JAKARTA KONTAK BANTEN Pengadilan Negeri Jakarta Pusat resmi menolak eksepsi kewenangan absolut yang diajukan pihak Tergugat dalam sengketa hasil Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Penolakan tersebut tertuang dalam putusan sela perkara Nomor 678/Pdt.Sus-Parpol/2025/PN Jkt.Pst sebagaimana tercatat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).
Dengan demikian, gugatan yang diajukan peserta Muktamar, Muhamad Zainul Arifin, akan langsung berlanjut ke pemeriksaan pokok perkara. Sengketa ini menjadi sorotan nasional lantaran munculnya dua kubu yang sama-sama mengklaim kepemimpinan PPP pasca-muktamar.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai dalil Tergugat terkait ketidakwenangan pengadilan tidak berdasar hukum. Majelis menyatakan bahwa posita dan petitum gugatan jelas menggambarkan adanya perselisihan internal partai, bukan perkara tata usaha negara.
Sengketa tersebut mencakup keabsahan proses Muktamar X, mekanisme persidangan, metode pemilihan, hingga munculnya dua klaim ketua umum. Mengacu pada UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, perkara ini dikategorikan sebagai sengketa keperdataan internal organisasi.
“Perselisihan mengenai hasil forum permusyawaratan tertinggi partai merupakan ranah perdata internal organisasi,” demikian petikan pertimbangan Majelis yang dibacakan melalui E-Court Mahkamah Agung.
Dengan putusan itu, PN Jakarta Pusat dipastikan memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Pasca-penolakan eksepsi, Majelis memerintahkan agar perkara memasuki tahap pembuktian. Berdasarkan jadwal SIPP, sidang pembuktian akan digelar pada Selasa, 2 Desember 2025, pukul 13.00 WIB di PN Jakarta Pusat Kelas IA Khusus.
Pada tahap ini, para pihak akan menghadirkan alat bukti, dokumen, saksi, hingga ahli yang relevan dengan dugaan pelanggaran selama Muktamar X PPP.
Bionda Johan Anggara SH dari MZA Partners selaku kuasa hukum Zainul Arifin menyatakan apresiasi atas putusan Majelis.
“Putusan Majelis sudah tepat. Ini murni sengketa internal partai, dan kami siap membuktikan bahwa proses Muktamar X yang mengklaim Tergugat sebagai Ketua Umum PPP terpilih cacat hukum dan tidak sesuai AD/ART,” ujar Bionda.
Ia memastikan pihak Penggugat telah menyiapkan rangkaian bukti, kronologi detail, serta sejumlah saksi dan ahli yang akan memperkuat gugatan.
Dualisme kepemimpinan PPP muncul usai Muktamar X yang dinilai tidak berjalan sesuai prosedur oleh sebagian peserta. Meskipun Mahkamah Partai PPP sempat menerbitkan surat keterangan terkait kepengurusan, perselisihan internal tetap memanas hingga akhirnya menggulir ke ranah pengadilan.
Putusan sela ini membuka jalan bagi pemeriksaan substantif yang berpotensi menentukan arah kepemimpinan PPP ke depan. Putusan akhir perkara diprediksi memiliki dampak penting, terutama menjelang agenda politik nasional yang membutuhkan kejelasan legalitas kepengurusan partai.
Hingga berita ini diumumkan, belum ada pernyataan resmi dari Mahkamah Partai maupun DPP PPP dari kedua kubu terkait putusan sela PN Jakarta Pusat.







0 comments:
Post a Comment