SERANG – Provinsi Banten masih menjadi zona merah
dalam hal integritas melawan korupsi. Hal itu terlihat dari rendahnya
posisi sistem pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi
(Pemprov) Banten dalam Indeks Penilaian Integritas 2017 yang dirilis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam rilis KPK, Banten menempati posisi tiga terendah atas sistem
pencegahan korupsi dengan 57,64 poin. Posisi Banten di atas Pemkot
Bengkulu dengan skor 58,58 dan Pemprov Papua sebesar 59,1.
“Saya melihat bahwa rilis KPK itu wajar dan rasional. Orang-orang
lama di Banten, itu masih bermain beberapa tender proyek APBD, dan fakta
di lapangan berkata seperti itu,” kata Direktur Eksekutif Aliansi
Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, Kamis (29/11/2018).
Uday melihat penilaian KPK terhadap sistem pencegahan korupsi di
Pemprov Banten merupakan hal yang wajar. Sebab kata dia, praktik-praktik
korupsi di Banten pada kenyataannya masih terus berjalan.
“Contohnya LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Itu kan sistem
yang dibangun untuk memudahkan proses lelang secara transparan. Tetapi
pada praktiknya, proyek-proyek yang ada itu ternyata sudah dibagi-bagi
jatahnya. Belum lagi, proyek itu maksimal hanya nyampe 45 persen saja
yang dikerjakan di lapangan,” ujarnya.
Berdasarkan data yang diperoleh, skor paling tinggi dalam Indeks
Penilaian Integritas 2017 yang dirilis KPK atas sistem pencegahan
korupsi diperoleh Pemkot Banda Aceh dengan 77,39, disusul Pemkab Bandung
77,15 dan Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan sebesar 76,54.
Selanjutnya, Kementerian Kesehatan sebesar 74,93, Pemkot Madiun
sebesar 74,15 dan Kementerian Perhubungan sebesar 73,4. Kemudian skor
terendah diraih terendah Pemprov Maluku Utara sebesar 55,29, Pemprov
Banten sebesar 57,64, Pemkot Bengkulu sebesar 58,58, Pemprov Papua Barat
sebesar 59,1 dan Pemprov Papua sekitar 52,91.
0 comments:
Post a Comment