JAKARTA KONTAK BANTEN -Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat tren memprihatinkan sepanjang 2024. Jumlah penindakan kasus korupsi turun drastis, tapi pada saat yang sama, dominasi pelaku dari sektor swasta justru kian menguat.
Sepanjang 2024, aparat penegak hukum—Polisi, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)—hanya menangani 364 kasus dengan 888 tersangka. Angka ini menurun 427 kasus atau 54 persen lebih rendah dibanding 2023, ketika tercatat 791 kasus dengan 1.675 tersangka.
Staf Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Zararah Azhim, mengatakan penurunan tajam ini terjadi karena masih banyak satuan kerja di kejaksaan dan kepolisian yang sama sekali tidak melakukan penindakan.
“Keterbatasan informasi dari aparat penegak hukum membuat kami menemukan sejumlah unit yang sama sekali tidak melakukan penindakan kasus korupsi,” ujarnya di Rumah Belajar ICW, Jakarta, Selasa (30/9).
Meski jumlah kasus menurun, potensi kerugian negara justru melonjak hingga Rp279,9 triliun, naik 885,2 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan fantastis ini terutama dipicu kasus korupsi komoditas timah di PT Timah Tbk yang menyumbang kerugian Rp271 triliun, atau sekitar 96,8 persen dari total kerugian negara akibat korupsi pada 2024.
ICW juga mencatat pola modus korupsi masih didominasi penyalahgunaan anggaran, yakni 187 kasus. Modus lainnya meliputi proyek fiktif (42 kasus), laporan fiktif (38), mark up (33), mark down (20), pungutan liar (18), pemotongan (12), izin ilegal (9), pencucian uang (9), serta menghalangi proses hukum (1). Kasus penyalahgunaan anggaran terbesar adalah korupsi investasi fiktif PT Taspen yang merugikan negara hingga Rp1 triliun.
Dari sisi pasal, aparat penegak hukum masih didominasi menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Dari total 364 kasus, 90 persen di antaranya dijerat dengan dua pasal tersebut. Hanya lima kasus yang diproses dengan pasal tindak pidana pencucian uang, dan 48 kasus dengan Pasal 18 UU Tipikor.
Keterlibatan swasta menjadi temuan penting lain. ICW menyebut sepanjang satu dekade terakhir jumlah tersangka dari sektor privat meningkat pesat. Pada 2012, hanya ada 51 tersangka dari pihak swasta. Sementara pada 2024 jumlahnya melonjak hampir lima kali lipat menjadi 256 orang, hampir menyamai jumlah pegawai pemerintah daerah yang mencapai 261 orang.
“Tren menunjukkan bahwa pelaku korupsi tidak hanya berasal dari ASN atau pejabat negara, tapi justru semakin dominan dari kalangan swasta,” kata Azhim.
Menurut ICW, kondisi ini berbahaya karena Indonesia hingga kini belum mengatur secara khusus praktik suap di sektor swasta (private bribery). Padahal, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) melalui Pasal 21 mewajibkan negara mengkriminalisasi praktik tersebut.
“Dalam praktik bisnis modern, suap antar pelaku usaha atau antara swasta dengan mitra bisnisnya bisa berdampak serius terhadap tata kelola ekonomi,” ujar Azhim. Salah satu contohnya adalah persekongkolan dalam tender pengadaan barang dan jasa pemerintah yang menciptakan persaingan semu.
Data ICW juga menunjukkan bahwa pada 2024 sektor swasta bersama BUMN menjadi penyumbang kerugian negara terbesar akibat korupsi, yakni Rp275,8 triliun atau 98,53 persen dari total kerugian.
“Temuan ini menegaskan rapuhnya sistem pencegahan korupsi di sektor privat,” tambah Azhim.
Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menegaskan pemerintah dan DPR harus segera mengambil langkah konkret. Pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset sangat mendesak untuk memulihkan kerugian akibat korupsi, disertai revisi UU Tipikor agar selaras dengan UNCAC.
“Selain itu, DPR dan Pemerintah juga harus segera membahas, mengesahkan, dan mengundangkan RUU Perampasan Aset sebagai upaya untuk memulihkan aset hasil kejahatan korupsi,” kata Wana.ICW juga mendesak agar BUMN, BUMD, maupun perusahaan swasta diwajibkan menyusun aturan internal yang tegas mengenai pencegahan korupsi, termasuk sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system). “Ke depan, Indonesia harus menjadikan ketentuan UNCAC sebagai acuan untuk mendorong integritas dan akuntabilitas sektor swasta maupun BUMN,” tegasnya
0 comments:
Post a Comment