JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia (BI) menunjukkan
adanya tren penurunan daya beli. Data menunjukkan, belanja kelompok
masyarakat dengan pengeluaran Rp1-2 juta turun menjadi 76,7 persen,
terendah sejak Juni 2023. Sementara itu, konsumsi masyarakat dengan pengeluaran Rp2,1-3 juta
melemah menjadi 76,5 persen, lebih rendah dibandingkan September yang
tercatat sebesar 77,1 persen. Sedangkan konsumsi masyarakat dengan
pengeluaran Rp3,1-4 juta juga menurun menjadi 73,7 persen, terendah
sejak Mei 2023 atau dalam 5 bulan terakhir.
Selain daya beli masyarakat menurun. Rasio Gini atau tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk juga meningkat.
Pada Maret 2023, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Indonesia adalah 0,388. Angka ini meningkat 0,007 poin jika dibandingkan
dengan Rasio Gini September 2022 yang sebesar 0,381; dan meningkat
0,004 poin dibandingkan dengan Rasio Gini Maret 2022 yang sebesar 0,384.
Hal ini menunjukkan kesenjangan antara yang kaya dan miskin
semakin lebar, serta selama periode tersebut belum terjadi perbaikan
pemerataan pengeluaran penduduk di Indonesia. Bahkan semakin parah.
Untuk
itu, Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Arjuna
Putra Aldino, mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk fokus memperbaiki
situasi ekonomi masyarakat yang tidak sedang baik-baik saja di akhir
masa jabatannya sesuai janji politiknya dulu. Sehingga memiliki legacy yang baik di kemudian hari.
Arjuna
menilai Jokowi perlu mengurangi sikap hiperaktif politik yang selama
ini ditunjukkan dengan sering cawe-cawe melalui sejumlah pidato politik,
endorsement, dan ikut mengorganisir relawannya.
“Daya beli
masyarakat tergerus, Rasio Gini naik terus. Ini pertanda masyarakat
tidak sedang baik-baik saja. Jokowi harus fokus urus ekonomi, kurangi
hiperaktif cawe-cawe Pilpres,” tegas Arjuna, melalui keterangannya
kepada redaksi, Selasa (28/11).
Menurut Arjuna, dengan semakin
meningkatnya Rasio Gini dan menurunnya daya beli masyarakat pertanda
bahwa program bansos yang selama ini digulirkan belum efektif mengatasi
kesulitan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan data Kemenkeu, papar
Arjuna, anggaran bansos pada APBN 2023 mencapai Rp476 triliun. Artinya,
terjadi kenaikan anggaran bansos sebesar Rp14,4 triliun atau naik 3,1
persen dari tahun lalu. Namun besarnya anggaran bansos ini belum mampu
meringankan beban hidup masyarakat.
“Bansos yang terus meningkat
di tahun politik ini belum mampu meningkatkan daya beli dan menurunkan
Rasio Gini. Artinya banyak masalah penyalurannya. Jangan sampai
tujuannya bukan untuk efektivitas terhadap pengentasan kemiskinan dan
penguatan daya beli, tetapi kepentingan politik yang lebih kental,”
tambah Arjuna mengingatkan.
Arjuna juga mewanti-wanti Pemerintah
agar fokus dan berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan, jangan hanya
mempertimbangkan aspek populisme politik namun efektivitasnya harus
terukur. Pasalnya, menurut Arjuna, nilai tukar rupiah kian anjlok hingga
mendekati Rp16 ribu per dolar AS. Hal ini bisa meningkatkan inflasi dan
membuat banyak masyarakat jatuh ke jurang kemiskinan.
Untuk itu,
Arjuna mengingatkan Pemerintah, terutama Presiden Jokowi, tidak
hiperaktif untuk cawe-cawe terlalu dalam terkait urusan Pilpres 2024,
walau putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka ikut dalam dalam kontestasi
Pilpres 2024.
Karena, cawe-cawe Jokowi yang berlebihan bisa
merontokkan kepercayaan pasar terhadap kemampuan pemerintah dalam
mengatasi masalah ekonomi. Apalagi kini Indonesia sedang menghadapi
kekeringan akibat El Nino.Cawe-cawe Presiden yang terlalu hiperaktif, perlu dihentikan karena bisa
merontokkan kepercayaan pasar terhadap performa pemerintah. Lebih baik
fokus urus ekonomi. Apalagi kita dihadapkan pada situasi kekeringan
panjang akibat El Nino. Jangan sampai kita jatuh pada situasi krisis
ekonomi,” demikian Arjuna.
0 comments:
Post a Comment