JAKARTA KONTAK BANTEN - LRT Jabodebek memastikan perusahaan mampu menghadirkan moda transportasi publik yang menjadi solusi mobilitas ramah lingkungan untuk mobilitas sehari-hari.
Hal tersebut, terbukti berdasarkan hasil kajian PT Ametis Institut tahun 2024, LRT Jabodebek hanya menghasilkan rata-rata 15 gram karbon dioksida ekuivalen (CO₂e) per penumpang per kilometer (km). Perhitungan ini mengacu pada faktor emisi listrik Sistem Jawa-Madura-Bali (Jamali) tahun 2024 berdasarkan Statistik PLN 2023.
Sebagai perbandingan, moda transportasi pribadi menghasilkan emisi yang jauh lebih tinggi, mobil listrik (50–100 kWh): 33 gram CO₂e/orang/km. Kemudian, mobil konvensional 1000-2000 cc: 31 gram CO₂e/orang/km, dan Sepeda motor <250 cc: 37 gram CO₂e/orang/km.
Emisi karbon LRT Jabodebek tercatat hanya setengah dari emisi kendaraan pribadi, menjadikannya pilihan transportasi yang tidak hanya efisien dan nyaman. “Tetapi juga, berkontribusi nyata dalam menjaga kualitas udara dan kelestarian lingkungan," ujar Executive Vice President LRT Jabodebek Mochamad Purnomosidi dalam keterangan resmi, Kamis (17/7/2025).
Sejak Januari hingga 16 Juli 2025, LRT Jabodebek telah melayani lebih dari 14,5 juta pengguna. Setiap perjalanan yang dilakukan bukan sekadar mobilitas, melainkan bagian dari aksi kolektif untuk mendukung upaya penyelamatan lingkungan.
“Dengan memilih transportasi publik, kami bukan hanya mengurangi emisi dan kemacetan, tetapi juga ikut mewujudkan kota yang lebih sehat dan berkelanjutan,” ucapnya.
Komitmen LRT Jabodebek terhadap keberlanjutan, sambung Purnomosidi, juga tercermin dari pencapaian sertifikasi ISO 14001:2015, standar internasional untuk Sistem Manajemen Lingkungan.
Operasional dijalankan dengan prinsip ramah lingkungan melalui manajemen energi, pengelolaan limbah, serta pemantauan dampak lingkungan yang berkontribusi pada efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, dan perlindungan lingkungan.
Sebagai bagian dari implementasi prinsip tersebut, LRT Jabodebek memanfaatkan energi terbarukan melalui pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 60 kWp di Gedung Kantor dan 33 kWp di Klinik Mediska, yang mampu menghemat konsumsi listrik masing-masing hingga 15 persen dan 10 persen.
Tak hanya itu, fasilitas pencucian kereta atau Automatic Train Washing Plant (ATWP) juga dilengkapi sistem daur ulang air pencucian yang menyaring dan mengolah kembali air bekas pakai.
Sehingga mengurangi konsumsi air baru secara signifikan dan mendukung efisiensi operasional secara menyeluruh,” ujar Purnomosidi.
Di seluruh stasiun LRT Jabodebek, berbagai inisiatif hijau diterapkan untuk mendorong gaya hidup berkelanjutan, antara lain penyediaan water station gratis guna mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai, serta fasilitas parkir sepeda yang mendukung mobilitas.
Pengguna juga diperbolehkan membawa sepeda lipat di hari kerja dan sepeda non-lipat di akhir pekan, sebagai bagian dari integrasi gaya hidup sehat dengan transportasi publik.
"Kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut berperan aktif dengan memilih transportasi umum dalam kegiatan sehari-hari,” ujarnya.
Setiap perjalanan dengan moda publik seperti LRT Jabodebek berarti berkontribusi langsung dalam upaya menjaga lingkungan, mengurangi emisi karbon, serta menciptakan udara yang lebih bersih bagi semua.
“Bersama, kita bisa bergerak menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutang," tutur Purnomosidi.
Dia juga memastikan, dengan dukungan teknologi bersih, standar lingkungan yang ketat, serta kesadaran dan partisipasi aktif pengguna, LRT Jabodebek terus memperkuat perannya sebagai solusi transportasi perkotaan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sementara itu, di tengah anomali curah hujan sejak Mei 2025 yang diperkirakan berlanjut hingga Oktober, kita diingatkan bahwa perubahan iklim sudah nyata memengaruhi kehidupan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut, curah hujan di atas normal terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, bahkan saat musim kemarau.
Hujan deras ini adalah salah satu dampak perubahan iklim yang dipicu oleh emisi gas rumah kaca, terutama dari transportasi dan bahan bakar fosil.
“Mengurangi emisi dengan beralih ke transportasi publik rendah emisi menjadi langkah penting untuk memperlambat perubahan iklim dan mengurangi cuaca ekstrem,” pungkas Dwikorta.
0 comments:
Post a Comment