Mengadakan satelit untuk memberikan layanan kepada konsumennya memang
tidak murah. Satelit Nusantara Satu milik PT Pasifik Satelit Nusantara
menghabiskan biaya sebesar 230 juta dollar AS, sebuah ongkos yang tidak
kecil.
Pendanaan Satelit Nusantara Satu kata Direktur Utama PT PSN Adi
Rahman Adiwoso bersumeber dari internal sebesar 30 persen dan ekternal
yaitu dari perusahaan Kanada sebesar 70 persen.
Selain PSN, Indosat Ooredoo yang 19.29 persen sahamnya masih dimiliki
pemerintah juga tengah mengembangkan satelit baru. Rencananya pada 2020
perusahaan akan meluncurkan satelit baru yang dinamakan dengan Satelit
Palapa Nusantara Dua (SPND). Satelit ini akan menjadi pengganti satelia
Palapa D yang umurnya akan berakhir.
SPND merupakan satelit yang akan dipakai untuk layanan televisi,
layanan jaringan privat, akses Internet, dan multimedia serta konferensi
video. Dengan kapasitas 20 transponder C-band dan 10 spot beam Ku-band
dengan total kapasitas bandwidth mencapai 10 Gbps, dengan area
cakupannya (coverage) akan mengangkau seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Chief Business Officer Indosat Ooredoo, Intan Abdams Katoppo,
mengatakan sayangnya SPND dirancang menjadi sateliat untuk menunjang
bisnis penyiaran bukan untuk jaringan internet pita lebar. Dengan
demikian konsumen dari SPDN adalah stasiun televisi, termasuk Indosat
Ooredoo TV.
“Indosat Ooredoo menyadari pentingnya teknologi satelit untuk
menunjang bisnis penyiaran di Indonesia. Oleh karena itu, kami
menyediakan Satelit Palapa Nusantara Dua yang akan diluncurkan pada
tahun 2020 sebagai pengganti Satelit Palapa D, untuk menyediakan layanan
media penyiaran di Indonesia,“ ujar dia.
Satelit hasil kerjasama antara Indosat Ooredoo bersama dengan PT
Pintar Nusantara Sejahtera (Pintar) dan PT Pasifik Satelit Nusantara
(PSN) melalui perusahaan joint venture bernama PT Palapa Satelit Nusa
Sejahtera (PSNS) menggunakan teknologi Chinese DFH 4 Bus dari China
Great Wall Industry Corporation (CGWIC).
Direktur Utama PSN Adi Rahman Adiwoso, mengatakan satelit dengan
teknnologi High Throughput Satellite (HTS akan diluncurkan dengan roket
Long March 3B dari Xingchang Satellite Launch Center. Satelit ini akan
menempati slot orbit yang ditinggal oleh Palapa D yaitu yaitu di 113¬
derajat bujur timur. Palapa D yang juga dimiliki oleh Indosat telah
meluncur sejak 31 Agustus 2009.
Satelit yang mengorbit pada orbit 113¬ derajat Bujur Timur selama ini
menjadi ekosistem utama bagi penyiaran di Indonesia yang menggunakan
layanan Free to Air (FTA), termasuk juga mayoritas broadcaster lokal.
“Kami yakin satelit ini memiliki peranan vital dalam menyampaikan
informasi ke masyarakat lewat lembaga penyiaran dan lebih jauh berguna
untuk menjaga persatuan dan kesatuan Republik Indonesia,” kata Intan.
Direktur Utama PSN Adi Rahman Adiwoso, sebagai satelit HTS, SPND
memiliki bandwidth 10 Gbps. Dalam pengoperasiannya SPND yang ditargetkan
beroperasi pada Mei 2020, diyakini tidak akan mengganggu layanan.
Dengan seamless migration process dampak transisi dari Palapa D ke SPND
sangat minim dirasakan oleh pelanggan.
Sebagai satelit penyiaran Palapa D yang akan digantikan SPND selama
ini banyak dipakai oleh pengguna antena parapola. Dengan satelit ini
pemirsa televisi bisa menikmati siaran televisi nasional secara gratis.
Beberapa stasiun televisi yang bisa diakses dengan menggunakan
parabola pada Satelit Palapa D adalah K Vision, Net, TVRI, MNC TV,
Inews, TV One, SCTV, Indosiar, dan banyak televisi lokal. Bagi sebagian
besar masyarakat di wilayah kabupaten antena parabola menjadi andalan
untuk menikmati televisi.
Menurut pengamat telematika, Teug Prasetya, yang menjadi kendala
dalam pengadaan satelit sehingga Indonesia agak tertinggal dalam
memenuhi kebutuhan satelit secara mandiri cukup kompleks. “Ada
keterbatasan slot orbit, keterbatasan pendanaan, keterbatasan kemampuan
operasional dan perawatannya,” ujar dia.
Agar bisa mandiri menurut Teguh perlunya pemerintah atau badan usaha
Indonesia ikut terlibat dalam menyediakan satelit Indonesia. Rencana
peluncuran Satelit Satria (Satelit Indonesia Raya) merupakan langkah
positif dalam rangka pemerataan akses pita lebar hingga wilayah 3T (
terluar, terdepan dan tertinggal).
Namun demikian kata Taguh, wilayah 3T bukan hanya butuh satelit.
Willayah ini sebagian juga membutuhkan penetrasi jaringan tulang
punggung (backbound) serta akses backhaul “Terutama di daerah luar dan
tertinggal tidak tergantung hanya dari satelit saja. Melalui kolaborasi
antara semua stakeholder semua dapat diatasi,” ujar Teguh.
0 comments:
Post a Comment