JAKARTA ( KONTAK BANTEN- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) sepakat agar pemerintah mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang implementasi iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani mengungkapkan, dunia usaha
pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan
pekerja. Pihaknya sebagai representasi dunia usaha juga secara konsisten
mendukung kesejahteraan pekerja dengan mendukung kebijakan bagi
ketersediaan perumahan.
“Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 yang ditandatangani
Presiden Jokowi tanggal 20 Mei 2024, kami nilai sebagai duplikasi
program existing, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT)
perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program Jaminan Hari Tua
(JHT) BP Jamsostek. Sehingga kami berpandangan Tapera dapat diberlakukan
secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena pekerja
swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” ujar Shinta kepada
wartawan di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Apindo dan KSBSI dalam konferensi pers di Kantor
Apindo tersebut sepakat meminta pemerintah mempertimbangkan kembali dan
mengkaji ulang implementasi iuran Tapera.
Apindo dan KSBSI berharap pemerintah dapat lebih mengoptimalkan
dana BPJS Ketenagakerjaan, yang sesuai PP adalah sebesar maksimal 30
persen (Rp 138 triliun). Karena Aset JHT sebesar Rp 460 triliun dianggap
bisa digunakan untuk program MLT perumahan bagi pekerja, mengingat
ketersediaan dana MLT yang sangat besar dan dinilai belum maksimal
pemanfaatannya.
Shinta sebelumnya juga sudah merekomendasikan agar pemerintah untuk
mengoptimalkan MLT perumahan pekerja bagi peserta program jaminan hari
tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan sebagai ganti program Tapera.
Shinta menyebut, Apindo selalu mendukung pemerintah untuk
memberikan kesejahteraan pekerja berupa hunian yang layak. Namun, Apindo
menilai bahwa program Tapera memiliki mekanisme yang sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan.
Apindo telah melakukan inisiasi Kick Off penandatanganan kerja
sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan dua Bank Himbara, yakni BTN dan
BNI, serta empat bank daerah, seperti Bank Jabar, Jateng, Bali, dan Aceh
dalam rangka perluasan manfaat program MLT Perumahan Pekerja.
"Kita juga sudah sama dengan bank-bank, Bank Himbara, bank-bank
daerah, dengan memberikan KPR Rp 500 juta, ada uang muka Rp1 50 juta,
ada untuk renovasi dan lain-lain. Jadi itu saya rasa memadai untuk bisa
kita mulai dari situ," kata Shinta.
Apindo merekomendasikan pemerintah memanfaatkan program yang
sudah ada. Apindo juga akan menyosialisasikan dan mendorong para pekerja
untuk memaksimalkan layanan yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.
"Prinsipnya, kita untuk jaminan sosial ini sudah meng-cover
sebagian untuk perumahan, dan ini yang kita mau terus dorong dan mau
kita optimalkan supaya lebih banyak pekerja yang bisa memanfaatkan,"
ucapnya.
Presiden Joko Widodo pada Senin (20/5) telah meneken Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25
Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini, yakni ASN,
TNI, POLRI, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta. Dalam aturan itu
disebutkan bahwa pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta yang
menjadi kewajiban, dan memungut simpanan peserta dari pekerja.
Besaran iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah
untuk Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri.
Untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama antara perusahaan dan karyawan
masing-masing sebesar 0,5 persen dan 2,5 persen, sedangkan Peserta
Pekerja Mandiri menanggung simpanan secara keseluruhan.
Sementara itu, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menganggap,
pemerintah sebenarnya bisa memaksimalkan pemanfaatan dana MLT BPJS
Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk
pekerja yang belum memiliki tempat tinggal.
“Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi Pasal 7
dari yang wajib menjadi sukarela. Penerapan Undang-Undang Tapera tidak
menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun dan
sampai usia pensiun, untuk bisa mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum
lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), ini
masih jauh dari harapan untuk bisa menyejahterakan buruh," kata Elly
"KSBSI menganggap Undang-Undang Tapera tidak mendesak, sehingga
tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini," kata Elly menambahkan.
Elly juga mengusulkan agar pemerintah tidak menjadikan
keikutsertaan menabung di Tapera sebagai bentuk kewajiban, tetapi dengan
dasar sukarela.
0 comments:
Post a Comment