 |
Karena Semua Hal Butuh Perencanaan Matang Strategi Demi 2024 |
Oleh Yunita Puspasari Ketua Kajian Politik Indonesia
Jika tidak ada perubahan aturan, tidak ada
satu pun parpol yang dapat mengajukan calon pasangan presiden dan wakil
presiden pada pemilu 2024 nanti sendirian. Aturan presidential threshold
yang saat ini berlaku (minimal 20% kursi parlemen atau 25% suara sah
nasional) mengakibatkan tiap parpol memerlukan teman koalisi.
Nah,
mencari teman koalisi ini tidak jauh berbeda dengan mencari pacar atau
pasangan hidup, harus menggunakan strategi. Untuk itu, langkah-langkah
tiap parpol mulai detik ini hingga menjelang pendaftaran pemilu 2024
nanti harus diperhitungkan secara matang, jangan sampai gara-gara
kecerobohan satu dua kader partai, berakibat gagal ikut berkompetisi.
Dalam
hal ini, Partai Demokrat sepertinya sudah belajar dari pengalaman
terdahulu. Di mana pada 2014 lalu, Demokrat yang menduduki peringkat ke
empat dengan 10.19% suara dan mengadakan konvensi capres, gagal
mengajukan calon nya karena tidak mendapat mitra koalisi. Demokrat yang
terlalu percaya diri dengan kemenangan besar partainya pada 2009 merasa
parpol-parpol lain akan setia dan sendiko dhawuh dengan calon presiden pilihanya.
Pada
kenyataanya, tanpa dipupuk dengan matang, mitra koalisi Demokrat pada
pilpres 2009 memilih untuk mendukung calon presiden yang diajukan parpol
lain. Demokrat yang “bisa dikatakan” netral selama dua gelaran pilpres
tentu tidak ingin kembali hanya menjadi cheerleader.
Agus
Harimurti Yudhoyono sudah mengorbankan karier militer nya, sekian
banyak dana sudah dikeluarkan untuk mengenalkan AHY kepada masyarakat,
maka, melupakan dendam masa lalu dengan merapat ke Jokowi dan PDIP
adalah strategi Demokrat membangun citra positif menghadapi 2024. Lihat
saja, bagaimana respon pendukung Jokowi di sosmed yang mengelu-elukan
AHY dan Ibas ketika mereka mengunjungi Jokowi dan Megawati di hari
pertama lebaran tahun ini.
Pada pemilu
2024 nanti, hasil perolehan suara pada pemiu 2019 atau kursi DPR yang
dimiliki pada periode 2019-2024 lah yang digunakan untuk menentukan
mitra koalisi. Demokrat yang hanya memiliki 7.77% suara dan menduduki
peringkat ke 7 mustahil mengajukan capres sendiri, sedangkan mengajukan
cawapres pun tidak bisa dikatakan mudah.
Namun, dengan mencuri start sejak
saat ini, dan dengan merapat ke PDIP, peluang AHY untuk tampil dan
menunjukkan kepada publik tentang kemampuanya akan terbuka lebar, entah
itu menjadi mentri ataupun tidak.
Lain
Demokrat, lain pula strategi parpol pendukung pemerintah. Hingga saat
ini, parpol pendukung pemerintah terlihat solid mendukung Jokowi-Amin.
Tetapi saya yakin, di 2024 nanti, mereka akan pecah menjadi dua.
Dengan
poros nya adalah PDIP dan Golkar. Ya, Golkar yang mendapat 12.31% suara
tentu tidak ingin terus-terusan sekedar memperoleh posisi mentri,
peluang mengajukan kader nya untuk menduduki kursi presiden sangat
terbuka lebar.
Strategi yang saat ini
dimainkan Golkar adalah dengan tetap solid di pemerintahan, mengunci
posisi mentri dan memberikan citra positif terhadap masyarakat. Nanti
menjelang 2024, mereka baru akan mengumumkan calon presiden yang akan
diusung sendiri.
Golkar juga
menghindari berbicara dan berkomentar terlalu banyak di Media. Tidak
terlalu memuji-muji pemerintahan Jokowi, juga tidak
menjelek-jelekkannya. Hal ini diharapkan agar 2024 nanti, tidak banyak
serangan yang bisa dialamatkan ke mereka oleh para pendukung PDIP maupun
Gerindara-PKS.
Strategi-strategi cantik
dan penuh perhitungan ini seharusnya dilakukan pula oleh Gerindra dan
PKS. Sayangnya, yang saya amati, Gerindra dan PKS bukanya mencari kawan
koalisi untuk modal di 2024 nanti, tetapi mereka malah semakin membabi
buta menyerang pemerintah Jokowi.
Narasi-narasi
yang seolah-olah menggambarkan buruknya pemerintah dalam
penyelenggaraan dan pengelolaan tata negara terus didengungkan dan
digaungkan tidak ada habisnya.
Tak hanya menyerang pemerintah, KPU sebagai
penyelenggara pemilu juga mendapat serangan fitnah berupa tuduhan
kecurangan yang saat ini sedang dicoba dibuktikan di pengadilan. Ridwan
Kamil yang belum tentu menjadi lawan di 2024 juga sudah mendapat gocekan
maut dari para kader Gerindra dan PKS Jawa Barat.
Serangan
demi serangan ini bisa jadi membuat parpol pendukung Jokowi maupun
pemilih Jokowi non partai merasa antipati dan enggan memilih calon
presiden dari Gerindra dan PKS di pilpres berikutnya. Buktinya, pada
2014 lalu, PPP dan Golkar berbalik mendukung pemerintah, kini PAN mulai putar haluan.
Dalam
menghadapi pemilu dan pilpres 2019 pun, Gerinda sepertinya
tidak memeiliki strategi yang matang. Terlihat bagaimana dokumen Visi
dan Misi yang diserahkan sebagai syarat mendaftarkan calon presiden
sempat mengalami revisi. Kini, materi gugatan ke MK mengenai sengketa
pemilu pun direvisi.
Yang paling hangat,
saksi-saksi yang diajukan ke MK untuk membuktikan kecurangan pemilu
terlihat asal comot dan kurang pembekalan. Jawaban-jawaban yang tidak
konsisten, ketidaktahuan dan bahkan ketidakpahaman mengenai proses
pemilu semakin menguatkan keyakinan saya bahwa Gerindra dan PKS tidak
punya master plan, rencana dan strategi yang matang dalam menghadapi
pemilu.
Jika NasDem Demokrat dan PKS terus
mempertahankan cara kerja nya, berpolitik dengan tanpa strategi,
Seporadis dalam pengambilan keputusan, kecil kemungkinan capres yang
akan mereka ajukan di 2024 bisa memenangkan hati rakyat.
Apalagi,
melihat hasil pemilu 2019 yang baru saja selesai, perolehan suara PKS hanya 20.78%.
Dari sini NasDem dan PKS seharusnya
belajar, jika ingin meraih sukses di 2024, berbaik-baiklah dengan partai
lain, jangan menyakiti hati mereka, apalagi hati ketua parpolnya.
Bangun citra positif di hadapan publik, bahwa menjadi oposisi tidak
harus dengan cara menebar ujaran kebencian dan tuduhan yang tidak bisa
dibuktikan di pengadilan.
Selain itu, tidak ada salahnya meniru strategi PDIP dalam mem-blowup Jokowi hingga bisa terkenal dan namanya go internasional.
Ya, sejak memenangkan pemilihan wali kota Solo periode ke dua, nama
Jokowi terus diangkat berkat program-program kerja dan prestasinya di
Solo. PDIP sibuk membangun citra Jokowi, bukan menjatuhkan citra SBY
pada waktu itu.
Jika memang Anies
Baswedan adalah calon presiden potensial yang akan diusung Demokrat NasDem dan
PKS di 2024 nanti, mulai sekarang, bantu dia agar dapat berprestasi di
Jakarta. Fokuskan perhatian dan energi untuk mencitrakan Anies sebaik
mungkin
0 comments:
Post a Comment