
Sudah merupakan suratan
takdir, bahwa manusia itu makhluk yang paling sempurna. Selain
dikaruniai akal dan agama, juga diberi kekuasaan sebagai “Khalifah” atau
juga “Sultan”. Kekuasaan tersebut memang sengaja diberikan pada manusia
dengan maksud-maksud tertentu. Diantaranya adalah untuk menegakkan
kemaslahatan ummat (
ri’ayat al-mashalih al-ummah). Atau dengan
pengertian lain dengan kekuasaan itu manusia secara individu maupun
sosial saling memberikan perlindungan, kemaslahatan terhadap sesama
mereka termasuk lingkungan dan makhluk selainnya. Betapa mulia misi
kekuasaan pada manusia, sehingga proses realisasi misi kekuasaan
tersebut juga termasuk hal-hal yang mulia pula. Artinya, dengan
kekuasaan mereka untuk mencapai kebaikan dan bersama kekuasaan pula
manusia dapat memberikan perlindungan terhadap sesama dan lingkungan
dari bahaya-bahaya yang merusak mereka. Jadi esensi dari kekuasaan itu
adalah dengannya (kekuasaan) seseorang dapat berbuat pada sesama dalam
arti yang seluas-luasnya. Oleh karena menyalah gunakan kekuasaan (
abuse of power) yang tidak sesuai dengan esensinya, maka itu adalah suatu kedzaliman.
Dan kedzaliman tersebut pasti menyeret pada keadaan yang membuatnya
merasakan akibat kedzaliman itu. Disinilah sebabnya mengapa kekuasaan
itu tidak boleh disalah gunakan untuk sesuatu yang bertentangan dengan
esensi dari kekuasaan itu sendiri. Sebagai khalifah atau sultan
seharusnya berperan sebagai sosok figur pahlawan kebaikan bagi
masyarakat. Sehingga dihormati, disegani bahkan disayang dan dikenang
sepanjang masa. Khalifah atau sultan seperti ini adalah pemimpin, bukan
penguasa, sehingga kehadirannya dirindukan, kepergiannya ditangisi dan
didoakan. Dan sosok pemimpin seperti ini boleh dibilang termasuk makhluk
langka alias sangat sedikit sekali. Kebanyakan mereka adalah penguasa
dan raja yang dzalim. Kerja mereka hanya menambah penderitaan rakyat.
Mereka membentuk dinasti dalam kekuasaan untuk mencuri harta rakyat
dalam kas negara dengan berbagai dalil pembenar.Oh penguasa, jangan menjual rakyat untuk mengisi kantong pribadi dan
menghidupi anak cucu. Sebab perbuatan tersebut sangat dibenci dan
dikutuk oleh rakyat dan Yang Maha Kuasa. Oh penguasa, jangan rakus
memakan harta benda yang bukan haknya, dan kalau sudah terlanjur
kembalikan lagi kepada rakyat. Oh penguasa, proyek pembangunan untuk
kepentingan masyarakat jangan dikorup dan jangan sampai pula dibagi-bagi
pada sesama penguasa. Sebab cara tersebut nantinya merugikan rakyat
selaku pengguna sehingga dapat dikatakan sebagai perbuatan dzalim. Oh
penguasa, tidak perlu menjilat dan mencari muka pada pemilik modal yang
disebut dengan kaum kapitalis. Karena hal tersebut akan merendahkan
martabat pribadi dan membuat bangsa tidak dihargai bahkan boleh jadi
bangsa yang tidak bermartabat.
Oh penguasa, jangan melampaui batas dalam membuat kebijakan publik,
karena akan menambah penderitaan rakyat yang sekarang sudah jatuh dan
ditimpa tangga. Oh penguasa, boleh menikmati fasilitas mewah karena uang
rakyat asal itu menjadi haknya, karena sampai memakan hak rakyat maka
semutpun marah apalagi rakyat. Oh penguasa, ketika dilantik dan
mengucapkan sumpah jabatan nama Tuhan (Demi Allah) maka, ingat bahwa
sesudah berkuasa sampai pensiun hingga mati semuanya akan dimintai
pertanggung jawaban oleh Yang Maha Kuasa (baca QS. At-Takatsur : 8). Dan
dalam pada itu mulut terkunci rapat, tangan akan berbicara dan kaki
menjadi saksi atas perbuatan yang telah dilakukan (QS. Yasin : 65). Oh
penguasa, sebetulnya rakyat sudah muak melihat gaya kepemimpinanmu,
karena hanya membuat pencitraan di depan publik. Omonganmu dengan
perbuatanmu saling bertolak belakang sehingga rakyat menyangka engkau
telah gila atau sedang menuju pada gila beneran. Oh penguasa, jangan
begitu karena yang engkau pimpin bukan rakyat dari benua terasing tapi
mereka dari negerimu sendiri. Oh penguasa, engkau tega menikmati
kekayaanmu, sedang rakyatmu sedang berada di kolom jembatan, tunawisma
tuna aksara, bahkan juga tuna moral. Ini semua adalah tanggungjawabmu,
karena itu bertaubatlah dan kembali kepada jalan yang benar. Kami anak
negeri ini membutuhkan pemimpin, tidak butuh penguasa. Semoga kelak
menjadi pemimpin yang baik. Amin.
Sindu Adi Pradono SH
Pengamat Sosial di Jakarta
0 comments:
Post a Comment