NUSA DUA -- Bank Indonesia optimistis, pertumbuhan ekonomi tahun ini
berpeluang menembus 5,4% atau batas atas dari perkiraan bank sentral
5-5,4%, naik signifikan dibanding realisasi tahun lalu 5,02%.
Peningkatan ini didorong banyak faktor, yakni bertambahnya kepercayaan
asing dan aliran modal masuk, menguatnya ekonomi Amerika Serikat,
membaiknya pertumbuhan ekonomi global, serta naiknya harga komoditas.
"Saat The Fed (Bank Sentral AS) menaikkan suku bunganya beberapa
waktu lalu, justru rupiah menguat. Kondisi ekonomi kita bagus dibanding
negara lain. Berbeda dengan yang dulu yang terjadi capital outflow (modal keluar), kini justru modal asing masuk deras karena kepercayaan investor meningkat. Lembaga-lembaga rating internasional seperti Japan Credit Rating Agency (JCR) telah menaikkan outlook peringkat utang Indonesia dari stable menjadi positive, dan mengafirmasi peringkat investment grade," kata Deputi Gubernur BI Sugeng usai membuka acara ISI Regional Statistics Conference di Nusa Dua, Bali, Rabu (22/3).
Konferensi statistik internasional yang mengusung tema "Enhancing
Statistics, Prospering Human Life" itu diselenggarakan Bank Indonesia
(BI) bekerja sama dengan International Statistical Institute (ISI),
serta didukung Badan Pusat Statistik, lkatan Statistikawan Indonesia,
Forum Masyarakat Statistik, dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Seminar
ini menghadirkan berbagai pembicara dari dalam dan luar negeri, antara
lain mantan Wapres Boediono yang juga mantan gubernur Bank Indonesia
serta President of International Statistical Institute Pedro Silva.
Jumlah pembicara maupun peserta sekitar 400 orang, dengan sekitar
60%-nya berasal dari mancanegara, yakni dari 52 negara di kawasan Asia,
Eropa, dan Amerika.
Boediono mengatakan, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat, pengambilan kebijakan ke depan harus diperbaiki.
"Pengambilan kebijakan selama ini ada problem mengenai data yang harus
diambil dari berbagai sumber, yang tidak sama standarnya dan tidak
kompetibel satu dengan yang lain. Masalah data ini perlu diperbaiki.
Pasalnya, kualitas pengambilan kebijakan ditentukan oleh informasi yang
tersedia," katanya.
Untuk meningkatkan kualitas data, upaya yang harus dilakukan antara
lain dengan semakin meningkatkan kapabilitas institusi yang relevan.
Digitalisasi juga perlu ditingkatkan.
"Digitalisasi juga meningkatkan kualitas data dan selanjutnya
efisiensi birokrasi pemerintah. Ini bisa meningkatkan kecepatan
pengambilan kebijakan publik dengan ongkos yang wajar," kata Boediono.
Perlambatan Utang Swasta Sementara itu, Japan Credit Rating Agency dalam keterangannya menjelaskan, pihaknya memperbaiki outlook
peringkat utang Indonesia karena dua faktor kunci. Pertama, perbaikan
iklim investasi yang didorong oleh 14 paket kebijakan ekonomi. Kedua,
perlambatan utang luar negeri swasta seiring dengan diimplementasikannya
prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi
nonbank.
Sugeng menjelaskan, ekonomi Indonesia yang kini membaik juga antara
lain didukung pembangunan data penting untuk pengambilan kebijakan
keuangan yang lebih akurat dan valid, seperti data utang luar negeri
swasta. "Tekanan luar biasa krisis tahun 1998 terjadi antara lain karena
ada kebutuhan data tak terpenuhi, yakni jumlah utang swasta, selain
karena waktu itu cadangan devisa kita rendah. Hal ini telah kami
perbaiki, kini swasta tiap bulan wajib melaporkan utang luar negeri dan
kena sanksi jika tidak lapor. Pengelolaan kebijakan keuangan dengan
berbasis data utang luar negeri swasta ini membuat saat krisis keuangan
global tahun 2008, kita masih bagus, dengan sekitar 4,5% pertumbuhan
ekonomi. Padahal tetangga ada yang kontraksi seperti Malaysia dan
Thailand," ucapnya.
Rupiah Baik Dia menilai kondisi rupiah kita saat
ini cukup baik. Hal ini jauh berbeda dengan saat krisis 1998, di mana
kurs rupiah melemah hampir Rp 16.000 per dolar AS. Ini karena banyak
perusahaan yang memiliki utang luar negeri besar, melebihi kebutuhan dan
akhirnya kesulitan membayar.
Ia mengatakan, ke depan, BI membangun berbagai data penting yang
dibutuhkan seperti harga dan pasokan pangan untuk menjaga inflasi,
dengan bekerja sama dengan pemerintah pusat maupun daerah. "Diharapkan
dengan adanya perbaikan data statistik dapat membantu pertumbuhan
ekonomi dan kualitas pertumbuhannya," kata dia.
Sugeng menegaskan, langkah BI yang terus membangun data untuk
memperbaiki kebijakan sektor keuangan dan moneter ini terutama bertujuan
untuk menjaga kestabilan sistem keuangan. Hal ini juga untuk membantu
menjaga daya beli masyarakat dan meningkatkan perdagangan antardaerah.
"Data dimonitor dan dibikin pusat data, misalnya untuk harga pangan
yang strategis. Ini sangat penting. Konsumen selama ini tak punya
informasi harga secara benar. Kalau ada pusat data yang bisa diakses
termasuk lewat sms, konsumen menjadi tahu harga dan tidak membeli jika
pedagang seenaknya menaikkan harga terlalu tinggi. Jika dibiarkan,
konsumen dirugikan," katanya.
Sistem tersebut, lanjut dia, sudah lama berhasil diterapkan di
Semarang. Sistem ini juga sudah ada di Jakarta dan ke depan dikembangkan
di seluruh Indonesia.
"Kami memanfaatkan 54 kantor perwakilan di seluruh Indonesia. Kami
juga tengah membangun national balance sheet, yang menganalisis soal
keterkaitan jika ada shock di suatu sektor keuangan, bagaimana dampak ke sektor lain, integrated
semua sektor. Juga ke rumah tangga, bisa dilihat keterkaitannya," kata
Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Yati Kurniati.
Bank sentral juga tengah membangun regional balance sheet, untuk
melihat dampak seperti penurunan harga komoditas batubara dan kelapa
sawit yang penting bagi daerah atau di sektor tertentu terhadap
perbankan dan sektor yang lain.
Pada kesempatan yang sama, Pedro mengatakan, upaya meningkatkan
kualitas data dimulai dari memperbaiki pelaksanaan koleksi data, sumber
data harus bisa dipercaya, dan targetnya khas agar tepat penggunaan
metodenya. Pembersihan data juga penting, karena kadang ada yang di luar
kebiasaaan atau salah entry data. Setelah itu prosesnya juga harus dilakukan dengan cermat dan benar."Banyak metodologi meningkatkan akurasi. Tak bisa satu metodologi, tapi beberapa dan hasilnya bisa diperbandingkan untuk mengambil kebijakan yang lebih baik," katanya.
0 comments:
Post a Comment