SERANG – Ratusan ulama perempuan, aktivis dan akademisi pekan ini
mengikuti Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pertama di Pesantren
Kebon Jambu, Babakan Ciwaringin Cirebon. Agenda kongres para da’i
perempuan tersebut telah berlangsung dari kemarin hingga besok
(25-27/4).
Pertemuan ini disebut sebagai bentuk konsolidasi para ulama perempuan
yang selama ini bekerja untuk menyelesaikan berbagai persoalan
masyarakat sipil.
Dari Banten, E. Ervi Siti Zahroh, putri dari KH. Zidni Ma’ani menjadi
salah satu peserta penuh, delegasi dari Ponpes Mathla’ul Anwar Li
Nahdlotil Ulama (Malnu) Pusat Menes. “Forum ini adalah forum pertama
bagi konsolidasi ulama perempuan, kehadiran kami disini merupakan
ikhtiyar dalam menjawab isu-isu kesejahteraan, perlindungan perempuan
dan isu-isu keislaman,” ujarnya melalui siaran resmi yang diterima Radar
Banten Online, Rabu (26/4).
Menurutnya, kongres ini tetap dalam koridor kebangsaan dan
kemanusiaan, selama ini ulama perempuan telah banyak berkontribusi dan
menyelesaikan persoalan, namun kiprahnya jarang terdengar.
“Melalui forum ini kita ingin nyatakan bahwa keberadaan ulama
perempuan itu nyata, eksis, dan selalu hadir dalam setiap problem
keummatan. Dan inilah waktu dimana semua komponen bangsa harus mengakui
sekaligus memberikan apresiasi atas setiap ikhtiyar san langkah kongkrit
yang telah ditampilkan,” ungkapnya.
Dalam laporan panitia, kongres ini akan membahas tiga isu utama yang
dihadapi perempuan dan anak-anak, yaitu perkawinan anak, kekerasan
seksual dan perusakan alam dalam konteks keadilan sosial, migrasi dan
radikalisme.
“Semua tema ini berkaitan langsung dengan peri-kehidupan kaum
perempuan, seperti perkawinan anak di mana Indonesia berada di urutan
kedua terbesar di Asia Tenggara setelah Kamboja, kekerasan seksual yang
banyak terjadi, dan lain-lain. Jadi mesti ada solusi yang tidak hanya
melibatkan perempuan, tetapi juga berbagai pihak,” jelas aktifis PP.
Fatayat NU ini.
Ibu dua anak ini juga menyatakan, Indonesia sebenarnya banyak
memiliki ulama perempuan sejak beberapa abad lalu, tetapi peran mereka
tertimbun dalam kultur religio-sosioligis sejarah dunia. Saat ini, ulama
perempuan di Indonesia banyak yang berperan dalam masyarakat, sebagai
pemimpin pesantren, ataupun pemimpin institusi pendidikan, dan melakukan
pemberdayaan di masyarakat akar rumput.
Dia berharap kongres ini dapat memperkuat peran ulama perempuan dalam
menjalankan kerja dan khittahnya sebagai manusia untuk menyelesaikan
masalah sosial dan agama di masyarakat, tanpa kehilangan jati diri dan
kodratnya sebagai seorang ibu. “Semoga ikhtiyar kami selalu mendapat
ridlo dari Allah,” katanya.
0 comments:
Post a Comment