JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Fenomena saling bongkar kasus diprediksi akan menghiasi kontestasi
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Bahkan fenomena bongkar kasus
tersebut akan mendominasi pemberitaan politik di media selama 6 bulan
ke depan hingga Pilpres digelar pada 14 Februari 2024. "Nanti akan kita lihat dalam sisa waktu enam bulan ke depan sampai
Pilpres, akan ada fenomena bongkar kasus yang terjadi terus menerus. Ini
akan mendominasi semua berita politik, itu indikatornya sangat kuat,"
kata Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Anis Matta,
dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (18/7).Menurutnya, fenomena bongkar kasus jelang Pilpres 2024 terjadi karena
bakal calon presiden (Bacapres) yang akan mengikuti kontestasi mengalami
krisis ideologi, krisis narasi, dan krisis kepemimpinan.
"Jadi
kira-kira saya punya empat perspektif untuk membaca, mengapa ada
fenomena saling bongkar kasus jelang Pilpres. Pertama itu, ada efek
dosa, kedua ada konflik elite, ketiga sedang krisis narasi, dan keempat
teori Tumit Achilles," paparnya.
Perspektif efek dosa, kata Anis
Matta, sebenarnya tidak terkait dengan proses politik atau Pilpres 2024.
Sebab, Islam mengajarkan bahwa seseorang yang melakukan dosa membuat
cahaya dalam hatinya menjadi meredup, hatinya gelap dan mengeras, serta
menjadi orang yang kasar, kesepian, dan ketakutan.
"Sekarang coba
bayangkan kalau dosa itu dilakukan berjamaah. Ada satu titik dosa itu,
tidak bisa ditutupi dan auratnya akan terbuka. Dan waktu Allah SWT ingin
menghinakan seseorang, tidak ada yang bisa menghidarkan. Jadi kita
lepaskan dulu dari proses politik, bahwa orang yang melakukan dosa pasti
akan dihinakan, cepat atau lambat," tutur Anis Matta.
Anis lantas mengibaratkan hal itu dengan jenazah yang ditutupi dengan kain kafan. Ternyata jenazah tidak bisa ditutupi dengan kain kafan tersebut karena telah dihinakan Allah SWT, akibat efek perbuatan dosa yang telah dilakukannya.
"Dalam konteks politik, itu maksudnya satu dosa yang ditutupi dengan perlindungan politik atau hukum itu, ada limit waktunya atau limit dosanya terakumulasi, pasti akan terbuka," jelasnya.
Di dalam politik, lanjut Anis, harusnya membawa kesadaran seseorang itu hendaknya takut kepada Allah SWT untuk melakukan perbuatan dosa, bukan takut dikejar aparat penegak hukum."Jadi kalau kita bicara soal efek dosa ini, dosa yang bukan diada-adakan, tapi dosanya sudah ada, tapi dikapitalisasikan secara politik. Kalau takut dikejar hukum, ya jangan melakukan dosa dan kita harus lebih banyak takut kepada Allah SWT," tutupnya.
0 comments:
Post a Comment