Pancasila rumah kita/ Rumah untuk kita semua/ Nilai dasar Indonesia/
Rumah kita selamanya/ Untuk semua puji namanya/ Untuk semua cinta
sesama/ Untuk semua warna menyatu/ Untuk semua bersambung rasa/ Untuk
semua saling membagi/ Pada setiap insan, sama dapat sama rasa/ Oh
Indonesiaku (oh Indonesia)….
Penyanyi Lea Simanjuntak melantunkan lagu "Pancasila Rumah Kita" itu
dengan suara merdu melengking. Semangat kebersamaan, seperti dalam lirik
lagu yang biasa dibawakan Franky Sahilatua itu, menjalar kepada hadirin
di panggung Taman Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu Di bawah terik matahari siang itu, ratusan orang dari
berbagai komunitas di Nusantara ikut menyanyi, bahkan beberapa orang
bergandeng tangan.
Momen ini tercipta pada peringatan Hari
Toleransi Internasional di Indonesia yang digelar 25 lembaga swadaya
masyarakat. Bait-bait lagu itu mewakili kerinduan rakyat Indonesia pada
pengamalan Pancasila. Jika kelima sila dalam Pancasila diwujudkan,
negeri ini akan menjadi "rumah" yang mengayomi rakyat Indonesia, apa pun
suku, agama, ras, dan budayanya.
Seusai nyanyian, pembawa acara
pun bertanya, "Siapa kita?" Para hadirin sontak menjawab, "Indonesia."
Lalu, ada pertanyaan lagi, "Bagaimana kita?" Hadirin kompak menimpali,
"Bhinneka Tunggal Ika!"
Mengangkat tema "Damai dalam
Kebhinnekaan", peringatan Hari Toleransi Internasional mengajak rakyat
Indonesia untuk kembali memperkuat solidaritas persaudaraan masyarakat
yang majemuk. Sebanyak 39 komunitas dari sejumlah daerah di Nusantara
tampil dalam perayaan itu. Mereka antara lain kelompok penari saman asli
Aceh, grup tanjidor dan ondel-ondel dari Betawi, grup barongsai dari
komunitas keturunan Tionghoa, kelompok penari Papua, grup angklung dari
Sunda, dan kelompok tari dero dari Sulawesi Tengah.
Obor perdamaian
Pada pagi hari, bersama warga
yang menikmati hari tanpa kendaraan bermotor, mereka berpawai mengusung
obor perdamaian dari Bundaran HI menuju Monas. "Kami hadir dengan
membawa terang, harapan, dan keberanian untuk mengajak kita semua
memperkuat tali persaudaraan, sikap saling menghargai perbedaan suku,
agama, budaya di negeri ini," kata pengasuh Pesantren Al-Mizan,
Majalengka, Jawa Barat, Maman Imanulhaq.
Ditetapkan oleh
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO)
sejak 1995, Hari Toleransi Internasional terus diperingati di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia. Selain di Jakarta, Hari Toleransi juga
digelar di Kupang, Manado, Yogyakarta, dan Banda Aceh untuk mengingatkan
semua kalangan pada pentingnya toleransi, yaitu mengakui dan menghargai
semua manusia tanpa membedakan latar belakang ras, suku, agama, dan
budaya.
Aktivis pegiat toleransi pun mengeluarkan maklumat
bersama. Mereka menuntut pemerintah hadir menangani praktik intoleransi,
menindak tegas para pelanggar, melindungi dan merehabilitasi para
korban kekerasan, dan menghapus segala kebijakan yang diskriminatif.
Acara
ini tetap relevan karena praktik intoleransi, terutama atas nama
perbedaan keyakinan beragama, masih marak di negeri ini. Penyelesaian
kasus-kasus lama itu diharapkan membuktikan, Indonesia bisa menjadi
rumah bagi seluruh rakyat, apa pun latar belakangnya.
0 comments:
Post a Comment