BANTEN-Hampir setiap hari Badan Kepegawian
Daerah (BKD) Banten diprotes aparatur sipil negara (ASN), lantaran
tunjangan kinerja atau Tukin yang diterimanya tidak penuh, dipotong
sampai Rp 5 juta lebih. Pantauan dilapangan, Selasa (18/2) belasan ASN mendatangi kantor BKD
Banten, karena Tukin yang mereka terima pada bulan Januari lalu dipotong
cukup besar.
Mereka mengeluhkan laporan BKD tidak sesuai fakta dilapangan.
Kepala BKD Banten, Komarudin dihubungi melalui telpon genggamnya membenarkan pada bulan Februari ini, puluhan ASN melakukan protes karena Tukin yang diterimanya tidak 100 persen.
"Ada sekitar 70 ASN yang sudah mengajukan keberatan ke BKD karena ada pemotongan Tukin di bulan Januari berdasarkan sistem aplikasi yang kita buat yaitu Sistem Intensif Kinerja dan Kehadiran Aparatur (SIKKAP)," katanya.
Pejabat hasil lelang atau open bidding dari Kabupaten Tangerang ini, menyampaikan, pemberian Tukin berdasarkan SIKKAP telah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor 41 tahun 2019.
"Sesuai Pergub 41, Tukin diberikan berdasarkan dua ukuran. Pertama aktifitas harian dan kedua, prilaku. Untuk aktifitas harian itu nilainya 70 persen dari besaran Tukin yang ditentukan. Sedangkan 30 persen dari prilaku yang dinilai langsung oleh atasanya," ungkapnya.
Adapun ukuran kinerja dari aktifitas harian tersebut lanjut dia, dapat dilihat dari laporan SIKKAP yang rutin dilakukan oleh pegawai secara online dan diisi sendiri oleh masing-masing pegawai.
"Jadi penyampaian laporan SIKKAP ini harus dilakukan oleh pegawai sendiri. Baik itu staf maupun pejabat. Laporan ini bisa dilakukan setiap hari kerja. Baik itu ASN yang ada dilapangan atau kantor. Jadi tidak ada alasan bagi ASN berdinas luar untuk tidak mengisi. Kalau tidak diisi maka akan dipotong Tukinnya 3 persen," terang dia.
Adapun 70 ASN yang mengajukan protes keberatan Tukin berdasarkan SIKKAP diakui oleh Komarudin nilai pemotonganya bervariatif, dari Rp 2 juta sampai lebih Rp 5 juta sudah dilakukan proses pembuktian. Hasilnya sebagian ditolak.
"70 ASN keberatan dengan pemotongan Tukin sudah diproses ke BKD. Sebagian kita terima keberatannya, karena ada bukti pendukung. Mereka yang kami terima keberatannya ada kesalahan teknis. Misalnya, salah penulisan jam dan sebagianya," ujarnya.
Dan bagi ASN yang keberatannya ditolak, BKD tetap merekomendasikan tidak ada pemeberian penambahan. Tukin diterima ASN tersebut sesuai dengan kinerja sebelumnya.
"Kalau keberatannya tidak disertai bukti akurat. Tentu kami tolak. Dan perlu diketahui oleh ASN bahwa aplikasi SIKKAP merupakan rencana aksi dari Korsupgah KPK. Ini sudah kami sosialisasi kepada pegawai sejak tahun 2019 lalu," jelas Komarudin.
Salah seorang pegawai Pemprov Banten yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa dengan kinerja BKD. Pasalnya, pemotongan Tukin berdasarkan SIKKAP tidak pernah disosialisasikan sebelumnya.
"Kami tidak pernah mendapatkan informasi dari BKD, kalau harus mengisi aplikasi SIKKAP setiap hari dan dilaporkan secara online," ungkap pegawai yang Tukinnya dipotong sampai Rp 4 juta ini.
Kekecewaan tersebut kata dia, terjadi hampir dialami oleh semua Pegawai ASN di Pemprov Banten, karena diawal tahun 2020 ini, tidak.ada satupun pegawai menerima Tukin secara full.
"Saya yakin semua pegawai Pemprov Banten tidak ada yang terima Tukin 100 persen. Tahun 2019 lalu rata-ratu satu bulan Tukin saya dipotong Rp1,5 juta. Tapi karena ada aturan baru ini saya dipotongnya lebih dari Rp 4 juta," ujarnya.
Mereka mengeluhkan laporan BKD tidak sesuai fakta dilapangan.
Kepala BKD Banten, Komarudin dihubungi melalui telpon genggamnya membenarkan pada bulan Februari ini, puluhan ASN melakukan protes karena Tukin yang diterimanya tidak 100 persen.
"Ada sekitar 70 ASN yang sudah mengajukan keberatan ke BKD karena ada pemotongan Tukin di bulan Januari berdasarkan sistem aplikasi yang kita buat yaitu Sistem Intensif Kinerja dan Kehadiran Aparatur (SIKKAP)," katanya.
Pejabat hasil lelang atau open bidding dari Kabupaten Tangerang ini, menyampaikan, pemberian Tukin berdasarkan SIKKAP telah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor 41 tahun 2019.
"Sesuai Pergub 41, Tukin diberikan berdasarkan dua ukuran. Pertama aktifitas harian dan kedua, prilaku. Untuk aktifitas harian itu nilainya 70 persen dari besaran Tukin yang ditentukan. Sedangkan 30 persen dari prilaku yang dinilai langsung oleh atasanya," ungkapnya.
Adapun ukuran kinerja dari aktifitas harian tersebut lanjut dia, dapat dilihat dari laporan SIKKAP yang rutin dilakukan oleh pegawai secara online dan diisi sendiri oleh masing-masing pegawai.
"Jadi penyampaian laporan SIKKAP ini harus dilakukan oleh pegawai sendiri. Baik itu staf maupun pejabat. Laporan ini bisa dilakukan setiap hari kerja. Baik itu ASN yang ada dilapangan atau kantor. Jadi tidak ada alasan bagi ASN berdinas luar untuk tidak mengisi. Kalau tidak diisi maka akan dipotong Tukinnya 3 persen," terang dia.
Adapun 70 ASN yang mengajukan protes keberatan Tukin berdasarkan SIKKAP diakui oleh Komarudin nilai pemotonganya bervariatif, dari Rp 2 juta sampai lebih Rp 5 juta sudah dilakukan proses pembuktian. Hasilnya sebagian ditolak.
"70 ASN keberatan dengan pemotongan Tukin sudah diproses ke BKD. Sebagian kita terima keberatannya, karena ada bukti pendukung. Mereka yang kami terima keberatannya ada kesalahan teknis. Misalnya, salah penulisan jam dan sebagianya," ujarnya.
Dan bagi ASN yang keberatannya ditolak, BKD tetap merekomendasikan tidak ada pemeberian penambahan. Tukin diterima ASN tersebut sesuai dengan kinerja sebelumnya.
"Kalau keberatannya tidak disertai bukti akurat. Tentu kami tolak. Dan perlu diketahui oleh ASN bahwa aplikasi SIKKAP merupakan rencana aksi dari Korsupgah KPK. Ini sudah kami sosialisasi kepada pegawai sejak tahun 2019 lalu," jelas Komarudin.
Salah seorang pegawai Pemprov Banten yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa dengan kinerja BKD. Pasalnya, pemotongan Tukin berdasarkan SIKKAP tidak pernah disosialisasikan sebelumnya.
"Kami tidak pernah mendapatkan informasi dari BKD, kalau harus mengisi aplikasi SIKKAP setiap hari dan dilaporkan secara online," ungkap pegawai yang Tukinnya dipotong sampai Rp 4 juta ini.
Kekecewaan tersebut kata dia, terjadi hampir dialami oleh semua Pegawai ASN di Pemprov Banten, karena diawal tahun 2020 ini, tidak.ada satupun pegawai menerima Tukin secara full.
"Saya yakin semua pegawai Pemprov Banten tidak ada yang terima Tukin 100 persen. Tahun 2019 lalu rata-ratu satu bulan Tukin saya dipotong Rp1,5 juta. Tapi karena ada aturan baru ini saya dipotongnya lebih dari Rp 4 juta," ujarnya.
0 comments:
Post a Comment