Sunday, 27 October 2019

” Calung ” Kesenian tradisional Sunda yang terlupakan



Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. (Sumber : Wikipedia )
Artist yang terkenal dengan keterampilan menyanyi dan bermain calung adalah Hen Darso. Beliau dan grupnya biasa diundang pada acara hajatan atau acara – acara lainnya. Suaranya yang merdu ditambah dentingan calung yang diiringi gamelan Sunda sunggguh enak didengar telinga. Biasanya tema lagunya tentang percintaan. Kelangkaan pemain Calung itulah yang membuat Hen Darso menjadi legenda hidup kesenian calung di Jawa Barat terutama kabupaten Garut.
Keterkenalan Hen Darso dengan calungnya juga sampai ke Jawa Tengah, termasuk kampung saya. Walaupun desa saya masuk kabupaten Cilacap Jawa Tengah, tetapi budaya dan kesenian Sunda juga berkembang di tempat saya. Mulai dari Wayang Golek, Ronggeng, Degung dan Calung.
Pada waktu itu saya kelas 5 SD ( tahun 87-an ), dikampung / dusun saya akan ada acara Halal Bi Halal yang sudah rutin diadakan pada hari ke-2 setelah Lebaran. Acaranya sendiri digagas oleh para muda mudi yang tergabung dengan Himpunan Pemuda Pemudi dan Mahasiswa Cimanggeng 1 ( HIPCI ). Sementara dananya merupakan sumbangan dari masyarakat, iuran anggota HIPCI dan sumbangan dari para pemuda pemudi asli dusun Cimanggeng 1 yang merantau ke luar daerah seperti Jakarta, Bandung dan sekitarnya yang biasanya pulang kampung begitu Lebaran tiba. Untuk keseniannya sendiri dimainkan oleh anak-anak SD dan SMP. Beberapa ada yang sudah SMA.
Salah satu kesenian yang akan ditampilkan pada waktu itu adalah Calung, selain Sisindiran, Ketuk Tilu, Jaipongan, Disko, dan Pantomim . Saya sendiri masuk dalam kelompok yang terdiri dari 5 orang untuk memainkan alat musik Calung tersebut. Dalang yang merupakan pemain yang membawa Calung paling lengkap akan dijabat teman saya. saya sendiri sebagai asisten dalang. untuk menjadi Dalang yang juga merupakan pemimpin harus mahir bernyanyi dan mempunyai jiwa kepemimpinan, karena dia nantinya akan memimpin kelompok-nya dalam seni peran. Pemain yang ke-5 biasanya adalah orang yang paling lucu.
Dalam rangka acara Halal Bi Halal tersebut kami berlatih setiap seminggu sekali. Kang Tarsim sang pelatih mengajarkan kami cara menabuh atau memukul calung untuk mengiringi penyanyi, gerakan – gerakan supaya kompak dan juga lawakan –  lawakannya. Untuk menambah kemeriahan, dalam kesenian Calung juga ada lawakan-lawakan atau dalam bahasa sunda Bobodoran. Dalam skenario dalam Bobodoran, sang Dalang menjemput seorang wanita yang kemudian dititipkan sama anak buahnya yang sebelumnya diminta untuk menghibur para pemain dan juga para penonton yang terdiri dari masyarakat dan para tamu undangan kemudian menjadi rebutan para anak buahnya. Segar banget kalo melihatnya secara langsung.
Setelah Maghrib saya sudah siap-2 berangkat ke Balai Dusun. Malam ini acara Halal Bi Halal dilaksanakan. Kebetulan cuaca mendukung sekali. Langit yang cerah sudah dihiasi bintang-bintang berkelip. Dibawah lembayung senja saya berjalan menuju balai dusun. Kostum dan peralatan lainnya sudah disiapkan. Di Balai Dusun ternyata sudah ramai. Para pedagang sudah berjejer dipinggir jalan. Mulai dari Bakso Mang Tahyan, soto, pecel, kupat tahu, kacang rebus dan banyak lagi pedagang lainnya. Maklum setelah 1 bulan berpuasa jarang sekali ada hiburan dikampung saya. Suara Diesel yang digunakan untuk penerangan menderu-deru dikejauhan menambah riuh suasana. Para Tamu undangan sebagian juga sudah datang. Kepada dusun, bapak RT dan RW sekampung saya juga sudah hadir, ditambah para sesepuh dan undangan lainnya juga sudah menempati kursinya masing-masing. Tak lama pak kepala desa juga hadir disertai beberapa aparatnya.
Pukul 8:00 Acara dimulai. Sang pembawa acara membacakan susuna acaranya. Setelah pembukaan, pembacaan ayat suci al-Quran, dan sambutan-sambutan, acara hiburanpun dimulai. Neng Heni muncul diPanggung yang sudah dihiasi lampu kelap kelip dengan kebaya yang angggun membuka acara kesenian dengan tarian Jaipongan. Gerak tubuh gemulai dan irama kendang berpadu menghasilkan suatu seni yang indah. Setelah Jaipongan, sang penata Acara memanggil para pedisko yang terdiri dari anak-anak kecil. Gelak tawa lucu pun membahana di balai Dusun.
Akhirnya giliran kesenian Calung ditampilkan. Kang Tarsim yang memainkan alat musik kendang dan mang Sartu yang memainkan Gong sudah siap di posisinya. Kamipun masuk panggung dengan memainkan alat musik calung dan diiringi kendang dan Gong lengkap dengan kostum yang seragam dan ikat kepala. Sang Dalang yang masuk lebih dulu berpakaian lain sendiri sementara Darmaji si pelawak sudah lengkap dengan pakaian nyelenehnya dengan Sarung seperti kang Ibing dan muka yang di warnain putih berjingkrak jingkrak di belakang. Suara tepuk tanganpun kembali riuh. Habis berputar beberapa kali mengelilingi panggung, kamipun berhenti. Dilanjutkan dengan hormat, perkenalan. Setelah perkenalan Kang Dalangpun bernyanyi diiringi calung dan gamelan sunda lainnya.
Begitulah kesenian Calung tumbuh di kampung saya. Sayang, belakangan kesenian tersebut mulai hilang karena masyarakat lebih menyukai alat musik modern. Sekarang kesenian tersebut sudah sangat jarang di temui. Dalam Hajatan sekalipun. Masyarakat pada umumnya lebih memilih Jaipong Dangdut ( PONGDUT ) atau orgen tunggal untuk menghibur tamu undangan.

No comments:

Post a Comment