BOGOR – Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan hubungan
Presiden Joko Widodo dengan Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohamed bin
Zayed Al Nahyan, sangat dekat sebagai sahabat.
“Istilahnya click very much. Jadi sudah mengklik kalau kita
bilang dan ini juga salah satu pertemuan yang terpanjang yang pernah
dilakukan oleh Pak Presiden dengan tamu dari negara lain,” kata Menlu
Retno, di Istana Kepresidenan Bogor pada Rabu (24/7).
Menurut Menlu, pertemuan antara Presiden Jokowi dan Pangeran Mohamed berlangsung selama lebih dari 2,5 jam.
Menlu menghitung pertemuan keduanya diawali sejak penjemputan di
Bandara Internasional Soekarno Hatta, kemudian menuju Bundaran Hotel
Indonesia. Lalu pada saat diskusi di beranda, keduanya pun mengobrol
sekitar satu jam. Hal yang dibahas yakni mengenai peningkatan kerja
sama di bidang ekonomi untuk kesejahteraan umat dan masyarakat
Indonesia.
“Bagaimana ekonomi membawa manfaat bagi penduduk kita karena sekali
lagi sebagai dua negara muslim yang besar, yang memiliki potensi cukup
besar, maka seharusnya kita dapat membangun kerja sama ekonomi yang
sangat erat dan pada saat bicara mengenai masalah umat, kita juga
sepakat untuk bekerja sama dalam memajukan toleransi dan moderasi,”
tutur Menlu.
Presiden juga menyambut kedatangan Pangeran Mohamed di Bandara
Soekarno Hatta. Menurut Menlu, hal itu adalah kewajaran sebagai
timpalan atas penyambutan Pangeran Mohamed kepada Presiden Jokowi
sewaktu mengunjungi Abu Dhabi pada 2015.
“Jadi sewaktu Presiden ke Abu Dhabi pada 2015, Presiden dijemput di
depan pesawat oleh Sheikh Mohamed, kemudian dibawa masuk ke mobilnya
Sheikh Mohamed, disetiri sendiri, dibawa sampai ke restoran sendiri
oleh Sheikh Mohamed. Jadi di situ, Presiden merasa sangat dihargai,”
ungkap Menlu.
Sheikh Mohamed, yang juga menjabat sebagai Wakil Panglima Angkatan
Bersenjata UEA, tiba di Jakarta pada Rabu pagi untuk melakukan kunjungan
kenegaraan selama satu hari. Dia memimpin delegasi dalam pertemuan
bilateral yang terdiri atas sejumlah menteri dan pelaku usaha.
Kerja Sama Bisnis
Indonesia dan UEA juga memperkuat hubungan dengan menandatangani 12 kesepakatan kerja sama (Memorandum of Understanding/MoU).
“Tadi ada sembilan MoU yang ditandatangani, yakni peningkatan
perlindungan investasi, penghindaran pajak berganda, soal industri,
kepabeanan, pariwisata, kelautan dan perikanan, pertahanan,
kekonsuleran, dan kesembilan soal kebudayaan,” kata Retno.
Menurut Retno, penandatanganan tersebut dilakukan oleh Kementerian
Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pariwisata, Kementerian
Pendidikan, dan Kementerian Perindustrian.
Selain itu, lanjut Retno ada juga tiga MoU business to business (B
to B), pertama antara Pertamina dengan Adnoc untuk pengembangan RDMP
Balikpapan Integrated Supply Chain, dan lng Storage. Kedua, antara PT
Chandra Asri Petrochemicals dan Mubadala untuk proyek Naphta Craker
dan Petrochemical complex.
Sementara itu, ketiga antara PT Maspion Indonesia dengan DP World
Asia mengenai pengembangan terminal peti kemas dan Kawasan Industri di
Jawa Timur. “Dari tiga MoU tadi yang business to business itu nilai totalnya sekitar 136 triliun rupiah atau 9,7 miliar dollar AS,” ucap Retno.
0 comments:
Post a Comment