JAKARTA – Eks Wakil Ketua Komisi VII DPR yang juga
politikus Golkar, Eni Maulani Saragih dieksekusi ke Lapas Klas II B Anak
Wanita, Tangerang. Ia dieksekusi usai putusan vonis terkait kasus suap
proyek PLTU Riau-1 yang menjeratnya berkekuatan hukum tetap alias
inkrah.
“Terpidana dieksekusi ke Lapas Klas II B Anak Wanita, Tangerang pada
hari Selasa, 26 Maret 2019,” ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Kamis
(28/3/2019).
Febri melanjutkan, eksekusi dilakukan setelah kedua belah pihak, baik
dari KPK dan Eni tidak mengajukan banding. Febri pun menilai vonis
terhadap Eni sudah tepat.
“Putusan tersebut berkekuatan hukum di tingkat Pengadilan Tipikor
pada PN Jakarta Pusat dan sejak KPK dan pihak terdakwa tidak mengajukan
upaya hukum. KPK memandang hukuman yang dijatuhkan hakim telah cukup
proporsional dan terdakwa juga sudah mengembalikan uang yang diterima
pada proses penyidikan ataupun Eni divonis 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan. Ia
terbukti menerima suap Rp4,75 miliar dari bos Blackgold Natural
Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Selain itu, Eni juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp5,087
miliar dan 40 ribu SGD. Hak politiknya juga dicabut selama 3 tahun.
Eni Saragih disebut melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum
(JPU). Sebelumnya JPU KPK menuntut Eni, delapan tahun penjara dan denda
Rp300 juta serta subsider 4 bulan kurungan. Selain permohonan justice
collaborator ditolak, hak untuk dipilih dalam jabatan publik juga
terancam dicabut.
Ia dinilai terbukti menerima suap Rp4,75 miliar dari bos Blackgold
Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang suap itu
diduga diberikan agar Johannes mendapat proyek Independent Power
Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU MT
Riau-1).
Selain menerima suap, Eni juga diyakini menerima gratifikasi Rp5,6
miliar dan SGD40 ribu dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang
bergerak di bidang minyak dan gas (migas).
Dalam pertimbangannya, Eni dianggap tak mendukung program pemerintah
dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, Eni juga diharuskan
membayar uang pengganti sejumlah Rp10.350.000.000 dan SGD40 Ribu.
0 comments:
Post a Comment