Dwi Widodo merupakan tersangka penerima suap proses penerbitan
paspor RI dengan metode reach out 2016 dan proses penerbitan calling
visa 2013–2016 di KBRI Kuala Lumpur.
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Atase Imigrasi
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Malaysia
(nonaktif ), Dwi Widodo, seusai pemeriksaan sebagai tersangka, Jumat
(21/4). Dwi keluar dari Gedung KPK memakai rompi tahanan KPK berwarna
oranye bergaris hitam, sekitar pukul 16.58 WIB.
“Dwi ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur
Cabang KPK yang terletak di Pomdam Jaya, Guntur. Itu saja. Jadi
penahanan biasa, 20 hari,” ujar Yans Jailani selaku kuasa hukum Dwi
Widodo, di depan Kompleks Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat sore.
Dwi Widodo merupakan tersangka penerima suap proses penerbitan paspor
RI dengan metode reach out 2016 dan proses penerbitan calling visa
2013- 2016 di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai Atase Imigrasi KBRI
Kuala Lumpur, Malaysia dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), Dwi
diduga menerima suap satu miliar rupiah dalam penerbitan paspor reach
out dan proses penerbitan calling visa tersebut.
Yans menjelaskan, Dwi dalam pemeriksaan memang mengakui adanya penerimaan uang suap.
Hanya saja, Yans tidak bisa menyampaikan secara rinci karena masuk
materi perkara. “Karena kalau memang ada, kita tahu sendiri kan KPK
punya alat bukti. Nanti mungkin akan disampaikan,” tandasnya. KPK
memastikan ada beberapa modus yang dilakukan Dwi dalam penerimaan suap.
Pertama, Dwi diduga meminta sejumlah perusahaan untuk menjadi agen
atau calo atau makelar untuk menyasar tenaga kerja Indonesia (TKI) yang
bekerja di perusahaan yang sudah habis masa berlaku atau paspor dan
visanya rusak serta tidak bisa mengurus langsung di KBRI.
Kedua dari pengurusan tersebut, Dwi meminta perusahaan makelar agar
memberikan sejumlah uang kepadanya. Pungutan yang dilakukan tersebut
melebihi tarif resmi. Ketiga, Dwi meminta pihak agen perusahaan yang
menjadi kuasa atau penjamin warga negara asing untuk mengirimkan
sejumlah uang ke rekening pribadinya sebagai imbalan atas bantuan yang
diberikannya.
Dari temuan KPK, kebijakan KBRI terkait mekanisme pembuatan atau
penerbitan paspor bagi WNI/TKI di Malaysia yang hilang atau rusak
memiliki dua mekanisme.
Pertama, mekanisme biasa, di mana pemohon paspor datang langsung ke
KBRI pada hari dan jam kerja. Kedua, melalui mekanisme reach out.
Caranya, pihak imigrasi KBRI mendatangi pemohon di lokasi yang berada di
lokasi di luar KBRI atau kantong- kantong TKI dan dilakukan di luar
hari dan jam kerja. Celah inilah yang dimanfaatkan Dwi.
Padahal sebenarnya perusahaan tersebut tidak punya kapasitas sehingga TKI harus membayar tarif yang lebih besar.
Kegiatan Fiktif
Di tempat yang sama, KPK menetapkan mantan Kepala Bidang
Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara
(PPBMN) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sri Utami,
sebagai tersangka. Sri diduga terlibat dalam membuat kegiatan fiktif di
Kesetjenan Kementerian ESDM, pada tahun anggaran 2012.
0 comments:
Post a Comment