JAKARTA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo, mengatakan persyaratan spesifik
terkait dengan rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang menyusun
adalah masing-masing instansi. Tapi khusus untuk pelamar disabilitas,
jika ada persyaratan yang memberatkan atau tak menguntungkan mereka,
akan ditinjau ulang.
“Ya terkait syarat-syarat yang dipandang tidak menguntungkan para
penyandang disabilitas, kepada instansi pemerintah untuk meninjau
kembali persyaratan tersebut,” kata Tjahjo, di Jakarta, Kamis (21/11).
Mengenai persyaratan pelamar CPNS, lanjut Tjahjo, biasanya
pertimbangnya didasarkan pada jenis jabatan atau jenis pekerjaannya.
Karena pengaturan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomorn 23 Tahun 2019 tentang Kriteria Pengadaan CPNS 2019 bersifat umum.
Tidak mengatur syaratsyarat secara spesifik.
Permenpan Nomor 23 Tahun 2019 hanya mengatur batasan minimal 2 persen
untuk formasi disabilitas, serta penyadang disabilitas dapat melamar
pada formasi umum maupun formasi khusus disabilitas. “Khusus terkait
persyaratan yang spesifik lainnya, bisa langsung ditanyakan kepada
panitia instansi masing-masing agar mengetahui secara pasti latar
belakang pertimbangannya,” ujarnya.
Reformasi Birokrasi Dalam kesempatan itu juga Tjahjo kembali
menyinggung soal reformasi birokrasi yang tengah dikebut kementeriannya.
Menurutnya, ada tiga langkah besar yang jadi bagian dari reformasi
birokrasi. Pertama, adalah perbaikan rekrutmen CPNS. Kedua, manajemen
kinerja. Ketiga, penataan organisasi birokasi pemerintah. “Reformasi
birokrasi sendiri dilakukan dengan komprehensif, di mana yang
direformasi adalah mulai dari regulasinya, harmonisasi pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten dan kota, reformasi budaya atau reformasi mental,
reformasi struktural, transformasi digital, perubahan fundamental
pelayanan masyarakat, sistem pengawasan birokrasi pemerintahan, dan
talent pull nasional,” kata Tjahjo. Yang pasti, kata dia, reformasi
birokrasi harus ke jantungnya. Ibaratnya menyentuh paru-paru birokrasi
itu sendiri.
Karena itu diperlukan strategi manajemen kebijakan untuk mendorong
birokrasi yang lebih kuat dan profesional. Diperlukan kepemimpinan yang
kuat.
“Ini sejalan dengan lima prioritas kerja Bapak Presiden dan Wakil
Presiden. Lima prioritas itu pertama, reformasi birokrasi. Kedua,
kecepatan melayani dan memberi izin. Ketiga, menghapus pola pikir
linier, monoton, yang terjebak zona nyaman dan hanya sekadar rutinitas.
Keempat, birokasi yang adaptif, produktif, inovatif dan kompetitif.
Kelima, membangun hubungan tata kelola pemerintahan yang efektif,
efesien, dan cepat,” ujarnya. Terkait reformasi birokrasi, kata Tjahjo,
ada target untuk jangka pendek. Pertama, penguatan organisasi. Kedua,
penggabungan organisasi. Ketiga, kejelasan pembagian urusan perintah
pusat dan daerah. Keempat, membangun sistem yang transparan,
partisipatif dan akuntabel. “Kelima, kerja sama multipihak yang
kolaboratif, keenam mendukung outcome pembangunan. Ketujuh, sistem
informasi yang terpadu dan andal. Deregulasi dan kecepatan memutuskan,”
ujarnya.







0 comments:
Post a Comment