KOTA SERANG KONTAK BANTEN – Sejumlah serikat buruh dari berbagai aliansi, menuntut pemerintah menaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026, sebesar 8,5-10 persen. Kenaikan itu dinilai realistis, mengingat daya beli masyarakat (inflasi) yang terjaga dengan baik, serta kenaikan perekonomian daerah yang cukup besar.
Hal itu, menjadi salah satu poin tuntutan buruh, dalam aksi demonstrasinya di depan KP3B, Kota Serang, Kamis (28/8/2025), yang dilakukan serentak di seluruh daerah dan di Jakarta, dengan beberapa tuntutan yang sama.
Ada sembilan tuntutan yang diaspirasikan sejumlah aliansi buruh, seperti penghapusan segala bentuk Outsourcing, tidak ada lagi upah murah, pembentukan Satgas PHK, menaikkan PTKP, tidak ada lagi penerapan diskriminasi pajak, penghapusan pajak THR, pengesahan RUU Ketenagakerjaa, pemberantasan korupsi dan Pemilu. Terakhir menuntuk kenaikan UMK tahun 2026.
“Dilakukan serentak dan menyaurakan isu yang sama,” kata Ketua SPN Banten, Intan Indria Dewi, Kamis (28/8/2025).
Intan menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Banten berdasarkan hasil survey dari BPS mengalami pertumbuhan yang cukup positif berada pada 5,33 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2025. Kemudian pada April 2025 terjadi inflasi year on year (y-on-y) Provinsi Banten sebesar 1,59 persen.
“Artinya besaran tuntutan kenaikan upah yang kami aspirasikan ini sudah berdasarkan kajian yang matang,” pungkasnya.
Berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Banten Nomor 456 Tahun 2024
tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Banten Tahun 2025.
Berdasarkan Kepgub itu, UMP Banten naik sebesar 6,5 persen sebesar
Rp2.905.199,90 dari tahun sebelumnya sebesar Rp2.727.812.
UMK Cilegon 2025 sebesar Rp5.128.084,48, UMK Kota Tangerang sebesar
Rp5.069.708,36, UMK Tangerang Selatan Rp4.974.392,42, UMK Kabupaten
Tangerang Rp4.901.117 UMK, UMK Kabupaten Serang Rp4.857.353,01, UMK Kota
Serang Rp 4.418.261,13, UMK Kabupaten Pandeglang Rp 3.206.640,32 dan
UMK Kabupaten Lebak Rp3.172.384,39.
Kemudian, lanjut Intan, serikat buruh juga meminta agar pemerintah penghapus segala bentuk Outsourcing. Pasalnya, Intan melihat outsourcing itu tidak lebih seperti perbudakan modern, dimana para pekerja outsorcing banyak yang tidak mendapatkan haknya dari Perusahaan seperti yang didapatkan oleh pekerja sektor informal.
“Mereka tidak mendapatkan upah yang layak atau masih dibawah UMK, tidak mendapatkan jaminan sosial, jam kerjanya tidak teratur, bahkan tidak ada kejelasan dan kepastian terkait dengan kontrak kerjanya,” jelasnya.
Bahkan, dalam beberapa kasus, hubungan antara Perusahaan outsoucing dengan Perusahaan tempat kerja itu tidak jelas. Sehingga banyak sekali perusahaan yang saling lempar tanggung jawab ketika terjadi sebuah persoalan.
Oleh karena itu, tuntutan lainnya yang disuarakan oleh serikat buruh adalah menolak upah murah yang masih banyak terjadi di sejumlah perusahaan, terutama Perusahaan di wilayah Akong, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak serta Kabupaten Pandeglang.
“Kita suarakan bahwa di Indonesia ini belum ada pemerataan terkait dengan UMK. Masih ada kesenjangan Upah dan perusahaan yang membayar kan Upah di bawah UMK,” pungkasnya.
Selanjutnya, serikat menutut pembentukan Satgas PHK yang akan mematau dan mengawasi sejumlah industry agar tidak sewenang-wenang dalam melakukan PHK. Dalam banyak kasus, kata Intan, tidak sedikit Perusahaan atau bahkan Perusahaan oursorcing yang tidak memebrikan hak-hak pekerja yang terkena PHK.
“Belum lagi ada berbagai potongan biaya PHK yang diterima pekerja,” katanya.
Aksi ratusan buruh itu, disambut baik oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten Deden Aprinadi, yang menerima audiensi beberapa perwakilan dari serikat buruh. Deden memaparkan, jika melihat dari tran peningkatan perekonomian daerah dan inflasi mungkin harus ada penyesuaian upah buruh. Tapi kalau untuk besaran 8,5-10 persen seperti yang menjadi tuntutan serikat buruh itu, harus ada pembicaraan lebih detail lagi.
“Makanya nanti obrolan selanjutnya harus dalam forum yang lebih kecil lagi untuk mematangkan apa saja yang akan dilakukan oleh Pemprov Banten, termasuk kenaikan upah dan sebagainya,” jelasnya.
Diakui Deden, pada prinsipnya Pemprov Banten memahami apa yang mereka rasakan. Kondisi perekonomian mereka tidak seberuntung yang lain. Maka dari itu, berbagai tuntutan yang mereka aspirasikan itu cukup rasional.
“Tinggal bagaimana memadankan antara regulasi saat ini dengan yang akan datang,” pungasnya.
0 comments:
Post a Comment