SERANG – Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI, Provinsi Banten menyumbangkan sampah sebanyak 8.000 ton setiap harinya. Sementara itu, yang baru bisa dikelola hanya mencapai angka 13 persen, sedangkan sisanya masih menjadi persoalan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KHL, pada tahun 2022 Banten memproduksi sampah 2,62 juta ton. Hal itu, menjadikan Provinsi Banten urutan kelima secara nasional setelah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang berada pada posisi pertama.
Gubernur Banten Andra Soni mengatakan, selain 13 persen itu, pengelolaan sampah masih menggunakan open dumping serta masih banyak juga yang tidak terkelola atau bertebaran dimana-mana, ada yang masuk sungai, saluran irigasi dan lainnya.
“Bahkan di Kabupaten Serang, gak ada sungainya yang dipenuhi oleh sampah berbagai macam rupa, sehingga aliran airnya tersendat,” kata Andra, seusai Rakor Bersama KLH di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, akhir pekan kemarin.
Menurut Andra, tidak menutup kemungkinan jumlah produksi sampah itu akan bertamabh, mengingat pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten saat ini begitu cepat. Sehingga, dibutuhkan pengelolaan sampai yang benar-benar dimanfaatkan secara optimal baik menjadi energi maupun bernilai rupiah.
“Artinya, sampah itu tidak hanya berhenti sampai di TPA saja, tapi benar-benar harus dikelola dengan baik. Kita harus mampu mengelola sampai sampai 100 persen di tahun 2029,” ujarnya.
Sebelum berbicara teknologi tepat guna, terlebih dahulu kita bicarakan bagaimana bisa merealisasikan was to energy, dan itu basic-nya tidak boleh open dumping, Minimal, harus control landfill baru kemudian sanitary landfill.
“Berikutnya, tentu kita juga harus mengubah mindset. Karena setiap aktivitas kita pasti menghasilkan sampah dan itu harus kita pertanggungjawabkan,” pungkasnya.
Berdasarkan paparan yang disampaikan oleh KLH, Andra semula berpikir membuat TPA terpadu merupakan solusi dalam menangani persoalan sampai di Provinsi Banten. Namun ternyata, itu sudah tidak relevan lagi karena sejatinya TPA itu hanya memindahkan sampah saja tidak untuk menyelesaikannya.
“Provinsi Banten siap menjadi fasilitator, agar bagaimana persoalan sampah yang dihadapi oleh setiap Pemda itu bisa diselesaikan sesuai keinginan pemerintah pusat,” tukasnya.
Oleh karena itu, kedepan akan Kembali melakukan pertemuan lebih lanjut. Tidak hanya berbicara persoalan dasar, tetapi sudah mengarah kepada solusinya seperti apa dan bagaimana.
Sekretaris Utama Kementerian Lingkungan Hidup Rosan Vivien Ratnawati
mengatakan, setiap daerah di Provinsi Banten mempunyai persoalan berbeda
berkenaan dengan pengelolaan sampah.
Misalnya Kota Tangsel, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang, yang
menghasilkan ribuan ton perhari, yang pengelolaan sampahnya cocok
menggunakan teknologi elektrisiti atau diolah menjadi sumber energi
Listrik. Artinya, harus dibuat anglomerasi. Jika satu daerah tidak
mempunyai TPA, maka daerah sekitarnya ikut membantu.
“Kami siap membantu untuk memfasilitasi penyelesaiannya,” ujarnya.
Diakui Rosan, KLH sendiri menolak Kerjasama pengiriman sampah dari Tangsel ke Pandeglang, lantaran di TPA Bangkonol sendiri masih menggunakan system open dumping. Padahal, pihaknya sudah mendorong setidaknya menggunakan system sanitary landfil.
“Nah, untuk itu memang tadi kita sudah bicara, sampah-sampah yang mau dibawa ke TPA Pandeglang itu nanti kita evaluasi lagi, dicarikan jalan keluarnya,” imbuhnya.
0 comments:
Post a Comment