JAKARTA-MINGGU, 16 April 2017, mulai pukul 00:00 hingga 18
April 2017, memasuki masa tenang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.
Berbagai alat peraga kampanye baik spanduk, baliho, umbul-umbul, poster,
dan stiker dicopot Badan Pengawas Pemilukada (Bawaslu) DKI Jakarta
dengan dibantu Satpol PP.
Penurunan alat peraga kampanye di lima wilayah kota dan satu
kabupaten mengembalikan kota Jakarta menjadi rapih. Suasana ibukota yang
sebelumnya lumayan panas, karena dijejali aneka isu baik untuk
mendongkrak maupun menjatuhkan pasangan calon (paslon) kini mulai
mereda.
Lazimnya hari tenang semua pihak, terutama paslon gubernur dan wakil
guberur, tim sukses, kader partai pendukung, maupun relawan sudah
seharusnya tidak melakukan aktivitas atau menggelar kegiatan apapun yang
berbau kampanye.
Seperti apa yang didefinisikan Bawaslu DKI Jakarta, kampanye itu juga
dimaksudkan menyampaikan visi-misi, program kerja dan ada informasi
lain terkait paslon.
Sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 12/2015, pada masa tenang paslon maupun tim sukses dilarang menggelar kampanye dalam bentuk apapun. Pendek kata, jangan ganggu masa tenang.
Sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 12/2015, pada masa tenang paslon maupun tim sukses dilarang menggelar kampanye dalam bentuk apapun. Pendek kata, jangan ganggu masa tenang.
Di masa tenang biarkan warga Jakarta, terutama yang memiliki hak
pilih merenung untuk menjatuhkan pilihannya sesuai dengan hati nurani
pada 19 April 2017 mendatang. Janganlah mereka diiming-iming sembako
gratis, digiring-giring ke bazar murah, atau ditawari apapun yang
tujuannya secara terselubung untuk mencoblos paslon tertentu.
Agar masa tenang tidak dirusak oleh siapapun, tidak ada salahanya
bila semua pihak meningkatkan kewaspadaannya. Laporkan bila ada pihak
yang melakukan aktivitas yang berbau kampanye ke pihak terkait. Biasanya
menjelang detik-detik pencoblosan, demi memenangkan paslon tertentu ada
saja pihak yang menghalal segala cara mempengaruhi pemilik hak suara.
Bagi pemilik hak suara sebaiknya berani menolak bila ada upaya menawarkan money politic. Apalagi penerima maupun pemberi dalam praktik money politik sesuai dengan Undang Undang (UU) Nomor 10/2016 tentang Pilkada, bisa dipidana dengan hukuman minimal tiga tahun dan paling lama 6 tahun penjara. Selain itu, didenda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Bagi pemilik hak suara sebaiknya berani menolak bila ada upaya menawarkan money politic. Apalagi penerima maupun pemberi dalam praktik money politik sesuai dengan Undang Undang (UU) Nomor 10/2016 tentang Pilkada, bisa dipidana dengan hukuman minimal tiga tahun dan paling lama 6 tahun penjara. Selain itu, didenda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Di masa tenang seperti ini saatnya untuk dimanfaatkan mempelajari
secara cermat program-program dari paslon yang ditawarkaan saat
kampanye, sehingga gubernur dan wakil guberur terpilih kelak dapat
mengantarkan Jakarta sejajar dengan kota maju di dunia serta bisa
membuat warga Jakarta lebih sejahtera.
Mengutif pendapat Siti Zuhro, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), melalui Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, level
kematangan dan kedewasaan politik warga Jakarta kini diuji. Selamat
menjalani masa tenang.







0 comments:
Post a Comment