SERANG – Gubernur Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Andika Hazrumy
sepertinya harus berpikir lebih keras. Upayanya untuk melakukan
percepatan pembangunan tidak berjalan mulus seperti yang diinginkan.
Selain realisasi capaian serapan triwulan I APBD tahun anggaran 2018
yang belum memenuhi target, prioritas programnya juga belum banyak
terealisasi.
Memasuki evaluasi capaian realisasi triwulan I tahun anggaran 2018,
dari target 15 persen Pemprov hanya bisa merealisasikan sebesar 8,5
persen atau sebesar Rp875,5 miliar dari total APBD sebesar Rp10,3
triliun. Itu artinya, masih ada Rp9,42 triliun anggaran mengendap atau
belum bisa digunakan.
Realisasi ini jauh jika dibandingkan dengan serapan triwulan I pada
ABPD dua tahun sebelumnya. Pada 2016, Pemprov Banten bisa merealisasikan
anggarannya di triwulan I sebesar 30 persen. Sedangkan pada 2017
realisasinya sebesar 20 persen.Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten Nandy
Mulya S membenarkan realiasi tersebut. Hingga evaluasi terakhir, Jumat
(30/3) belum tercapai target 15 persen. “Realisasi keuangan 8,5 persen,
sedangkan realisasi fisik lebih besar dari keuangan. Datanya ada di Karo
Adpem (Kepala Biro Administrasi Pembangunan Banten, Mahdani-red),” ujar
melalui pesan singkat, Minggu (1/4).
Namun, Nandy tidak menjelaskan detil masalahnya. Bahkan, saat ditanya
mengenai catatan atas evaluasi serapan tersebut. “Evaluasi tupoksi
(kewenangan-red) Adpem,” singkatnya.
Kepala Biro Adpem Mahdani saat ditemui di halaman Pendopo Gubernur
Banten, Selasa (27/3), tidak mengelak jika realisasi anggaran belum
sampai 15 persen. Ia mengaku, penggunaan anggaran triwulan I sudah
distop per 23 Februari. Kata dia, hitungan hingga Februari baru
terealisasi tujuh persen. Menurutnya, belum tercapainya realisasi target
15 persen karena di triwulan I pihaknya baru menyiapkan segala bentuk
administrasinya.
“Itulan baru persiapan SK-SK (Surat Keputusan) dulu, praktis belum
jalan. Januari kan baru tunda (tunjangan daerah) dan yang rutin,”
katanya.
Lambatnya realisasi anggaran dan fisik triwulan I tidak dipungkiri
jika salah satu penyebabnya lambatnya lelang khususnya pada pembangunan
fisik yang memerlukan anggaran besar. “Kalau fisik yang gede kan di
akhir, kalau proses lelang terus. Kalau target awal kecil dulu.
Rutinitas yang keluar baru tunda sama gaji, sedangkan yang lain hanya
rapat-rapat, makan minum doang,” kata Mahdani.
Namun demikian, Mahdani meyakini jika di triwulan II dan III
realisasi akan jauh lebih besar. “Sampai dengan sekarang paket yang
masuk ULP ada 232, dan yang sudah ada pemenangnya sekitar 42, sisanya
masih proses. Ada yang sudah ditender, ada juga yang masih verifikasi
kelengkapan dokumen,” ujarnya.
Ia mengaku, dari paket pengadaan sebanyak enam ribu lebih pada APBD
Banten, tidak semuanya masuk dalam ULP. Kebanyakan paket dilakukan oleh
OPD. “Kontrak di bawah Rp50 juta paket pengawasan dan barjas (barang
jasa) di bawah Rp200 juta dilaksanakan oleh OPD dengan cara PL
(penunjukan langsung-red),” ujarnya.
Selain serapan anggaran, prioritas program yang digulirkan Pemprov
Banten belum ada yang terealisasi. Misalnya prioritas program
pembangunan infrastruktur revitalisasi Kawasan Banten Lama. Agenda yang
digadang-gadang sebagai langkah memperbaiki wajah ikon wisata di Banten
ini semestinya sudah berjalan per Maret ini. Namun, karena terkendala
lelang, program tersebut tidak kunjung direalisasi.
Dalam beberapa kesempatan berbincang dengan wartawan, Gubernur
Wahidin Halim enggan berkomentar saat ditanya realiasi program selama
sepuluh bulan kepemimpinannya. “Jangan tagih saya sepuluh bulan, tapi
nanti setelah lima tahun,” katanya.
Di sisi lain, ia selalu mewanti-wanti segera merealiasikan programnya
sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah ditentukan. Bahkan, ia kerap
melontarkan nada ancaman akan mengganti aparaturnya yang dinilainya
lamban melaksanakan program. “Harus segera dilaksanakan. Kita minta
tanggung jawab OPD-nya. Sudah saya marahin,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment