisa sambil bekerja dia juga kuliah spesialis,” jelasnya.
Program itu, kata Ati, mudah-mudahan bisa dilaksanakan di tahun 2026. Sehingga, dengan semakin cepat dilaksanakan, maka bisa lebih cepat pula pemenuhan dokter spesialis kita.
“Insya Allah tahun 2026 sudah bisa kita buka,” pungkasnya
0 comments:
Post a Comment