JAKARTA – Dalam debat putaran kedua, Minggu (17/2/2019) yang lalu,
Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto menunjukkan gayanya yang
berbeda.
Menurut pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago, Jokowi tampil dengan
gaya menyerang atau agresif, sementara Prabowo tampil dengan gaya
patriot, negarawan dengan mengeluarkan gagasan atau narasi besar
walaupun belum tuntas dijelaskan secara operasional dan teknis misalnya
mengatakan bahwa ‘kami punya falsafah dan strategi lain’.
“Jokowi tampil penuh percaya diri, menguasai materi, dan sempat
melakukan serangan terukur dan bahkan serangan menohok pada Prabowo,”
ujarnya Pangi yang juga Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif
Voxpol Center Research and Consulting, dalam keterangan persnya yang
diterima, Sabtu (23/2/2019).
Menurutnya, Jokowi terlihat lebih banyak belajar dari debat pertama
soal konten debat, bahasa atau gaya tubuh, lebih lancar menyampaikan
data dan contoh se-sederhana mungkin pada masyarakat kelas bawah.
Jokowi di atas angin ketika dalam beberapa kesempatan Prabowo malah
menunjukkan “persetujuan” dengan argumentasi Jokowi. Prabowo gagal
menunjukkan alternatif lain sebagai tawaran alternatif kebijakan, sangat
minim data, Prabowo terjebak pada narasi besar yang tidak mampu dan
gagap dioperasionalkan ke dalam program yag lebih detail.
Jokowi langsung memberikan contoh soal ketegasan beliau dalam soal
penegakan hukum. Misalnya langsung memberi contoh soal denda pada
perusahaan yang merusak lingkungan.
“Jokowi langsung ke poin inti, menjelaskan dengan bahasa yang sangat
sederhana sudah berapa kilometer jalan tol yang dibangun, irigasi,
ratusan waduk di bangun dan proyek infrastruktur lainnya,” ujarnya.
Jokowi tampil lebih ofensif dan galak, Prabowo terkesan lebih bijak
dan tak menyerang. Seperti Jokowi mengatakan Prabowo “jangan pesimis”.
Kemudian terkesan Jokowi menyerang pribadi Prabowo soal kepemilikan
tanah sebesar 220.000 hektare lahan di Kalimantan dan 120.000 hektare di
Aceh Tengah.
Prabowo menyempatkan di ujung debat mengklarifikasi bahwa “tanah saya
kuasai ratusan ribu hektare benar, itu HGU milik negara, negara bisa
ambil, dari pada jatuh ke tangan asing lebih baik saya kelola, saya
nasionalis dan patriot”.
Dalam debat kedua ini terlihat Prabowo terlalu “berbalas-kasihan” dan
terlalu baik pada Jokowi, selama ini sang penantang memainkan strategi
menyerang namun Prabowo tak lakukan justru petahana yang ditagih
janjinya tampil agresif menyerang.
“Prabowo terlalu baik, memuji kerja Jokowi, mestinya Prabowo bisa
kritik menggapa bapak “baru akan” dan “sedang kami rencanakan”, lalu
selama ini pak Jokowi ngapaian aja?,” katanya.
Prabowo mengulangi hal yang sama, yaitu “setuju” dengan petahana
menyetujui langkah dan kebijakan pemerintah yang kongkrit dan yang sudah
baik dilakukan pemerintah. Prabowo mengakui kalau ada yang baik dan
benar dari pemerintah, menggapa sulit kita untuk “mengakui”?
“Sangat disayangkan, mestinya Prabowo bisa membantah dan konfirmasi
ulang apabila ada semburan data yang keliru dan diklarifikasi Prabowo,
namun Prabowo hanya diam dan tak membantah data Jokowi,” ujarnya.
Kebijakan Jokowi yang sudah baik “diamini” Prabowo. Namun mungkin
Prabowo ingin memberikan pesan makna politis (political meaning)
sehingga Prabowo tercitrakan sebagai calon presiden ‘negarawan’ dan
‘nasionalis’.
Prabowo sekali kali tampil menyerang/serangan balik, mengkritik soal
infrastruktur Jokowi, namun sayang ngak pakai data yang kuat membantah
soal infrastruktur kecuali hanya soal MRT Palembang dan Bandara
Kertajati, Bandung.
Mesti Prabowo bisa juga melebar pada narasi rendahnya harga sawit dan
karet, beliau ngak mengambil momentum mengambil empati petani karet dan
sawit pada konteks harga yang rendah. Tak hanya sekedar bagi-bagi 7
(tujuh) juta sertifikat, Prabowo bisa menanyakan soal lahan rakyat
diambil investor dan pemilik modal.
Sebagai penantang Prabowo gagal mengeksprolasi kegagalan dan titik
lemah kebijakan petahana. Jika Prabowo lebih cermat dengan analisis yang
lebih mendalam Prabowo juga bisa memberikan serangan yang cukup
merepotkan Jokowi.
“Oleh karena itu, situasi ini menjadikan panggung debat kedua kali
ini seperti didominasi dan menjadi panggung milik Jokowi. Ditopang
dengan basis data dan uraian capaian dan prestasi, pemaparan Jokowi
terkesan lebih rapi, sehingga Jokowi terlihat lebih menguasai masalah,”
kata Syarwi.
Betapa mewahnya forum debat kedua untuk rakyat namun yang dibahas
sangat dikit sekali konten dan narasi untuk kemaslahatan dan
kesejahteraan perut rakyat, harus kita akui sedikit sekali dalam debat
menyentuh kehidupan rakyat jelata.
“Pasca debat kedua apakah un-decided voter berkurang? Apakah pemilih
rasional bisa tergiur dan menentukan pilihan? Kita lihat nanti!”
katanya.
0 comments:
Post a Comment