SERANG ( KONTAK BANTEN) – Puluhan Serikat Buruh dari berbagai aliansi, mengepung kantor Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, Selasa (6/6/2023). Mereka berunjukrasa, mengecam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
Mereka menilai, PHK massal yang dilakukan beberapa
perusahaan besar di Provinsi Banten, dalam kurun waktu dua tahun
terakhir ini, sangat merugikan dan merupakan keputusan sepihak.
Terlebih, mereka (perusahaan) bisa berlindung pada UU
Omnibuslaw Nomor 6 Cipta Kerja, yang kemudian diturunkan pada Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 tahun 2023 tentang,
Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat
Karya Tertentu, berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi
global.
Dalam Permen tersebut dijelaskan, perusahaan industri
padat karya tertentu yang berorientasi ekspor terdampak perubahan
ekonomi global, dapat melakukan penyesuaian waktu kerja.
Penyesuaian waktu kerja tersebut, dilakukan dengan cara mengurangi waktu kerja yang biasa berlaku di perusahaan tersebut.
Kemudian, mereka juga dapat melakukan penyesuaian
besaran upah buruh. Hal ini dilakukan, dengan ketentuan upah yang
dibayarkan kepada buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa
diterima.
Wajib diatur dalam kesepakatan, antara pengusaha dengan
pekerja. Penting untuk diketahui, bahwa perusahaan tidak dapat
menetapkan kebijakan ini secara sepihak atau tanpa persetujuan buruh.
Sebagaimana tercantum dalam Permenaker ini, baik itu
penyesuaian jam kerja maupun penyesuaian upah, pengusaha wajib secara
terlebih dahulu melaksanakan kesepakatan dengan buruh.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia
(FSPNI) Riden Hatam Ajiz mengungkapkan, faktanya yang terjadi saat ini
sudah ada lebih dari 10 industri besar di Banten, yang masuk kategori di
atas.
Tidak terlebih dahulu, mengkomunikasikan rencana PHK itu
kepada karyawan yang bersangkutan, termasuk juga pada hal pemotongan
gaji sebesar 25 persen.
“Dampak buruk dari UU itu sudah sangat nyata kami
rasakan, dan itu menjadi momok yang terus menghantui kami kedepannya,”
pungkasnya.
PHK itu, lanjutnya, dilakukan kepada karyawan tetap yang
sudah bekerja sekian tahun dan diberikan pesangon yang kompensasinya
jauh lebih sedikit dari pada sebelumnya.
“Kemudian setelah di PHK, mereka diperbolehkan
mengajukan lamaran lagi. Jika diterima status mereka menjadi karyawan
kontrak,” katanya.
Atas hal itu maka, Riden bersama seluruh aliansi buruh
yang ada di Banten, secara tegas meminta agar PJ Gubernur Banten Al
Muktabar berada di pihak buruh dan membuat rekomendasi pencabutan UU
Omnibuslaw itu, yang kemudian akan dijadikan sebagai bahan masukan
kepada pemerintah pusat.
“Jika hal itu tidak diindahkan, maka gelombang aksi ini
akan terus kami lakukan secara serentak. Ini tidak hanya dilakukan di
Banten, tapi juga di seluruh wilayah Jawa,” ujarnya.
Tidak sampai di situ, jika Judisial Reviewe (JR) atas UU
itu di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak diindahkan juga, maka seluruh
serikat buruh di Indonesia pada bulan Agustus-September 2023 nanti akan
melakukan aksi mogok produksi.
“Ini serius akan kami lakukan karena itu juga ada aturannya. Apa yang kami lakukan semuanya berdasarkan aturan,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua Apindo Provinsi Banten Edi Mursalim saat dikonfirmasi, membantah sejumlah perusahaan melakukan PHK sepihak.
Memang benar, Permenaker itu ada kekhususan yang
diberikan kepada beberapa kategori industri, tapi semua yang dilakukan
oleh perusahaan itu tentu berdasarkan aturan.
“Kalah sepihak saja mah pasti tidak diberikan pesangon,
tapi ini mah kan realitanya mereka diberikan pesangon dan hak-hak
lainnya juga,” kilah Edi.
Diakui Edi, memang saat ini sejumlah industri, terutama
kategori industri yang masuk dalam Permenaker itu, sedang mengalami
kesulitan pasar. Maka dari itu, agar semuanya bisa tetap berjalan dengan
baik, perusahaan melakukan langkah efesiensi.
“Itu untuk mengurangi biaya operasional,” katanya.
Dikatakan Edi, PHK itu merupakan pilihan terakhir bagi
perusahaan, karena itu juga merupakan pilihan sulit yang harus ia ambil
sebelum terjadi kebangkrutan.
“Kalaupun perusahaan itu misalnya bangkrut atau pailit,
otomatis akan terjadi juga PHK masal. Tapi itu juga harus ada keputusan
inkrah dari pengadilan terlebih dahulu. Jadi tidak mudah,” imbuhnya.
0 comments:
Post a Comment