“It’s relieving.” Itulah akhirnya komentar Satria Dharma
setelah GLS (Gerakan Literasi Sekolah) diluncurkan oleh Mendikbud Anies
Baswedan bersamaan dengan terbitnya Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015.? Apa meneh itu?
Orang Jawa kebingunan ucapan Satria Dharma. Itu biasanya kalau kita
sedang sakit kepala, lalu pusingnya hilang seketika. Heee. Gitukah
maknanya Pak Satria Dharma? Beliau lulusan bahasa Inggris. Jadi
komentarnya banyak keluar cas-ces-cos dalam bahasa Inggris seperti itu.
Buku terbitan tahun 2015 ini pun diberinya judul dalam bahasa Inggris
pula “A Full Year of Leteracy.” Apa lagi itu? Selama setahun penuh
Satria telah berusaha. Berusaha apa? Untuk ikut mendorong kelahiran GIMM
(Gerakan Indonesia Membaca-Menulis) dan GLS (Gerakan Literasi Sekolah)
di negeri ini. Dia seorang dirikah? Tidak. Tapi Satria Dharma berdiri di
depan, pastilah. Tapi tidaklah sendiri. We are not looking for a superman. We are looking for a super team.
Saya ikut-ikutan pakai bahasa Inggris sedikit. Biar ada bekas bahwa
saya pernah di negeri Paman Sam selama dua tahun. Alhamdulillah.
Permen Nomor 21 Tahun 2015
Permen apa lagi itu? Itu bukan semacam gula-gula yang diberikan anak
agar tidak nangis. Permen itu adalah Peraturan Mendikbud tentang
Kewajiban setiap peserta didik membaca buku non-mata pelajaran selama
lima belas menit pelajaran dimulai. Kalau Satria Dharma, berusaha
pembuka misteri Iqra empat belas abad yang laku. Itulah buku tulisan
Satria Dharma yang mengulas pertanyaan kenapa empat belas abad lalu
Malaekat Jibril mengucapkan Iqra sampai tiga kali kepada Nabi Muhammad
ketika menerima wahyu pertama. Dalam buku Misteri IQRA empat belas abad
tahun yang lalu telah memusingkan kepala Satria Dharma. Kenapa semangat
membaca anak-anak bangsa ini kalah dengan anak-anak bangsa Vietnam.
Padahal kemerdekaan Indonesia jauh lebih dulu. Bahkan Vietnam baru
merdeka setelah negaranya hancur setelah kalah perang dengan Amerika?
Lagi anak negeri Indonesia 85% Muslim yang empat belas abad lalu telah
menerima perintah IQRA. Coba kenapa minat baca kita begitu rendahnya?
Misteri Iqra
Suparlan.org
Kalau saya, pertanyaannya jauh lebih dalam lagi. Kenapa anak-anak
negeri ini tidak faham Bahasa Arab, yang menjadi sebab pemahaman tentang
agamanya menjadi sangat dangkal. Hanya hafal. Hanya IQRA level satu,
menurut Nazzaruddin Umar, seorang Imam Masjid Istiqlal. Level satu itu
apa? Itu IRAQ how to read. Belum IQRA how to know. Belum IQRA how to understand. Apa lagi IQRA how to meditate. Itulah yang dijelaskan oleh Nazaruddin Umar dalam acara talkshop
di kediaman mantan Presiden Habibie, dengan tema IQRA pada tanggal 11
Desember 2015. Bahkan talkshow tersebut bak gayung bersambut dengan
tulisan saya bertajuk Nazaruddin Umar dan Paulo Freire tentang IQRA
dalam laman pribadi www.suparlan.com. Paulo Freire menegaskan makna sebenarnya membaca. Reading is not walking on the words, but reading is grasping the soul of them.
Membaca bukanlah berjalan di atas kata-kata. Tapi membaca adalah
menangkap jiwa kata-kata tersebut. Jadi, kenapa pemahaman agama kita
sangat rendah? Saya setuju dengan yang dijelaskan oleh Nazaruddin Umar.
Sama persis dengan yang dimaknai oleh Paulo Freire, seorang pahlawan
pembebasan pendidikan. Paulo Freire membebaskan negaranya Brazil dengan
pendidikan. Sama dengan Ki Hadjar Dewantara mebebaskan Indonesia dari
penjajahan Belanda dengan warisan pendidikan “Ing madya sung tulodo, Ing
madya mangun karso, Tut wuri handayani.” Demikian pula Ho Chi Mienh
membebaskan negaranya dengan percaya diri bahwa “No teacher, no education; no education, no social-economic development.”
Karena itu Mendikbud Anies Baswedan menyebutkan GGD (Guru Garis Depan).
Memang guru haruslah menjadi garda terdepan pendidikan ini.
Kesimpulannya apa misteri IQRA empat belas abad yang lalu? Adalah karena
bangsa ini masih berbudaya ngrumpi? Masih berbudaya gebrak meja, belum
berbudaya baca. Belum berbudaya literasi. Mungkinkah itu semua terjadi
karena meja di sekolah-sekolah kita bukan meja bundar? Wallahu alam.
Terus tentang GIMM. Gerakan Indonesia Membaca-Menulis. Istilah
gerakan, pada era Mendikbud Anies Baswedan menjadi sangat populer.
Semuanya menggunakan istilah gerakan. Memang Anies Baswedan tidak bisa
diam. Hidup memang harus bergerak. Saya ingat kata-kata mutiara Marthin
Luther King Jr. Kata-kata mutiara ini bersemangat. When you can’t
fly, just run. When you can’t run just walk. When you can’t walk, just
crawl. But whatever you do, you have to keep moving toward. Jika
Anda tidak dapat terbang, maka larilah. Jika Anda tidak dapat berlari,
maka berjalanlah. Jika Anda tidak dapat berjalan, maka merangkaklah.
Tetapi apapun yang Anda lakukan, Anda harus tetap bergerak ke depan.
Itulah semangat yang membuat Mendikbud Anies Baswedan selalu
menggebu-gebu dengan menggunakan kata gerakan. Bahkan pendidikan
disebutnya sebagai gerakan semesta.
Iqra dan Writing
Gerakan Indonesia Membaca-Menulis. Harus menjadi gerakan anak-anak
bangsa di negeri ini. Saya selalu mengajarkan kepada para mahasiswa
dalam mata kuliah writing, bahwa dalam mempelajari bahasa, bahasa apa
pun, pasti ada empat kompetensi yang harus dikuasai. Apa itu? Listening, speaking, reading, dan writing. Listening
adalah yang pertama didengarkan oleh anak-anak dengan telinganya.
Makanya cara belajar yang pertama itu adalah mendengarkan. Mendengarkan
apa yang dikatakan oleh orang lain. Tapi cara belajar ini paling lemah.
Karena itu orang Cina mengatakan katakan dan saya lupakan. Lalu,
anak-anak kita belajar mengatakan “maem, mami, mama,” demikian
seterusnya. Setelah itu, anak-anak mulai diberi pelajaran menulis.
Setelah itu kompetensi yang terakhir adalah menulis. Karena menulis itu
memberi makna pada gambar-gambar tersebut. Grasping the soul of them.
Menangkap jiwa gambar atau kata-kata tersebut. Dengan demikian, proses
penguasaan kompetensi tersebut adalah sebagai berikut. Pertama,
anak-anak belajar mencorat-coret. Tembok rumah saya biarkan penuh dengan
corat-coret cucu saya. Itulah ekspresi pertama mereka yang harus
diberikan peluang. Para ibu menjadi guru pertama dan utama. Para ibu
memulai pelajaran ini dengan membuat lingkaran besar (untuk
menggambarkan kepala), terus lingkaran kecil, lingkaran kecil (untuk
menggambarkan dua mata dalam lingkaran besar tersebut). Pastilah
anak-anak akan tersenyum lebar. Baru digambar rambut di gundulnya, dua
telinga, leher, dan seterusnya. Jadilah kepala manusia yang sedang
berceloteh menurukan celoteh gurunya. Gerakan Indonesia Membaca-Menulis
dapat dimulai dengan cara kegiatan mencorat-coret tersebut. Klimak
keempat kompetensi dalam belajar bahasa itu berlangung sedemikian rupa.
Klimanknya adalah kompetensi menulis. Gerakan Literasi Sekolah sudah
diterbitkan Permennya, Nomor 21 Tahun 2015. Marilah kita mulai dengan
membiasakan membaca non-mata pelajaran selama lima belas menit sebelum
pelajaran dimulai. Tentu mulailah dengan berdo’a sebelumnya. Bagi yang
beragama Islam, teruskan dengan membaca IQRA. Maknanya adalah “Bacalah,
bacalah, bacalah dengan menyebut nama Tuhan-mu, Tuhan-mu menciptakan
manusia dengan segumpal darah, bacalah dan Tuhan-mulah yang maha
pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam (wahyu), yang
mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.” Insya Allah.
0 comments:
Post a Comment