Serang- Praktisi jurnalistik Agus Sudibyo mengajak masyarakat untuk
melakukan diet media sosial untuk mengurangi asupan berita "hoax"
(bohong), dan ujaran kebencian."Sekarang perlu
ada gerakan diet media sosial. Jika gerakan ini berjalan, ujaran
kebencian dan berita 'hoax' tidak akan laku, karena masyarakat tidak
mudah terkecoh atau tidak mudah terpengaruh," kata Agus Sudibyo dalam
seminar "Peranserta Media Massa dan Media Sosial Dalam Menangkal
Radikalisme" di Serang, Kamis.Gunakan media
sosial seperlunya, bukan berhenti sama sekali, melainkan hanyai
mengurangi ketergantungan karena namanya diet, katanya.Ia mengatakan, media sosial seperti Facebook, Twitter, Instragram adalah perusahaan media, sama halnya seperti media lainnya.Ucapan,
tulisan, gambar kegiatan masyarakat di media tersebut direkam oleh
mesin dan nantinya dijual ke pengiklan atau untuk kepentingan lainnya."Oleh
karena itu harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial tersebut
karena kita dimanfaatkan oleh perusahaan media itu," kata Agus.Menurutnya,
semakin kontroversial berita di media sosial tersebut, maka iklannya
dan sahamnya semakin naik. Saat ini ada sekitar 1,67 miliar orang di
dunia yang menggunakan Facebook.Facebook, karenanya akan merekam perilaku atau kegiatan 1,67 miliar manusia di dunia yang dilakukan di media tersebut."Di
Indonesia regulasinya belum jelas mengenai penggunaan media sosla
tersebut. Seharusnya raksasa-raksasa media sosial dan mesin pencari data
itu masuk menjadi subjek hukum di Indonesia, sehingga jelas pajaknya
dan juga ada kantornya di Indonesia" katanya.Menurutnya,
dengan melakukan gerakan diet media sosial merupakan upaya pendidikan
bagi masyarakat dalam menggunakan media sosial."Memblokir
situs-situs yang dianggap membahayakan diperlukan, tapi yang lebih
penting adalah mendidik masyakat untuk paham terhadap media sosial,"
katanya.Menurutnya, pemerintah Indonesia harus
menjadikan Google, Facebook dan media sosial lainnya menjadi subjek
hukum negeri ini, mengingat pada 2015 sekitar Rp8,4 triliun dari
masyarakat Indonesia diraup Facebook, tetapi tidak ada pajaknya dan
tidak ada kantornya sehingga hak dan kewajibannya tidak jelas."Jangan
jadikan media sosial itu menjadi penumpang gelap demokrasi di
Indonesia. Karena mereka tidak bertanggung jawab atas berita-berita
'hoax' yang meresahkan masyarakat," kata Agus.Dengan
demikian, kata dia, perlu memperbanyak pendidikan masyarakat salah
satunya dengan berdiet media sosial, internet dan lainnya.Di
negara lain, antara lain di Jepang dan Korea masyarakat dididik
menggunakan media sosial, "smartphone" sejak usia anak-anak, sehingga
mereka paham
"Bahkan di negara lain penggunaan sosial media dan 'smartphone' ini sudah dimasukan dalam kurikulum pendidikan," kata Agus.Sementara
itu narasumber lainnya Pengurus MUI Banten KH Zaenal Abidin Sujai
mengatakan, media adalah perangkat yang dimanfaatkan untuk menyampaikan
berita atau khabar. Berita itu bisa mengandung kebenaran bisa juga
kebohongan, tinggal masyarakat bagaimana menerima pemberitaan itu."Penerima
berita penting untuk tabayun atau mengklarifikasi suatu berita, apakah
berita itu layak dan bermuatan apa. Penerima berita harus menyaring dan
mengolah dengan otak. Contohnya apakah suatu berita itu mengandung
radikalisme atau bukan," kata KH Zaenal Abidin Sujai.
0 comments:
Post a Comment