![]() |
Direktur Jenderal Pemasyarakatan I Wayan Dusak usai menghadiri perayaan Paskah di Lapas Klas I Cipinang, Jakarta Timur, Minggu (23/4/2017 |
Jakarta-Narapidana dewasa sedianya dipisahkan dengan narapidana anak-anak.
Namun karena keterbatasan tempat, sejumlah lembaga pembinaan khusus anak
(LPKA) masih menumpang di gedung lapas dewasa. Misalnya, LPKA di
Salemba, Jakarta, dan LPKA di Kendari.
Terkait hal itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan I Wayan Dusak
mengatakan bahwa upaya untuk memindahkan semua tahanan anak ke LPKA
masih terus dilakukan.
"Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan itu, kami sudah mencoba
mengimplementasikan amanah dari undang-undang yaitu sistem peradilan
pidana anak," ujar Wayan usai menghadiri perayaan hari kebangkitan Yesus
atau Paskah di Lapas Klas I Cipinang, Jakarta Timur, pada Minggu
(23/4/2017).
Wayan mengatakan, pihaknya telah meluncurkan sembilan LPKA beberapa waktu lalu. "Walaupun, kami belum punya bangunannya
Ia melanjutkan, oleh karena itu, sementara ini ada beberapa narapidana anak-anak yang di tumpangkan di beberapa Lapas.
"Ke depannya kami akan bangun LPKA yang baru lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Koordinator Sahabat Kapas Dian Sasmita, yang membina
sejumlah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Klaten, Kutoarjo,
Wonogiri, dan Surakarta, menilai pemisahan perlu dilakukan. Sebab, upaya
rehabilitasi anak di lapas umum justru berdampak menambah trauma ABH.
"Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak (UU SPPA) menegaskan, (tindakan pidana yang diancam) hukuman di
bawah 7 tahun harus melalui proses diversi (pengalihan penyelesaian
perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan
pidana). Apabila ABH harus dimasukkan ke lapas, harus yang khusus anak.
Sayangnya, dalam penerapannya belum semua jajaran aparat penegak hukum
mengerti," ujarnya.
Misalnya, A seorang remaja yang menjalani hukuman kurungan 5 tahun karena kasus kekerasan seksual.
Berdasarkan Pasal 49 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 21 Tahun 2016, ABH yang direhabilitasi di lapas khusus anak bisa
mendapat pembebasan bersyarat jika sudah menjalani setengah masa
hukuman.
Namun, karena A direhabilitasi di lapas umum, kesempatan pembebasan
bersyarat baru memungkinkan jika dia sudah menjalani dua pertiga masa
hukuman.
"Ini tidak adil dan tidak sesuai dengan UU S PPA" ujar Dian.
0 comments:
Post a Comment