TANGERANG-Sejumlah petani padi di Kabupaten Tangerang memilih
untuk mempercepat masa tanam dan panen untuk menghindari perubahan musim
kemarau.
Di Desa Ciakar, Kecamatan Panongan, yang sebelumnya belum pernah
mengalami kekeringan akibat musim kemarau pada lahan pertanian, tahun
ini dirasakan para petani.
Abdullah, 81, salah satu petani di Desa Ciakar mengungkapkan
percepatan masa tanam dan panen menjadi solusi setiap tahunnya, agar
terus memproduksi beras.
Namun, sumber daya air yang dimiliki area persawahan seluas 1 hektar
lebih itu, hanya memiliki satu aliran irigasi untuk puluhan bidang
pertanian.
“Pertengahan tahun ini petani disini (Desa Ciakar) sudah dua kali
panen padi, tetapi untuk panen yang kedua kami mempercepatnya karena
sudah tidak ada cai (air) lagi di irigasi dan hujan juga sudah seminggu
tidak turun,” Ungkapnya, Kamis (18/7/2019).
Abdullah mengatakan dari 1 hektar area persawahan tersebut merupakan
tanaman padi dan dengan percepatan panen yang dilakukan ini, belasan
petani kemungkinan besar hanya akan menghasilkan 1,5 ton gabah kering.
“Seharusnya tiga bulan baru panen, tetapi ini dua bulan lebih
seminggu kami sudah panen. Kami sebenarnya bisa mendapatkan air dengan
memanfaatkan peralatan pompa air, tapi biaya bensin sebagai bahan utama
pompa itu yang cukup mahal. Kami sudah merugi dengan mempercepat panen
dan hanya bisa menunggu air hujan untuk masa tanam selanjutnya,”
ujarnya.
Unawati, petani lainnya di Desa Ciakar menilai mempercepat masa panen
itu keputusan tepat, agar petani tidak merugi jika gagal panen.
“Tapi dampak mempercepat panen ini, ya kualitas gabahnya sama
berasnya kurang bagus. Karena yang seharusnya tiga bulan ini kan hanya
dua bulan lebih saja,” ungkapnya.
Sementara itu, Tinang, 60, salah satu warga Desa Kalibaru Kecamatan
Pakuhaji menjelaskan, di area persawahan seluas 3.000 meter persegi itu
mempercepat panen perlu dilakukan untuk menekan angka kerugian dari
sayur-mayur yang ditanamnya.
“Modal untuk menanam ini semua Rp30 juta, biasanya dari modal sebesar
itu saya bisa mendapatkan Rp10 sampai 20 juta keuntungannya. Tetapi
kalau musim kemarau ini ya rugi," ujarnya.
Lanjut Tinang, bertani merupakan suatu pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Walaupun rugi saya tetap bertani, karena ini menjadi satu-satunya
mata pencaharian untuk menghidupi keluarga saya, makanya saya mencoba
untuk memilih mempercepat tanam dan panen,” pungkasnya






0 comments:
Post a Comment