JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menunda pengambilan
keputusan soal pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang
(OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019. KPU
belum bisa menindak lanjuti putusan lembaga peradilan yang ada sebab
masih menerima sejumlah masukan dari berbagai kalangan.
“Dalam proses pengambilan keputusan terhadap nasib OSO, kami
mempertimbangkan banyak hal. Selain harus mempertimbangkan putusan MK,
MA, dan PTUN terkait syarat pencalonan anggota DPD, KPU juga memikirkan
cara untuk menjalankan putusan tanpa menimbulkan persoalan baru,” tegas
Arief Budiman di kantornya, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Selasa
(27/11).
Arief memastikan, pihaknya akan melaksanakan semua putusan
pengadilan, termasuk PTUN terkait dengan gugatan OSO. Tetapi, KPU saat
ini tidak bisa sembarangan mengambil sikap, karena bila salah mengambil
langkah sedikit saja, keputusan KPU berpotensi disengketakan dan akan
berujung kalah lagi di pengadilan.
“Kami pastikan akan menjalankan putusan semua lembaga peradilan, baik itu MK, MA dan PTUN. Bagaimana melaksanakannya, nah ini yang kami sedang buat sebaik mungkin,” ujar Arief.
Arief menegaskan, dalam menyikapi putusan semua lembaga peradilan
nanti, KPU menjalankan prinsip kehati-hatian. Namun demikian,
kesepakatan KPU saat ini sudah mengarah ke salah satu opsi. KPU, kata
Arief, hanya perlu waktu untuk kembali meyakinkan keputusannya.
“Ya sekarang masih belum bisa kami beri kesimpulan karena ada
beberapa catatan, kalau begini dampaknya seperti apa, kalau timbul
sengketa lagi putusannya ini cukup kuat atau tidak,” tegas Arief.
Bersikap Negarawan
Di tempat yang sama, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Koalisi
Masyarakat Sipil, Perludem, Kode Inisiatif dan Formappi, menyarankan
KPU agar menyurati OSO dan meminta yang bersangkutan memberikan surat
pengunduran diri dari kepengurusan parpol.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari
mengatasan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 bersifat final dan mengikat
serta setara dengan undang-undang. “Jadi itu pilihan paling negarawan
bagi Pak OSO, ya agar beliau sendiri yang bergerak menyudahi kekisruhan
ini,” pintanya.
Direktur eksekutif Perludem Titi Angraini memberikan rekomendasi
yang sama. Titi berharap OSO mempunyai iktikad baik dengan menyerahkan
surat pengunduran diri dari pemimpin parpol. “Maka kami merekomendasikan
KPU bisa memasukkan OSO dalam DCT, (dengan syarat) hanya jika ada surat
pemberhentian sebagai pengurus parpol, itu yang kami usulkan,” kata
Titi.
Sebelumnya, PTUN membatalkan peraturan KPU yang tidak mencantumkan
OSO sebagai caleg DPD. Sedangkan putusan MA menyatakan peraturan
larangan pengurus parpol menjadi anggota DPD, baru dapat dilaksanakan
pada 2024.
0 comments:
Post a Comment