SERANG – Untuk memotret keberhasilan suatu daerah,
langkah yang paling sederhana adalah melihat angka kemiskinan dan pengangguran
penduduknya. Semakin tinggi jumlahnya maka program pembangunan dianggap gagal.
Hal itu diungkapkan pengamat pemerintahan Muhammad
Nasir dalam Diskusi Refleksi Akhir Tahun 2019 tentang Pembangunan 19 Tahun
Provinsi Banten yang diprakarsai Fraksi Partai Gerindra di Gedung Serba Guna
(GSG) DPRD Banten, Kamis (12/12).
Menurut Nasir, Provinsi Banten di usia 19 tahun telah banyak kemajuan
yang dicapai dalam berbagai bidang, tetapi terkait cita-cita berdirinya
Provinsi Banten untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera masih perlu
kerja keras, antara Pemprov Banten, pemkab, pemkot, dan DPRD.
“Ada kemajuan iya, tapi masih banyak pekerjaan
rumah yang belum tuntas dan menjadi tanggung jawab gubernur, wakil gubernur dan
bupati walikota yang saat ini memimpin. Utamanya dalam hal pengentasan
kemiskinan dan pengangguran,” papar Nasir.
Ia mengungkapkan, setiap tahun Pemprov Banten menganggarkan triliunan
rupiah dalam APBD Banten untuk mengentaskan kemiskinan dan
pengangguran. Namun, angka kemiskinan di Banten masih di kisaran 650
ribu jiwa. “Secara persentase dalam lima tahun terakhir, angka
kemiskinan mengalami penurunan. Namun, sebenarnya jumlah warga miskin
masih di atas 500 ribu jiwa,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS Banten hingga Maret 2019, dari
12,9 juta warga Banten, masih ada 5,09 persen warga Banten hidup di bawah garis
kemiskinan. Dibandingkan September 2018, jumlah warga miskin di Banten menurun
0,16 poin.
“September 2018 jumlah warga miskin sebanyak
668 ribu orang, kemudian turun menjadi 654 ribu orang pada Maret 2019,”
imbuhnya.
Ia mengingatkan Pemprov untuk lebih serius lagi
dalam mengentaskan jumlah penduduk miskin dan angka pengangguran. Sehingga
perjuangan para tokoh pendiri Provinsi Banten tidak sia-sia.”Perencanaan
pembangunan harus difokuskan pada kepentingan masyarakat. Jangan sampai Banten
berdiri hanya dinikmati segelintir elite saja,” katanya.
Terkait pengangguran yang persentasenya mencapai
8,11 persen, Nasir mengingatkan Pemprov untuk bersinergi dengan kabupaten kota.
“Pemprov dan kabupaten kota jangan berjalan sendiri-sendiri. Selama
kemiskinan dan pengangguran masih tinggi maka layanan dasar seperti pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur belum optimal diselenggarakan,” tutupnya.
Akademisi FISIP Untirta Gandung Ismanto menambahkan,
Banten masih menjadi daerah yang mengalami berbagai ketimpangan sosial sehingga
cita-cita berdirinya Provinsi Banten masih jauh panggang dari api.
“Ketimpangan Banten Utara dan Banten Selatan itu masih diwariskan sampai
sekarang, meskipun Banten sudah berusia 19 tahun,” tegasnya.
Ia berharap, DPRD Banten bisa mendorong percepatan
pembangunan di Banten, sebab penyelenggara pemerintahan bukan hanya eksekutif.
“Dewan harus rajin mengingatkan eksekutif, jangan sampai program yang
dijalankan membuat Banten tidak berdampak pada masyarakat,” tegasnya.
Narasumber lainnya, tokoh masyarakat Khatib Mansyur
mengingatkan Pemprov untuk komitmen melawan korupsi. “Selama praktik
korupsi terjadi di Banten, jangan harap angka kemiskinan dan pengangguran bisa
turun signifikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Banten Agus
Supriyatna mengatakan, kegiatan refleksi akhir tahun digelar dalam rangka
mengukur kinerja Pemprov Banten. “Kita ingin membiasakan budaya diskusi
untuk memberikan masukan maupun kritikan terhadap pemerintah,” katanya.
Fraksi Gerindra, lanjut Agus, akan menjadi garda
terdepan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. “Ada hal penting yang
menjadi ukuran dalam keberhasilan pembangunan daerah, yakni minimnya angka
pengangguran dan kemiskinan. Ini tanggung jawab kita bersama,” jelasnya.
0 comments:
Post a Comment