Jakarta - KPK bersama Kejaksaan Agung ,
dan Polri menandatangani kerja sama atau MoU tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi. Ada 15 pasal dalam MoU itu yang disetujui semua
pihak.
Namun, ada satu pasal yang menekankan kepada para pihak penegak hukum
yang menandatangani MoU agar tidak tidak sembarangan melakukan tindakan
hukum. Misalnya untuk menggeledah dan memeriksa anggota ketiga
institusi itu baik sebagai saksi maupun tersang
Misalnya, di pasal 3 ayat (4) disebutkan bahwa dalam hal salah satu
pihak melakukan pemanggilan terhadap personil pihak lainnya maka pihak
yang melakukan pemanggilan tersebut memberitahukan kepada pimpinan
personil yang dipanggil.
Kemudian masih di Pasal 3, ayat (7) diatur mengenai penggeledahan,
penyitaan atau memasuki kantor salah satu pihak harus memberitahukan
kepada pihak yang menjadi objek dilakukan tindakan penggeledahan,
penyitaan maupun memasuki kantor tersebut kecuali tertangkap tangan.
"Kita ikuti peraturan undang-undang saja. Itu justru penyempurnaan MoU (nota kesepahaman) yang lalu," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Sementara, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar menilai
wajar bilamana ada anggota Polri yang diperiksa sebagai tersangka
kemudian diberikan pendampingan hukum dari institusinya.
"Kalau tersangka iya dong harus didampingi penasihat hukum. Karena di
internal kita ada advokat internal ya dalam menghadapi pendampingan
kepada anggota-anggota kita yang bermasalah dengan hukum. Itu mekanisme
normal dan wajar," ucap Boy.
Menurut Boy, pasal tersebut memang sengaja disetujui agar tidak lagi
terjadi konflik antarlembaga penegak hukum lain dalam menangani perkara
korupsi.
"Oh tidak, kan tekadnya sudah sama memberantas korupsi. Kalau kita
berpikir seperti itu kita negative thinking. Ini lebih ke masalah
komunikasi agar lancar dan tidak terjadi salah pengertian," tegas mantan
Kapolda Banten itu.
Berikut 15 Pasal yang disetujui ketiga lembaga tersebut dalam MoU yang ditandatangani pada Rabu (29/3/2017) di Mabes Polri
Misalnya, di pasal 3 ayat (4) disebutkan bahwa dalam hal salah satu
pihak melakukan pemanggilan terhadap personil pihak lainnya maka pihak
yang melakukan pemanggilan tersebut memberitahukan kepada pimpinan
personil yang dipanggil.
Kemudian masih di Pasal 3, ayat (7) diatur mengenai penggeledahan,
penyitaan atau memasuki kantor salah satu pihak harus memberitahukan
kepada pihak yang menjadi objek dilakukan tindakan penggeledahan,
penyitaan maupun memasuki kantor tersebut kecuali tertangkap tangan.
"Kita ikuti peraturan undang-undang saja. Itu justru penyempurnaan MoU (nota kesepahaman) yang lalu," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Sementara, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar menilai
wajar bilamana ada anggota Polri yang diperiksa sebagai tersangka
kemudian diberikan pendampingan hukum dari institusinya.
"Kalau tersangka iya dong harus didampingi penasihat hukum. Karena di
internal kita ada advokat internal ya dalam menghadapi pendampingan
kepada anggota-anggota kita yang bermasalah dengan hukum. Itu mekanisme
normal dan wajar," ucap Boy.
Menurut Boy, pasal tersebut memang sengaja disetujui agar tidak lagi
terjadi konflik antarlembaga penegak hukum lain dalam menangani perkara
korupsi.
"Oh tidak, kan tekadnya sudah sama memberantas korupsi. Kalau kita
berpikir seperti itu kita negative thinking. Ini lebih ke masalah
komunikasi agar lancar dan tidak terjadi salah pengertian," tegas mantan
Kapolda Banten itu.
Berikut 15 Pasal yang disetujui ketiga lembaga tersebut dalam MoU yang ditandatangani pada Rabu (29/3/2017) di Mabes Polri
ka terkait kasus pidana
korupsi.
0 comments:
Post a Comment