![]() |
Ustadz Syaiful Abror saat diwawancarai oleh awak
media di Pemakaman Islam Al-Hidayah, Kelurahan Serua, Ciputat, Kota
Tangsel, Senin (24/12/2018).
|
BANTEN-Tsunami di Pantai Anyer Banten merupakan tragedi yang pilu bagi
Ustadz Syaiful Abror. Peristiwa yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018)
malam itu merengkut nyawa istri, Nur Alfisyah, 37, dan dua anaknya
Nihlatuz Zahra, 11, dan M Zein, 2.
Pemimpin Pondok Pesantren Raudhatul Islah, Ciputat, Tangsel itu
awalnya datang bersama keluarga ke Hotel Mutiara Carita, Pantai Carita
Anyer. Dia berniat untuk menikmati long weekend di hotel selagi memasuki
libur sekolah.
"Yang namanya bencana tidak ada yang tahu dan bisa menghampiri
siapapun. Malam itu niat saya hanya liburan, membuat anak dan istri saya
senang. Kebetulan anak-anak saya juga sedang libur dari pesantren dan
sekolahnya. Malam itu pun tidak ada tanda-tanda sama sekali. Peringatan
pun tidak ada. Kami menjalankan aktivitas seperti biasa," jelas Ustadz
Abror usai memakamkan keluarganya di Ciputat.
Ia pun menjelaskan bahwa malam itu, ia berama keluarganya dan
pengunjung lain, masih menjalankan kegiatan seperti biasa. Beberapa
wisatwan juga banyak yang tengah mandi di pantai, berfoto dan makan
malam. Selepas Salat Isya berjamaah mereka melanjutkan kegiatan. Setelah
itu beristirahat.
"Setelah para istri dan anak istirahat di kamar, saya dan
bapak-bapak lain stand by di ruang tamu. Di tengah perbincangan
tiba-tiba ada air masuk ke dalam villa. Saya pikir hanya air naik
biasa, namun tidak lama ada telpon dari pihak villa untuk segera
siap-siap. Langsung saja ambil kunci mobil dan segera menyalakan
mobil," katanya sambil menahan air mata.
Menurunya, saat menyalakan mobil, ia mendengar suara air yang amat
besar. Kemudian sekejap ia tersapu oleh gelombang air tsunami tersebut.
Dia terbawa sekitar 150 meter hingga akhirnya ia terlilit kabel
listrik. Abror berupaya bertahan dengan memegang kabel listrik. Dia pun
sempat tersetrum karena ternyata kabel tersebut masih teraliri listrik.
Setelah gelombang air surut, dia langsung manghampiri villa tempat
keluarganya terakhir berada sambil meneriakkan nama anak dan istrinya.
Lalu dia pun mendengar suara rintihan anaknya.
"Abi (Ayah)... Abi..." Jelas Ustaz Abror menceritakan suara teriakan anaknya.
Dia mencari sumber suara tersebut yang ternyata berasal dari tumpukan puing puing setinggi 2 meter.
"Ini Abi, Nak. Abi tidak punya kemampuan, Nak. Ini Abi, Nak. Abang
maaf, Abi tidak punya kemampuan, Bang," jawab Ustadz Abror sambil
menangis.
Langsung saja dia meminta pertolongan warga lainnya untuk mengangkat
puing-puing tersebut. Dia mendengar suara tangis anak kecil yang
diyakini adalah suara anaknya. Langsung saja dihampiri suara tangis
tersebut dan benar ternyata itu suara anaknya.
"Saya langsung hampiri dan meminta maaf ke anak saya, kalau saya
tidak bisa, saya tidak punya kemampuan untuk menolongnya. Saya hanya
bisa memohon dan memanjatkan doa kepada Allah, untuk keselamatan anak
saya," jelasnya.
Setelah salah satu anaknya berhasil diselamatkan, langsung ia membawa
ke puskesmas sekitar lokasi. Namun karena luka yang sangat parah, lalu
dirujuk ke RSU Provinsi Banten.
“Sebelum membawanya, saya menitipkan kepada orang yang ada di
sekitarnya, untuk menitipkan bahwa itu adalah anaknya. Saya hanya
manusia biasa, saya tidak mampu mengangkat semuanya. Maka yang saya
bisa lakukan hanya berdoa kepada Allah, agar selamatkan anak saya. Agar
tidak diambil nyawa anak saya," ungkapnya.
Namun takdir berkata lain, kedua anaknya meninggal dunia. Sedangkan
istrinya yang sempat hilang juga ditemukan sudah tak bernyawa. Kini,
ketiganya telah dimakamkan di Pemakaman Islam Al-Hidayah, Kelurahan
Serua, Ciputat, Kota Tangsel, Senin (24/12/2018).
0 comments:
Post a Comment