Magelang-Tindak kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar terus mendapat
kecaman, tidak hanya dari umat Islam, tetapi juga umat Buddha di Wihara
Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Pimpinan Wihara Mendut, Bante Sri Pannyavaro, bahkan menyatakan sikap
menolak kedatangan Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi, yang
dikabarkan akan datang ke Candi Borobudur, Candi Mendut, serta Wihara
Mendut yang letaknya berdekatan.
"Kami menolak kedatangannya (Aung San Suu Kyi) karena tidak
memperhatikan kejadian-kejadian yang ada di Myanmar. Mengapa saya harus
menolak, mengapa saya harus terima, tidak ada keharusan saya menerima,"
tuturnya seusai menerima audiensi Front Aliansi Umat Islam Bersatu
(FAUIB) di Wihara Mendut, Jumat (25/11/2016) sore.
Sri mengatakan, sikap penolakan ini sudah menjadi hukuman keras bagi
seorang umat Buddha. "Kalau dia akan beramal, berdharma, silakan. Tapi
kami tidak menerima. Ini sudah merupakan hukuman yang keras bagi seorang
umat," ucap dia.
Menurut Sri, aksi kejahatan kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya
di Myanmar dan negara bagian Rakhine bukan merupakan perbuatan sebagai
umat Buddha. Agama Buddha, sebut dia, mengajarkan welas asih (kasih sayang) kepada semua makhluk.
"Ajaran agama Buddha intinya adalah mencintai semua makhluk. Kalau
memang benar ada pembantaian, tidak bisa dikatakan lagi dia umat Buddha.
Mungkin hanya mengaku umat Buddha. Kami sangat mengecam keras hal itu,"
tandasnya.
"Saya baru melihat kekejaman mereka dari handphone. Saya lihat mereka bawa parang, bawa senjata, dan saya sampaikan bahwa mereka bukan biksu," tambahnya.
Dia menyebutkan, umat Buddha di Indonesia tidak memiliki hubungan
dengan umat Buddha yang ada di Myanmar. Pihaknya sudah menyampaikan
pernyataan tertulis dan tuntutan kepada kedutaan Myanmar di Indonesia
atas kejadian kekerasan itu, sejak tahun 2012 lalu.
Pernyataan sikap itu juga telah dikirim kembali tiga hari lalu.
Dalam pernyataan itu, pihaknya mendesak pemerintah Myanmar untuk
mengambil tindakan hukum pada pelaku secepat dan seadil mungkin,
mendesak pemerintah Myanmar bersama pemerintah lain di ASEAN untuk
mencari solusi bagi kaum Muslim Rohingya yang sudah turun-temurun
tinggal di Myanmar dengan memberikan jaminan tempat tinggal dan hidup
yang nyaman.
"Kami sangat berharap agar kejadian tersebut tidak lagi terjadi
karena bisa mengganggu hubungan negara dan hubungan antar-agama. Tidak
saja di Myanmar, tetapi juga negara lain di ASEAN," katanya.
Sementara itu, salah satu Presidium FAUIB Kabupaten Magelang, Anang
Imammudin, mengatakan bahwa kedatangan massa dari FAUIB ke Wihara Mendut
merupakan bentuk aksi damai, solidaritas, dan protes terhadap nasib
umat Islam yang ada di Myanmar.
"Yang bisa kami lakukan adalah mengklarifikasi hubungan umat Buddha
di Indonesia dan Myanmar, kemudian seperti apa sikapnya. Bagaimanapun,
ini adalah kejahatan kemanusiaan dan harus disikapi secara tegas baik di
tingkat lokal, nasional, maupun internasional," ujarnya.
0 comments:
Post a Comment